LOVE IN PERTH -story CAGNI-

Bandara Soekarno Hatta hari itu ramai dengan penumpang yang akan pergi berlibur, atau justru pulang ke kota asalnya. Seorang gadis manis turun dari mobil Suzuki APV hitam, ia dan sahabatnya mendorong 2 koper superbesar. Ia meletakkan kopernya itu di sebelah pintu masuk, lalu menatap sahabatnya itu lekat-lekat, sambil tersenyum, ia memeluk gadis itu.
“Acha, makasih ya udah mau nganterin gue ke bandaraa!” Katanya dalam pelukannya, sahabatnya tersenyum lalu melepas pelukannya.
“Iya samasama, Agni.”
Agni menggenggam kedua tangan sahabatnya, lalu digoyang-goyangkannya keatas dan kebawah, “Pokoknya, lo harus doain, semoga semuanya baik-baik aja disana!”
“Iya, iya. Kamu juga hati-hati ya disana.” Ia menatap petugas bandara yang sedang mengecek tiket penumpang, “Udah tuh, boarding tuh!!”
Agni menatap si satpam, lalu menatap Acha dengan tatapan mendelik, “pokoknya, liburan harus samperin gue!”
Acha mencubit pipi Agni gemas, “iya, baweeeell!”
“Dada, Chaaaa..” Agni melambai gadis yang sedang melambai kearahnya. Agni berjalan melalui besi-besi yang berkelok-kelok (yang ada dibandara itu, si penulis gatau namanya), dan gasengaja nabrak cowo yang lagi menelpon kawannya. Sampai-sampai handphonenya terjatuh,
“Woiii!” teriaknya kesal, Agni menatap cowo itu, lalu memasang ekspresi bersalah.
“Eh.. Em... Ma.. Maaf..” Ucap Agni terbata.
Cowo itu membuang wajahnya kesal, lalu kembali berbicara dengan kawannya di ponsel.
“Halo?” Ucap sang cowo di telepon, tapi, ternyata... Handphone nya menunjukkan kalau telepon tadi sudah dimatikan.
“Oh man!!” 
Agni menatap cowo tadi sekilas, lalu menaikkan bahunya tanda tak mau tau. Toh, dia juga udah minta maaf tadi.
***
Agni tengah mengantri untuk check in tiket pesawatnya. Tujuannya adalah kota di Australia, Perth. Saking panjangnya antrian, Agni sampai bosan. Ia melihat sebuah antrian yang sepi, senyumnya mengembang.
'Pasti ini antrian ke Perth yang kedua. Hmm, ngantri disini aja.' Pikirnya, ia pindah ke antrian. Si cowok yang tadi di tabrak Agni ada didepannya, ia tersenyum licik, lalu memanggil petugas bandara yang sedang berdiri disana.
“Ada yang bisa saya bantu?” Tanya sang petugas bendara, cowo itu membisikkan sesuatu, lalu petugas bandara itu tersenyum, “baik” 
Petugas bandara tadi mendekati Agni, “permisi mbak, boleh saya priksa tiketnya?”
Agni menatap si petugas, lalu menyodorkan tiketnya, si petugas tersenyum ramah, “mbak, tiket mbak ini tiket untuk economy class, sementara, ini antrian untuk executive class. Untuk itu, saya minta, mbak kembali lagi di antrian economy class. Terima kasih,”
Agni memandang tiketnya, lalu memandang cowo didepannya yang sedang tersenyum kemenangan, ia mendekati cowo itu, “makasih ya!” Katanya dengan nada sinis. Cowo itu tersenyum sok cool.
Agni kembali mengantri di antrian economy class, sambil memasang wajah bete. Cowo itu memberi tiket yang ada ditangannya kepada mbak-mbak penjaga, perempuan itu menatap tiket cowo itu, lalu menatap cowo itu dengan tatapan ramah, “maaf mas, ini tiket kelas ekonomi.”
“Ekonomi?” Tanya cowo itu heran, ia mengambil tiketnya, lalu membaca benar-benar kelas pesawatnya. Disitu tertera dengan huruf kapital: ECONOMY CLASS.
“Makasih mbak!” Ucap cowok itu. Ia mengambil handphone di sakunya, dan lansung mencaci maki kawannya,
“Daud, gila lu Ud, kenapa gue di kelas ekonomi?”
Agni menatap cowo itu, lalu cekikikan.
'Makan tuh ekonomi'
***
Agni memasuki pesawat ukuran medium sambil bersenandung kecil. Ia tengah mencari kursi nomor 21-C. Kebetulan kursinya berdekatan dengan jendela. Ia tersenyum kecil, lalu duduk manis di kursinya. Tak berapa lama, seorang ibu dengan postur tubuh yang bulat sekali duduk di kursi sebelahnya yang kosong. Ia sepertinya sudah pewe dengan posisinya yang menghalangi jalan masuk untuk penumpang yang duduk ditengah Agni dan dirinya. Agni cuma tersenyum ketika ibu itu melihat kearahnya. Cowo sok keren yang ditabrak Agni tadi masuk dengan gaya sok cool, ia mencari kursinya. Saat mengetahui kursi yang didapatnya, ia menelan ludah. 21-B. Tempat duduknya berada di antara Agni, dan ibu ibu gendut itu.
“Excuse me, ma'am.” Kata Cowo tadi, ia menelan ludah. Ibu itu berdehem cukup keras, tapi sepertinya itu bukan deheman, melainkan auman-_-
“Permisi. Hehe” ucap cowo itu sambil ncengengesan, ia mencoba melewati ibu itu, tapi ibu itu malah berdiri, membuat jalan semakin sempit.
“Brug!”
Tubuh cowo itu terduduk di kursinya. Ia menghela nafas panjang, sementara Agni sudah tertawa lepas melihat kejadian itu.
“Bukannya tadi ngantri di executive class?” Tanya Agni dengan nada menghina. cowo itu menunjuk wajah Agni.
“Lo... Gue... Aduh...” Cowo itu tak melanjutkan perkataannya, ia terkaena sikutan tangan ibu gendut tadi. ia terpaksa menahan sakit. Agni lagi-lagi tertawa diatas penderitaan.
Pramugari pesawat itu menghampiri satu satu barisan duduk penumpang untuk menghimbau agar memakai sabuk pengaman dengan benar. Ibu gendut tadi dengan susah payah memakai sabuk pengaman itu, membuat cowo disebelah Agni tertawa kecil. Sang pramugari membantunya, dan lagi-lagi Cakka terkena sikutan dari si ibu gendut.
Lampu mulai dipadamkan, tanda pesawat mau lepas landas, Agni yang tau pesawat akan lepas landas lansung mencengkram pegangan kursi yang kebetulan ada tangan si cowo itu. Ia lansung komat kamit membaca nama Allah saking takutnya. Cowo itu menatap tangannya yang ditimpa Agni, “tangan gue!” Tapi, Agni masih mencengkramnya erat. 
“Aw! Aw! Aw! Jari guee!!” Teriak si cowo itu, jarinya dicengkram Agni sampai merah. Pesawat sudah setara dengan langit, tapi Agni masih juga berkomat-kamit. Cowo itu menatap Agni heran, “Merem sampe kapan?”
Agni membuka matanya pelan-pelan, dan ketika melihat tangannya mencengkram tangan Cakka, ia lansung melepasnya, “gue paling takut bagian take off sama landing.”
Cow itu mendengus, “kalo udah biasa naik pesawat juga biasa.”
Agni mendengus sebal, “iyadeh yang tiap hari naik pesawat! Selamet ya..”
“Lagian apaan sih yang ditakutin?” Tanya Cowo itu sambil menatap Agni, Agni mengangkat bahunya, “kalo kita cinta sama hidup kita, gaada waktu buat mikirin kematian.”
Agni mengeleng lalu menatap sebuah brosur universitas terkenal di Perth. Pramugari dipesawat itu datang dengan membawa cemilan untuk mengganjal perut, cowo itu ingin mengambil bagiannya, tapi, keburu diambil sama ibu gendut itu. Pramugari itu tersenyum, ia memberikan satu lagi untuk cowo itu, tapi diambil lagi dan dimasukkan kedalam tas oleh ibu tadi. Pramugari itu memberikan satu lagi, tapi cowo itu lansung melambaikan tangannya, habis selera makannya.
Cowo itu menatap Agni, dan tak sengaja ia menatap brosur yang ada ditangannya, Agni yang ngeliat cowo itu ngintip-ngintip brosur, ia menyodorkan brosur itu. “Mau baca juga, nih gue masih ada!”
Cowo itu membenarkan posisi duduknya, “gausah, gaperlu. Udah hapal. Gue kan sekolah disitu.”
Wajah Agni lansung sumringah, “seriusan? Lo sekolah disitu? Gue juga bakal sekolah disitu loh!”
“What?” Muka cowo itu kaget. Agni mengangguk mantap.
“Dan lo bakal tinggal di...” Cowo itu menggantungkan kalimatnya, cewe itu pun menyambung.
“Gue bakal tinggal di... Apartemen di City Stay!” Jawab Agni mantap. 
“Oh god...” Keluh Cowo itu, Agni menatap Cakka.
“Kenapa? Lo juga disitu? Artinya kita samaan lagi dong?” Tanya Agni sambil tersenyum. Cowo itu memejamkan matanya,
“Oh my gods!” Keluh cowo itu, tepat ketika kepala ibu gendut itu bersandar di pundaknya. Agni tertawa lepas, cowo itu mencoba mendorong kepala ibu gendut itu, tapi nasib banget, si ibu gendut itu bangun dan menampar pipi cowo itu keras. Agni tertawa lagi. Pasrah, si ibu gendut itu malah menyandarkan lagi kepalanya di pundak cowo itu. 
***
Perth. Akhirnya Agni sampai di tempat ia akan mencari ilmu. Senyumnya mengembang sambil membawa 2 koper superbesarnya. Ia melihat cowo yang duduk di sampingnya saat dipesawat, lalu berhenti disebelahnya.
“Kalo engga salah, tujuan kita kan sama. Dan gue baru pertama kali datang kesini, jadi...” Kata-kata Agni tergantung di udara, cowo itu tersenyum menghina.
“Nebeng maksud lo? Hah?”
“Gue cuma mau nanya sih..” Kata-kata Agni lagi-lagi menggantung di udara, ketika sebuah mobil hitam yang cukup mahal di Perth. 3orang sahabat cowo disebelahnya itu lansung turun dan memeluk cowo itu.
“Cakka! Hey!”
Seorang sahabatnya menatap Agni yang tampil dengan kupluk warna kuning, sweater warna biru tua, dan dress bunga-bunga warna biru. Tas selempang tersampir di badannya yang ramping, “siapa nih, kka?”
Cakka menatap gadis itu lalu tersenyum meremehkan, “bukan siapa-siapa kok, cabut yuk, nih bawain koper gue.”
Cakka sempat melihat Agni dulu, sementara Agni memanyunkan bibirnya, ia menatap mobil hitam yang sudah berlalu dihadapannya.
“Huh!”
***
Agni turun dari sebuah mobil carry di perth yang tadi mau mengantarkannya ke City Stay. Ia menghirup udara segar, lalu menatap gedung megah dihadapannya. 
“Oh ya!” Agni mengeluarkan beberapa uang dolar dari saku celananya, lalu memberikannya kepada lelaki itu, “here, thanks.”
Agni mendorong kopernya sendiri dengan kedua tangannya, masuk ke dalam apartemen mewah itu. Ketika mau naik ke tangga, ia bertemu dengan Cakka dkk. Ia membuang mukanya, lalu mengeluh, “dia lagi!”
Cakka berdehem, “ehm!”
Kawan-kawannya menatap Agni dengan tatapan jahil, lalu... Bruk!
Cakka menabrak Agni sengaja, alhasil, koper agni jatuh, dan bajunya berhamburan semua.
“Heh! Tega banget sih kalian!” Gerutu Agni kesal, Cakka melirik Agni dengan tatapan tajam.
“Dia ngomong sama kita?” Tanya Cakka, kawan-kawannya menggeleng.
“Gatau, tanya aja sendiri.”
Cakka mendekatkan tubuhnya ke Agni, “Lo ngomong sama kita?” 
“Ya iyalah!” Jawab Agni kesal. 
“Gini ya, kalo lo mau ngomong sama kita, terutama gue, harusnya lo ngaca dulu.. Lo tau kenapa? Karena... Lo belum pantes ngomong sama kita!” Ucap Cakka, lalu mendorong koper Agni yang satunya lagi hingga semua isinya terjatuh. Kawan-kawannya malah bersorak, Cakka meninggalkan Agni yang sudah mendidih.
“Grrrr! Resek banget sih!” Gerutu Agni, ia membereskan semua pakaiannya yang berjatuhan. Seorang bule menghampirinya, bermaksud untuk menawarkan bantuan.
“Can I help you?”
“No, thanks!” Jawab Agni ketus. Bule itu pergi meninggalkan Agni. Agni menyeret kopernya yang super besar itu ke tangga, tapi nasib lagi gak berpihak kearahnya, kopernya malah jatuh lagi kebawah.
“Aarrrghhh!”
***
Agni sampai di apartemennya, lalu ia tersenyum dan menghempaskan tubuhnya di sofa yang empuk. Ia menatap 
“Hei, gue...”
“yap, you from jakarta?”
“Yes, aku Agni.” Agni mengulurkan tangannya, tapi gadis itu membuang tangannya jauh-jauh.
“Shilla.” 
(Eh ya berhubung aku gabisa nulis bahasa inggrisnya, aku nulis setengah english setengah indo aja ya. Aslinya pake bahasa inggris, Oke? :p)
“Gue punya beberapa peraturan disini. Ehm, first, this my room, dan ruanganmu disitu. Second, lo gaboleh nyentuh sofa gue, kasur gue, dan semua barang-barang gue! Dan, lo dilarang nyentuh GUE! Third, lo gaboleh masak di dapur gue, kan lo ada dapur sendiri. Apalagi harus makan dan minum dari kulkas gue!” Jelas Shilla, Agni menggangguk. Shilla mengangguk lalu pergi bergegas pergi.
“Ehm tunggu, gue punya satu pertanyaan lagi!” Cegat Agni, Shilla menatap Agni.
“Arah kiblat dimana ya? Ya semacam arah mata angin untuk shalat.”
Shilla tertawa, “huh? What the meaning of 'arah kiblat'?! I don't care about your question, haha!”
Agni menatap Shilla aneh. Dasar cewe sombong!
***
Agni keluar dari apartemen itu, lalu melihat matahari yang sedang terbenam.
“Matahari terbenam disitu.. Trus..” 
Cakka kebetulan sedang keluar menatap Agni yang lagi nunjuk-nunjuk langit menatap Cakka, “arah kiblat”
Cakka tertawa kecil, Agni cemberut.
“Udah deh, lo pasti sama kayak room-mate gue. Nganggep kalo arah kiblat tu ga ada disini!”
Cakka memasukkan salah satu tangannya di saku celananya, lalu menunjuk arah barat, lalu pergi meninggalkan Agni yang masih terbengong.
“Makasih!”
***
Perth International Highschool. Seorang gadis dengan sweater oranye jeruk dan dress warna kuning biru kotak-kotak tersenyum sambil memandang tulisan yang tertempel di depan gerbang universitas itu. Ia berlari kecil ke dalam, senyumnya masih mengembang dibibirnya. Ia celingak-celinguk di lobby. Sampai seorang cowo manis dengan senyum menawan menghampirinya.
“Hai, anak baru ya?”
“Iyaa.” Jawab gadis itu ramah.
“Indo?”
“Bukan, Indonesia asli.”
Cowo itu tertawa kecil, “bukan, Indo itu ya maksudnya indonesia asli, bukan indonesia campuran gitu..”
“Oh.. Hehe.. Sorry,” Gadis itu tertawa kecil.
“Asli mana? Jakarta? Surabaya? Bandung? Gue Gabriel, Bandung.” Ucapnya sambil mengulur tangannya, gadis itu membalas uluran itu sambil tersenyum.
“Agni, Jakarta.”
“Jadi, belum ketemu kelasnya?” Tanya Iyel, Agni menggeleng.
“Perlu gue anterin?”
“Boleh!”
Gabriel menarik tangan Agni lembut, Agni tersenyum, “makasih ya!”
“Sama-sama.”
***
Perpustakaan kampus hari ini ramai dikunjungi banyak mahasiswa atau mahasiswi yang ingin menambah wawasan atau hanya ingin nongkrong saja. Contohnya Agni dan Gabriel, mereka membicarakan tentang tempat tongkrongan anak seusia mereka yang murah, tapi oke.
“Banyak banget kok tempat nongkrong di sini, jadi kalo lo perlu tempat tongkrongan asyik, lo bisa ngajak gue.” Kata Gabriel, Agni memutar bola matanya.
“Tapi pasti mahal.”
Gabriel terkekeh, “engga kok, sesuai kok sama kantong kita.”
“Kantong kita kan beda-beda.”
“Sama kok.”
“Hah? Lo anak beasiswa juga? Sama kayak gue?”
Gabriel tersenyum, “engga dong.”
“Ih kok mau-mau aja disamain sama gue yang..”
“Ssshhuuuttt!” Penjaga perpus itu menegur Agni yang berbicara dengan volume yang bisa mengganggu konsentrasi. Gabriel meletakkan jari telunjuknya di bibirnya, lalu menunjuk Agni. Agni tertawa sambil ikut menirukan gaya Gabriel. Merek berjalan keluar kampus, sambil membahas tentang asal usul sekolah Perth Internasional High School, trus bagaimana guru-gurunya, dan sebagainya. Agni banyak bertanya, sementara Gabriel yang menjawabnya,
“Jadi apalagi yang lo mau tanya?”
Agni menatap tersenyum, “Engga ada lagi deh kayaknya, hehe.”
“Gamau tanya ttg cowo disekolah kita? Cewe kan biasanya mau tau tentang cowo.”
“Haha, gaperlu tau kali. Paling semua cowo sama kayak si cowo tengil yang namanya Cakka tu!”
Gabriel tersenyum, “Cakka pantes lagi begitu. Dia tajir, cakep. Semua cewe aja suka sama dia, mulai dari yang Indonesia asli, sampai-sampai cewe bule.”
“Oh, dia kelas berapa sih?”
Gabriel tersenyum, “11. 11-A, satu angkatan sama gue.”
“Oh, belagu banget ya dia tuh!”
Gabriel mengulum senyum lalu mengangguk, mengiyakan ucapan Agni.
***
“Come on, guys!” Teriak Shilla sambil mengambil beberapa alkohol dari kulkasnya. Kawan-kawannya mengambil alkohol tersebut dari tangan Shilla, lalu menghidupkan musik keras-keras.
“Whuaaa! Girls!!”
Agni yang lagi shalat di kamar terganggu mendengar suara musik yang keras, “Apaan sih?”
Ia keluar dari kamarnya, dan melihat Shilla dkk sedang menikmati musik sambil menegak alkohol.
“Shilla! Shilla! SHILLAAA!” Agni mencoba memanggil Shilla, tapi Shilla asyik sendiri. Sehingga Agni mengambil alih mematikan alat DJ yang memutar suara keras itu.
Agni menatap Shilla kesal, “Mau lo tu apaan sih?”
“Hey! What are you doing in my bussiness room?”
“Ya gue tau, tapi gue tadi lagi..”
“what ever! Shut up, and go away! Byebye!” Agni menatap Shilla nanar, Shilla tertawa. Lalu menatap Agni lagi dengan tatapan mencela.
“I say byebye! You can go out now!” Teriak Shilla, Agni menunduk. Matanya sudah berkaa-kaca. Ia berlari keluar dari kamar apartemen Shilla, lalu duduk sambil menangis di depan lobby kamar Shilla dan dirinya.
Cakka yang melewati Agni yang sedang memakai rok mukenah, tertawa melecehkan, “ada pengajian dimana bu?”
Ia melangkah begitu saja, meninggalkan Agni yang sedang membatin, tapi sialnya, ia memang tidak diberikan kemampuan untuk membatin. Batinannya itu tetap didengar oleh yang diejek.
“Monyet lu.”
Cakka berhenti, lalu kembali mundur dan menatap Agni tajam, “apa lu bilang? Gue monyet?”
“Lo, Shilla, sama temen-temen lo tuh sama aja! Gapunya hati, gapunya otak. Persis kayak monyet..”
“Lo kalo ngomong jangan sembarangan ya! Jangan mentang-mentang lo dapet beasiswa dan bisa sekolah disini, lo bisa ngatain kita semua bodoh!”
Agni menatap Cakka dengan tatapan menentang, “gue gak mentang-mentang, kalian tuh yang mentang-mentang! Gak ngerti perasaan orang!”
“Oke, lo iri kan gara-gara lo gabisa ngerasain rasanya senang-senang?”
“Siapa yang iri? Gue juga gak mau jadi bagian dari kalian!”
Cakka melotot, “fine! Siapa juga yang mau lo jadi bagian dari kita?”
Agni terdiam, matanya sudah berkaca-kaca. Lalu pergi meninggalkan Cakka yang masih berdiri disana penuh emosi.
Cakka memencet bel kamar Shilla, Shilla yang membuka pintu tersenyum, ia mengajak Cakka masuk ke dalam, tapi tangan Shilla buru-buru ditepis sama Cakka.
“Gue pulang aja deh, Shill.”
Shilla menatap Cakka heran, “why?”
“Kepala gue pusing.”
Shilla mengangguk kesal, “Okay, get well soon dear.”
“Thank you.”
Shilla menutup pintu apartemennya kencang, sementara Cakka masih berdiri dipintu. Ia memikirkan kata2 Agni tadi. Emang, dia ga punya perasaan ya? Kayak monyet?
***
“Okay, tugas kalian dirumah, kalian membuat essay tentang kebudayaan negara asal kalian. Yang dari Indonesia, ya buat ttg Indonesia, dan sebagainya. Paham?”
Agni mengangguk sambil menyentukkan pena ke kupluk merah mudanya.

@perpustakaan Perth Internasional High school.
Cakka menatap frustasi buku berisi kebudayaan tentang Indonesia, tapi tak ada satupun kebudayaan yang menurutnya asyik untuk dikulas. Agni yang sedang mencari novel ciptaan Mag Cabot menatap Cakka yang sedang stress, ia menghampiri Cakka.
“Segitu susahnya ya bikin essay?” Tanya Agni, Cakka melirik ke arah Agni lalu menatap gadis itu aneh.
“Lo ngomong sama gue?”
“Ngomong sama tembok! Ya sama lo lah!”
“Kok bisa?”
“Bisa dong! Emang kenapa sih?”
Cakka menatap kembali buku tebal dihadapannya, “Soal kejadian kemaren..”
“Oh, kenapa enggak? Gue bukan dendaman person.”
“Ngerjain essay yang tadi?” Tanya Agni, Cakka mengangguk.
“Susah banget.”
“Kok susah sih? Kan tentang kebudayaan Indonesia. Kalo gue sih rencananya bikin tentang Kebaya, kan ibu gue penjahit.”
“Lo enak, udah kenal tentang kebudayaan itu. Gue? Yang gue kenal cuma 1 kebudayaan, Clubbing.”
Agni memutar otaknya, “Gue tau kebudayaan apa yang bisa lo bikin buat essay lo! Kebudayaan clubbing! Lo bisa ngebahas tentang kota Jakarta, lebih runcing lagi ke kehidupannya, trus lebih runcing lagi ke pergaulannya”
Cakka tersenyum, “emang boleh?”
“Kenapa enggak?”
***
Pulang dari kuliah, Agni banyak berceloteh tentang isi essay yang harus Cakka buat. Mulai dari dampak positif dan negatif dari clubbing, trus siapa aja pelakunya, kenapa clubbing itu bisa menjadi hal yang paling menyenangkan bagi anak muda, dan sebagainya lah. Tak terasa, Agni berceloteh sampai di depan kamar apartemennya.
“Udah, kayaknya segitu aja. Semoga bisa membantu.” Kata Agni, Cakka tersenyum.
“Sangat membantu!”
Agni tertawa tanpa suara, “jangan lupa, waktu lo cuma 2 hari loh.”
Cakka tersenyum, “entar malem juga udah kelar.”
“Biar lo bisa main sama temen-temen lo di malam minggu?” Tanya Agni menyelidik.
“Bukan, biar bisa di check sama lo.”
Agni tersenyum manis.
“Besok ada rencana pergi kemana gitu?” Tanya Cakka, Agni menggeleng, “gak ada tuh.”
“Pergi yuk, oke, it's a date!”
Agni menatap Cakka tak percaya, ia mengangguk saking senengnya.
“Okay, sampai ketemu besok ya.”
Agni tersenyum, lalu masuk kedalam apartemennya, ia melempar pandangan ke Cakka, lalu masuk kedalam apartemennya.
“Hey shilla! Today is a wonderful day, right?”
Shilla menatap Agni dengan tatapan aneh, “crazy girl.”
***
Restaurant itu tidak begitu ramai akan pengunjung. Mungkin banyak yang menghabiskan waktunya dengan clubbing atau menikmati indahnya kota Perth di malam hari. Agni dan Cakka duduk dimeja nomor 7, Agni hari itu tampak cantik (emang tiap hari cantik, yega AGZ? :p) Dengan dress pink, rambutnya dibiarkan saja terurai.
“Kok bisa ya, gue ada disini, sama elo?” Tanya Agni sambil menatap Cakka.
“Ya bisa lah, gue bisa ngajak siapa aja untuk jalan sama gue. Termasuk lo.” Jawab Cakka enteng.
“Enggak, maksud gue.. Ah, yaudahlah lupain.”
“Lo orang paling moody yang pernah gue kenal, tau. Lo bisa senyum, trus tiba-tiba marah. Lo bisa ketawa lepas, trus tiba-tiba lo nangis. Lo bisa kelihatan pinter, tapi bisa juga...” Ucapan Cakka kepotong karena pelototan Agni.
“Apa? Mau ngatain gue bodoh?”
“Bukan, lo bisa kelihatan pinter, terus tiba-tiba kelihatan lucu.”
“Hahahaha! Ups!” Agni menutup mulutnya sendiri, ia terlalu gembira dirayu Cakka seperti itu.
Seorang pengamen tua dengan gitar tuanya menghampiri meja mereka, lalu memainkan waktu yang cukup romantis. Agni tersenyum manis, lalu kembali mencomot kentang yang dibelinya. Dalam kondisi makan sama cowok pun, Agni gak pernah malu buat makan. Cakka, cari kesempatan untuk menggenggam tangan Agni. Agni awalnya sempet menghindar, tapi Cakka terus menggenggamnya, hingga Agni cuma bisa pasrah.
__
“Enak kan?” Tanya Cakka, Agni mengangguk.
“Ya, enak.” Jawab Agni polos. Cakka memutar badan Agni hingga Agni berhadapan dengannya.
“Agni, makasih ya. Gue seneng banget bisa pergi sama lo.” Ucapnya tulus. Agni tersenyum lalu mengangguk.
“Sama-sama!” Cakka tiba-tiba mengecup kening Agni. Agni cuma bisa melongo. Masih dalam keadaan shock, Cakka menarik lengan Agni untuk segera pulang. Karena malam sudah semakin larut.
***
Cafetaria PIHS hari itu sedang ramai, eits, bukan ramai karena pengunjung. Tapi karena kawan Cakka dan Shilla yang meramaikannya dengan lelucon mereka.
“Cakka, brp banyak gadis yang sudah menembakmu belakangan ini?” Tanya Shilla.
“Emm.. 5!” Jawab Cakka,
Shilla dkk tertawa, “oho, bullshit. Hahaha!”
Agni melihat Cakka yang sedang tertawa menghampiri lelaki itu, “Hai!!”
Semua diam, Shilla memandang Agni dengan tatapan merendahkan, sementara Cakka menatap Agni dengan tatapan ragu. Jawab Hai, apa engga ya? Eum....
“Oke, gue ralat. 7!” Ucap Cakka tanpa memperdulikan Agni yang menyapanya. Agni menunduk, lalu berlari meninggalkan Cakka dkk. Dia kecewa lagi dengan Cakka.
***
Gabriel menatap Agni yang masih menangis di bangku taman Perth Internasional Highschool. Ia menyodorkan segelas ice coffee untuk Agni.
“Minum dulu.” Ajak Gabriel, Agni menggeleng.
“Minum dong, ag. Dikit aja..” Agni tetap menggeleng, Gabriel menggeser duduknya sehingga tubuhnya menghadap ke Agni.
“Tadi si Cakka kenapa?” Tanya Gabriel, Agni tiba-tiba menangis terisak. Gabriel memeluknya penuh kasih sayang. Deg! Ada sebuah perasaan degdegan yang dirasakan Gabriel saat memeluk Agni. Perasaan nyaman dan ingin melindungi Agni.
“Lo kenapa? Lo bisa curhat sama gue, Ag.”
“Cak.. Kka.. Hiks.. Hiks.. Ud.. Dah.. Lupain aja.. Hiks..” Gabriel menyeka air mata Agni,
“Udah deh cup cup, gausah nangis lagi ya.”
Agni cuma mengangguk lemah.
***
Agni berjalan pulang menuju rumahnya, ia lebih memilih lewat taman kota daripada jalan yang biasa ia lewati. Dari arah berlawanan, sebuah mobil hitam melaju kencang tanpa kenal rem (?) Dan tak sengaja, Agni melihat siapa pengemudinya. Baru Agni ingin menyuruh mobil itu berhenti, mobil itu malah menabrak lampu jalanan.
“Cakka!” Teriak Agni panik, ia lansung menghampiri Cakka yang sudah keluar dari mobilnya yang ringsek.
“Cakka! Please bertahan, gue bakal cari pertolongan.”
Agni memapah Cakka sampai taman kota. Tubuh Cakka yang berat dan Cakka yang sudah tak kuat berjalan membuat Cakka terjatuh, Agni pun ikut tertimpa.
“Cakka, sadar!! Someone, please help!”
***
Cakka sudah tertidur di rumah sakit. Agni menunggu di sampingnya. Tangannya penuh darah.
“Ergghhh..” Cakka mendesah, Agni memegang tangan Cakka yang dingin. Mencoba mentransfer kehangatan dari pegangannya.
“Kalo lo cinta sama hidup lo, gak bakal ada waktu buat mikir kematian!” Bisik Agni ditelinga Cakka.
Brak!
Pintu kamar itu terbuka kasar. Kedua sahabatnya, Deva dan Ray, lansung masuk ke ruangan Cakka. Ia mendorong tubuh Agni agar menjauh dari Cakka.
“Cakka, lo gak papa? Kka, sadar!”
Agni menangis, lalu menghapus cepat air matanya. Ia menyampir tasnya lalu cepat-cepat keluar dari ruangan Cakka.
***

Shilla, Oik, Zevana, dan Debo berjalan panik mencari ruangan inap Cakka. Agni yang melihat Shilla lansung bersembunyi di koridor rumah sakit sebelah kanan. “Nomor berapa kamarnya Cakka tadi?” Tanya Shilla menatap kawan-kawannya.
“268!” Jawab Debo.Agni trus menatap Shilla, saat Shilla berjalan dihadapannya, Agni pura-pura galiat. Shilla sudah masuk ke dalam ruangan, dan lagi-lagi, bulir air mata Agni menetes.
“Hiks! Jangan nangis Ag, sabar. Sabar!”
__
“Oh my gods! Cakka! Apa yang terjadi?”
Ray menatap Shilla dkk, “Cakka nabrak lampu jalan, sampe mobilnya ringsek. Untung aja Cakka selamat.”
“Oh my gods, Cakka! Wake up please!” Lirih Shilla sambil trus mengguncang bahu Cakka. Tak lama setelah itu mata Cakka perlahan terbuka. Ia menatap satu persatu kawan-kawannya yang mengelilinginya. Ia tak melihat orang yang dicarinya.
“Errghh.. Agni... Agni...” Kawan-kawannya semua kaget mendengar desahan Cakka. Terlebih Shilla. Ia lansung menatap Cakka tak percaya.
“Ini aku, Shilla, Kka!”
Cakka menepis tangan Shilla, “agni mana?”
Yang lain menelan ludah, sementara Ray dan Deva berpandangan sebentar, “Dia udah pulang daritadi, setelah kami semua datang.”
Cakka membuang muka kecewa. Kenapa Agni tak menungguinya sampai ia sadar?
***
Agni mondar-mandir di depan Gabriel, sambil terus memandang ponselnya. Ia terus mondar-mandir, sampai akhirnya ia terduduk sendiri di sofa sebelah Gabriel duduk.
“Aduh, Gab. Gue sebenernya gak mau ninggalin dia, tapi ada temen-temennya.”
Gabriel mengelus punggung Agni, “sabar, ag. Cakka pasti baik-baik aja.”
Brak!
Pintu apartemen terbuka kasar, Agni dan Gabriel melihat gadis cantik muncul.
“Hey! What are you doing in my living room?” Bentak Shilla, Agni menatap Gabriel.
“Ya bertamu lah!” Balas Iyel tak kalah sengit.
“Huh? Please out from my room!” Ucap Shilla, Agni menatap Gabriel ga enak hati.
“Aduh, Gab. Kayaknya lo harus pulang deh. Soalnya udah malem, kan?” Ucap Agni, Gabriel mengangguk.
“Iya, lo gapapa Ag?” Tanya Gabriel meyakinkan, Agni mengangguk mantap.
“Gapapa.”
Gabriel tersenyum lalu berlalu. Agni menghela nafas, dan meninggalkan Shilla yang tengah duduk di sofanya. Tak lupa mengambil ponselnya dan menutup pintu kamarnya kasar.
***
“Jadi, kamu anak beasiswa ya? Gimana, enak gak tinggal di Perth?” Tanya seorang gadis yang memakai kupluk warna kuning, mereka sedang berbincang hangat di depan papan mading.
“Iya, enak sih. Kamu gimana? Kamu kan anak beasiswa juga.”
Gadis itu tersenyum, “iya. Enak kok. Kamu room-matenya Shilla ya?”
“Iya, kok kamu tau?” Tanya Agni, gadis tadi atau yang memiliki nama Sivia itu tersenyum.
“Tau dong. Kalo kamu diperlakuin kasar sama Shilla, kamu bisa pindah ke kamar aku. Aku sendiri. Room-mate aku udah pulang ke Jakarta.”
Agni tersenyum, lalu mengangguk, “iya. Entar aku pasti sering main ke kamarmu.”
“Kalo gitu, aku duluan ya, Ag. Bye.”Agni melambaikan tangannya, lalu melanjutkan perjalanan. Saat sedang berjalan menikmati udara pagi, tangannya ditarik seseorang.
“Agni.”
Agni menyipitkan matanya, “Lo manggil gue?”
“Engga, manggil tembok. Ya elo lah, siapa lagi.”
“Oh.” Jawab Agni singkat.
“Kok lo ga jagain gue pas dirumah sakit?” Tanya Cakka, Agni membuang mukanya. Sengaja menghindari kontak mata dengan Cakka.
“Kan ada temen-temen lo.”
“Tapi kan gue maunya lo.”Agni tetap diam.
“Tau gak siapa yang gue cariin pertama kali, pas gue sadar?” Cakka mencoba membuat tebakan buat Agni. Tapi lagi-lagi Agni menjawab dengan datar.
“Suster.”
“Bukan, Agni. Gue nyari elo. Karena lo yang udah nolongin gue pas kecelakaan.”
“Oh, gue gak sengaja lewat, trus ngeliat lo. Jadi gue tolongin.” Jawab Agni lagi.
“Eh, Ag. Lo kenapa sih? Sinis banget sama gue!”
“Tau deh, pikir aja sendiri.”Cakka memutar badan Agni agar matanya menatap kearahnya, tapi Agni tetap tak mau menatap ke matanya.
“Agni...”
“Gue duluan ya, bye!”
Cakka menatap kepergian Agni dengan pertanyaan besar di kepalanya. Agni kenapa lagi sih?
“Kenapa lo, bro?” Ray menepuk pundakny.
“Eh gapapa. Yuk cabut!”
***
“Okey Class, saya sudah selesai mengecek hasil essay kalian, dan yang membuat saya surprise, nilai tertinggi dipegang oleh... Cakka,”
Anak-anak di dalam kelas semua bertepuk tangan, kecuali Agni yang memandang Cakka dengan tatapan miris. Cakka lansung menatap Agni yang duduk dikursi belakang, tapi Agni malah membuang pandangannya ke jendela. Setetes bulir bening pun jatuh lagi dari mata Agni.
***
Agni sedang asyik membaca buku tebal di perpustakaan. Tiba-tiba, Cakka lansung duduk dikursinya, ia menarik lengan Agni yang berniat pergi.
“Tunggu, Ag! Duduk dulu.” Pinta Cakka, Agni mendengus. Lalu, menuruti kemauan Cakka tadi.
“Gue minta maaf sama lo atas semua kesalahan yang gue lakuin, baik sengaja maupun gak sengaja!” Kata Cakka, Agni meliriknya tajam.
“Contohnya?”
Cakka berfikir sejenak, “masalah di cafetaria kemaren. Lo nyapa gue, tapi gue malah nyuekin lo. Padahal lo kemaren habis bantuin gue bikin essay.”
“Alesannya?” Tanya Agni. Cakka terdiam. Agni tersenyum masam.
“Alasannya, karena lo lagi sama temen-temen lo kan? Lo malu kenal sama gue? Lo gak mau kan temen-temen lo tau kalo lo kenal sama gue? Alah, udah deh, Kka. Gue udah tau semua isi diotak lo.”
“Oke, gue ngajak lo pergi ke suatu tempat. It's a date!” Ajak Cakka, Agni melirik Cakka.
“Kayak pernah denger. Em, Thanks. No, thanks!” Agni pergi meninggalkan perpustakaan dengan air mata yang sudah menumpuk di pelupuk matanya. Di depan perpus, Agni gak sengaja nabrak seseorang.
“Ag, lo kok nangis?” Tanya Gabriel, Agni buru-buru menghapus air matanya.
“Gue gak nangis kok. Hhh.. Yaudah yuk, ke Cafetaria, gue laper!” Ajak Agni, Gabriel mengangguk, sambil merangkul Agni. Cakka, yang melihat kejadian itu mengepalkan tangannya erat-erat.
***
@ Cafetaria Perth Internasional Highschool.
Agni dan Gabriel sedang ngobrol tentang novel yang mereka baca kemaren. Asyik-asyiknya ngobrol, datang Cakka dengan tatapan tajam.
“Agni...” Panggilnya keras. Agni yang merasa namanya disebut lansung menatap Cakka sebal. Ia menarik sebuah kursi, dan berdiri di atasnya.
“Agni, I want you go to out with me!” Teriaknya kencang.
“Kka, lo apa-apaan sih? Turun gak lo! Malu gue!!” Teriak Agni sambil memegang tangan kanan Cakka.
“Gue gak akan turun sampe lo jawab 'iya'!”
“Kka, turun!!!” Pinta Agni.
“Perlu gue ulangin? Gue mau lo..”Agni menatap Cakka, ia nampaknya berfikir.
“Iya, gue mau.” Jawab Agni pelan. Cakka yang kegirangan lansung berteriak lagi.
“Apa Ag? Kurang kenceng deh”
Agni menarik napas dalam-dalam, lalu ia hembuskan perlahan, “Iya gue mau!”
Cakka turun dari kursi. Shilla? Dia panas dan pergi dari cafetaria itu. Gabriel? Gelas minuman yang tadi dipesannya jadi sasaran kemarahannya. Ia meremukkan gelas plastik itu, lalu melemparnya pelan.
“Duluan ya, Gab.” Pamit Agni sambil mengambil tasnya yang diletakkan di kursi sebelah Gabriel. Gabriel mengangguk ga ikhlas sambil tersenyum kecut.
***
“Ag, makasih ya udah mau nolongin gue waktu itu, padahal gue udah jahat sama elo.”
Agni tersenyum kecut, “lo kenapa sih harus kayak gitu? Lo takut sama temen-temen lo kalo mereka tau kita temenan? Lo malu? segitu penting yah status sosial buat lo? Kenapa sih status sosial itu begitu penting bgi mereka? Yang dipandang cuma apa merk bajunya, pake mobil apa, kaya apa engga. Pokoknya semua hal yang bisa dilihat, Padahal lo sama temen-temen lo yang ngaku berpikiran modern itu harusnya tau apa yang penting dari itu, yaitu hal yang gak terlihat, ini nih, otak dan hati manusia!” Jelas Agni panjang lebar, Cakka cuma tersenyum manis.
“Iya nona Agni yang cantik.”
“Harusnya gue yang nanya sama lo, lo hidup di jaman apa sih? Jaman majapahit ya? Dimana raja gaboleh bergaul dengan Rakyat?” Sindir Agni, cakka duduk di kursi taman itu.
“Ag, ag, udah dong. Stop sidang gue. Iya gue tau gue salah. Gue janji bakal berubah.”
“Janji sama diri lo sendiri lagi?”
Cakka mengangguk, “sama diri gue sendiri, sama lo, sama mobil gue, sama tempat ini, sama seluruh orang di perth!”
“Kita liat aja nanti.”
***
Cakka dan Agni duduk di lobby hotel sambil tertawa bareng. Agni menopang dagunya, memandangi wajah tampan Cakka.
“Haus, Ag?” Tanya Cakka, Agni mengangguk.
“Butuh minum?” Lagi-lagi Agni mengangguk. Cakka mengambil sesuatu di cafe hotel, lalu kembali dengan 2 kaleng minuman beralkohol. Agni menggeleng lemah.
“Gamau.”
Cakka menatap Agni heran, “alkoholnya cuma 5% kok, Agni.”
“Air putih gak ada?” Tanya Agni, Cakka tersenyum.
“Ada, perlu diambilin Nona manis?”
Agni tersenyum sambil mengangguk, Cakka kembali masuk ke cafe hotel, dan mengambil sebotol air mineral. Agni tersenyum.
“Air putih lebih bagus, Kka-_-”
“Iyadeh iya.”
“Em, gue kekamar dulu ya?”
Cakka mengangguk, “perlu gue anter?”
“Engga, mkasih.”
Agni hendak pergi ke kamar, tapi tangannya dicegat Cakka, “ag, thanks for today.”
“You're welcome”
***
“brak!”
Agni menutup pintu apartemen sambil tersenyum. Ia mengambil sebotol minuman dingin di kulkas, lalu menatap Shilla yang sedang duduk bete di sofa.
“Gimana kencannya?” Tanya Shilla sambil memandang layar TV didepannya.
“Siapa elo mau ngurusin gue? Kan lo sendiri yang buat peraturan gaboleh ngurusin orang. Urusin aja diri lo sendiri! Bawa pacar ganti-ganti trus!”
Plak!
Sebuah tamparan mendarat di pipi Kanan Agni. Agni menatap Shilla heran.
“Itu bukan urusan lo, bitch!”
“Kenapa sih? Gue kan juga pengen bahagia!”
Shilla menatap Agni sinis, “emang penting? Kalopun ngebuat lo bahagia dapet duit, gue gak bakal pernah mau buat lo bahagia!”Shilla mendorong tubuh Agni yang kurus ke sofa, lalu pergi meninggalkan Agni yang matanya sudah berkaca-kaca.
***
Tok.. Tok.. Tok..
Seorang gadis dengan kacamata di matanya membuka pintu, ia agak kaget melihat kondisi Agni yang tragis, matanya sembab akibat menangis, dengan koper super besar.
“Agni? Lo gapapa?” Tanya Sivia. Agni menggeleng.
“Gue gabisa lagi tinggal sama Shilla lagi.” Ucapnya lirih, Sivia memeluk Agni.
“Lo bisa tinggal sama gue, Ag. Yok, masuk. Anggep aja rumah sendiri.”
Agni tersenyum, “makasih ya, Vi..”
“Sama-sama, ag. Anggep aja rumah sendiri, okey?”
Agni mengangguk.
***
Cakka dan Agni hari itu sedang free. Makanya, mereka berdua memutuskan untuk berjalan-jalan di pertokoan Perth. Agni memandang lampu-lampu tidur yang cantik. Ia tertarik pada lampu tidur berdiri yang berpola jerapah.
“Gue pengen lampu tidur deh, soalnya di flat gue yang baru belum ada lampu tidur berdiri, eh..” Agni menutup mulutnya, secara tak sadar, ia memberi tahu kalau ia pindah flat. Dan Cakka, sudah pasti mendengar.
“Eh, apa katamu tadi? Pindah flat?” Tanya Cakka pada Agni. Agni buru-buru nyari alesan.
“em, pulang yuk Kka. Gue laper pengen makan,” kata Agni sambil buru-buru keluar dari toko. Cakka memandang lampu itu dari atas sampai bawah, lalu tersenyum manis.
***
Ting. Tong.. (Bunyi bel)
“Hey, Cakka. Why?”
“Agni mana?” Tanya Cakka, raut wajah Shilla berubah bete.
“I don't know, and I don't CARE!”
Blam!
Pintu ditutup keras oleh Shilla, Cakka mengambil handphonenya di saku celana, lalu memencet nomor yang sudah hapal diluar kepala.
“Hallo?” Sapa yang ditelpon, Cakka menyunggingkan senyum.
“Agni!!”
Yang di telpon lansung membelakkan matanya, “Hah? Cakka??!”
__
*tingtong* (bunyi bel mulu yak)
Agni menatap kamar Sivia yang masih gelap, artinya Sivia masih tidur. Agni pun mengambil alih membuka pintu.
“Loh? Apa ini?” Agni memandang sebuah lampu tidur persis seperti yang ditaksirnya. Ia menatap sekeliling, tapi tak ada orang. Lalu..
“Kesalahan lo, pertama.. Harus ditanya dulu baru kasih tau. Yang kedua, tinggal di flat kelas sederhana dan pintunya ga dikunci. Kalo ada orang jahat masuk gimana?”
Agni tersenyum manis, “pertama, kalo gue kasih tau, lo gak bakal inisiatif nyari flat baru gue kan? Yang kedua, kalo dikunci, lo ga bakal bisa ngasi gue surprise begini kan?”
Cakka tersenyum, Agni pun membalasnya.
***
Kelas Agni sedang sepi, maklum, ujian sedang dilaksanakan. Agni, seperti biasa mengerjakan soal dengan cepat dan teliti. Saat melihat soal essay, telponnya berdering. Tanda ada yang menelpon. Ia ragu antara mengangkat atau tidak. Kalau tidak diangkat, akan mengganggu konsentrasi yang lain. Tapi kalau diangkat, hmmm...
“Halo? Ya, Kka? Apa? Eum, gabisa. Gue lagi.. Apa? Darurat? Tapi gue lagi.. Ah. Iyaiya, gue ke sana sekarang!” Agni buru-buru memasukkan handphonenya ke tasnya, dan mengumpulkan kertas ulangannya. Ia bergegas menuju taman kota.
“Duh, Cakka kenapa lagi sih?”
Agni melihat Cakka yang tengah menunggu kehadiran dirinya, ia menepuk pundak Cakka yang sedang minum.
“Eh, Agni. Akhirnya lo dateng. Gini deh, gue kenalan sama cewe imut dari Jepang. Dan besok dia ulang tahun, makanya gue nyuruh lo kesini buat nemenin gue nyari kado buat dia.”
Agni merasa ulu hatinya sakit. Dadanya sesak. Air matanya sudah berkumpul minta dikeluarin.
“Cakka! Ternyata lo belum berubah! Lo masi egois!!” Teriak Agni. Cakka yang tak terima dibentak seperti itu menatap Agni garang.
“Apa lo bilang? Gue mau nyari kado buat orang lo bilang egois?”
Agni menarik nafas, “tadi tu gue rela ninggalin ujian gue karena lo tadi ngomong penting lah, darurat, emergency segala macem! Lo pikir gue...”
“Lo gak ngomong sama gue kalo lo..”
“Tapi lo gak ngasih gue kesempatan buat ngejelasin!!!” Bentak Agni. Cakka terdiam.“Gue bukan orang kaya kayak lo yang bisa keluar masuk kelas seenaknya. Bagi gue, pelajaran itu sangat penting! Hiks.. Harusnya gue gak nyelametin lo waktu kecelakaan!”
Agni berlari meninggalkan Cakka yang masih mencerna omongan Cakka. Bener, dia memang egois. Dia gak ngasih kesempatan Agni untuk ngejelasin dulu.
***
Suasana ruang biliard hari itu ramai karena ada birthday party seorang gadis imut. Cakka dengan gaya coolnya menyodok bola nomor 8 dan.. Tek. Masuk ke lubang.
“Woo! Cakka, gayalo keren man!” Cakka cuma tersenyum, sejujurnya ia tak menikmati acara ini karena pikirannya masih tertuju pada Agni. Pada omongannya kemaren. Pada isakannya kemaren.
“Cakka, kok lesu sih? Hari ini kan birthday party ku. Seharusnya kau bersenang-senang. Mau minum beer bersamaku, honey?” Tanya gadis itu atau yang bernama Oik.
Cakka tiba-tiba teringat Agni dan kejadian itu..
__
“Alcoholnya cuma 5% kok, Agni.”
“Air putih gak ada?”
__
“Sorry, dear. Bukannya aku tidak menikmati pestamu, tapi aku sedang mengalami pusing berat. Hmm, aku bukan peminum beer lagi. Jadi, minumlah sendiri.” Jawab Cakka sopan. Kawan-kawannya bersorak mendengar ucapan Cakka.
'Ag, gue kangen lo'
***
Agni tengah duduk di kursi taman Perth Internasional Highschool. Matanya lurus menatap jalanan. Ia teringat lagi akan kejadian saat Cakka menabrak lampu jalan. Senyumnya memudar lansung. Walaupun ia benci sama Cakka yang egois, tapi ia merasa perasaan rindu sama Cakka.
“Nih teh hijau buat lo, dan ini rotinya.” Gabriel menyodorkan se cup teh dan plastik berisi roti.
Agni tersenyum, “darimana lo tau?”
“Tau dong, hehe” ucap Gabriel sambil mengacak poni Agni.
Cakka yang tak sengaja melihat adegan itu membuka kacamata hitam yang dipakainya. Entah kenapa hatinya panas melihat kejadian itu.
***
Cakka duduk di taman kota, tempat dulu ia sering bermain bersama Agni. Semua kenangan itu beradu di kepala Cakka. Jujur, ia merindukan hangatnya senyum Agni. Nyamannya tawa Agni, dan lucunya muka Agni kalau lagi cemberut. Ia tersenyum miris. “Hey, boy.” Sapa seorang gadis. Cakka tersenyum. Ia tau siapa gadis ini. Gadis ini Ify, anak angkatan 12. Ia memang suka bermain bersama anak-anak. Dan kerjanya setiap hari mengunjungi anak-anak Perth yang sedang bermain bersama badut di taman.
“Hey, lagi ngapain?” Tanya Cakka. Ify tersenyum manis.
“Biasa, Kka. Ngumpulin suara anak kecil. Hehe. Temanya keren lo Kka. Apa arti cinta yang sesungguhnya. Jawabannya ngawur, tapi ada benernya juga. Mau ku bacain salah satu gak?
Love is when my mom loving my dad funny jokes. Love is when you start confused with your own feeling. (Sebenernya ada 1 lagi, tapi speeling nya susah kali x_x)”
Cakka teringat Agni. Lagi-lagi wajah Agni yang muncul di benaknya.
“Wow, bagus-bagus kata-katanya, fy.” Puji Cakka, Ify tersenyum.
“Oh ya? Artinya mereka perangkai kata yang bagus, bukan? Haha. Kalau begitu, Aku permisi dulu, see you later, boy!” Kata Ify, lalu beranjak pergi. Cakka tersenyum.
***
“Ag! Ag! Buka pintunya, Ag! Gue tau gue salah. Gue juga baru tau kalo angkatan lo ujian lebih dulu daripada angkatan gue. Ag, plis buka pintunya!! Gue mau ngomong..”
Seorang lelaki membuka pintu yang daritadi diketokin mulu sama Cakka. Yup, dia adalah Gabriel.
“Eh, lo ngapain disini? Agni mana?” Tanya Cakka pada Gabriel.
“Lah, lo ngapain disini?” Tanya Gabriel balik
“Oke, Gabriel. Bukan gue mau ngerebut Agni dari lo, tapi gue mau nyariin Agni, Agni mana?” Tanya Cakka sambil menatap Gabriel lekat-lekat.
“Oh, Agni? Agni balik ke Jakarta. Dia bete kali sama lo.”
Blam!
Pintu ditutup secara kasar lo Gabriel. Cakka memandang jamnya, dan lansung bergegas meninggalkan apartemen dan menuju bandara.
***
Bandara Perth Internasional Terminal (kalo gasalah namanya ini). Cakka lansung masuk ke dalam, dan melihat Agni sedang mendorong kopernya.
“Agni!” Panggil Cakka ketika Agni melihatnya juga.
“Cakka?”
Cakka lansung memeluk Agni erat-erat, “ag! Jangan tinggalin gue ya! Plis...”
Agni merenggangkan pelukan Cakka, lalu memanyunkan bibirnya, “lo tau yang ninggalin gue. Sering pulang dan pergi seenak jidat.”
Cakka menggenggam kedua pipi Agni, “denger ya, Ag. Denger gue. Gue janji. Bahkan gue bersumpah, gue akan berubah demi lo! Kalo gue ga bisa berubah, lo boleh pergi dari gue.”
“Gue percaya! Lo pasti berubah. Gue kasih kesempatan 1 kali lagi buat berubah. Eh, tapi yakin gue boleh pergi nih?” Tanya Agni sambil menaik-naikkan alisnya. Cakka tampak berpikir.
“Gak sih, hehe. Ag. Plis jangan tinggalin gue. Denger gue. Gue cinta, gue sayang sama lo!”
“Gue juga sayang, cinta sama lo. Jangan suka pulang pergi seenak jidat lo ya” ucap Agni, Cakka tersenyum manis.
“Berapa lama lo di Jakarta?” Tanya Cakka, Agni menaikkan alisnya, heran.
“Jakarta? Siapa yang mau ke Jakarta?” Tanya Agni heran. Cakka melepas pegangannya pada pipi Agni.
Agni tiba-tiba tertawa, “Pasti lo dikibulin sama Gabriel? Haha. Gue memang ke bandara bukan buat ke Jakarta. Tapi jemput Acha, sahabat gue dari Jakarta. Haha hahah”
“Uh, asem nih Gabriel. Gue dikibulin.” Cakka ngambek. Agni mencubit pipi cakka gemas.
“Tapi kalo Gabriel gak bohong sama lo, lo gak akan ngutarain perasaan lo ke gue kan? Dan lo gak akan bersumpah untuk berubah kan?”
“Enggak kok, gue emang mau ngutarain perasaan gue ke lo tadi. Tapi lo malah ke bandara. Tapi gapapa deh, biar kayak difilm-film, hehe” ucap Cakka, Agni tersenyum.
Seorang gadis cantik dengan seorang lelaki oriental face menghampiri mereka berdua. Cakka menyipitkan mata, seperti kenal dengan cowo itu.
“Alvin kan?” Tanya Cakka, cowo itu menatap Cakka.
“Cakka?”
“Oi, mas Bro! Apa kabar lo?” Tanya Cakka, ia memeluk kawan lamanya itu. Alvin menyalami Cakka.
“Baik, lo?” Tanya Alvin.
“Baik.”
Agni dan Acha berdehem.
“Eh, kenalin Kka, ini cewe gue, Acha.” Ucap Alvin, Acha tersenyum kearah Cakka.
“Kenalin juga, ini pacar gue, Agni.” Kata Cakka sambil merangkul Agni. Agni melirik Cakka heran.
“Oh, udah jadian?” Tanya Agni. Cakka melepas rangkulannya.
“Iya, iya. Ini pacar gue, Cha. Cakka.”
Acha menoel dagu Agni, “cie, Love In Perth yee:p”
Agni mengulum senyum, Cakka mengacak poni Agni.
“Uh, Cakkaaa!!!!!!” Cakka berlari ke luar bandara, sementara Agni mengejar. Acha lansung berteriak
“Eh, kita ditinggal nih?” Tanya Acha. Agni berhenti mengejar cakka.
“Hehe, Acha sayang. Ayuk, pulang.”
Mereka ber-4 berjalan berangkulan sambil tersenyum manis. Agni menatap Cakka, lalu tersenyum bahagia.

Ku kira benar, kau kira salah.
Kita berbeda, kita tak sama.
Tak pernah searah.

Ku bilang iya, kau bilang tidak.
Selalu begitu, tak pernah setuju.
Tak pernah menyatu.

Namun ternyata,
tak pernah kukira.
Disini kita memulai cerita.

Perbedaan jadi tidak berarti.
Karena hati telah memilih.
Dimataku kita berdua satu.
Apapun yang mengganggu.
Cinta, takkan salah.

(Gita Gutawa ft Derby - Cinta Takkan Salah)
***
The End.

Horeee \(´▽`)/
Hehe.
MAKASIH YANG UDAH NYEMPETIN WAKTU BACA CERITA INI :)
Oh ya, difilm asli sama disini, banyak bgt yang aku rubah =D Soalnya biar agak beda dong :p
Tau kan couple akhirnya siapa? Tetep CAGNI DONG!! :*

_PrasetvanyaCGL_ :p

Comments

  1. Halaaah ini so sweet pake banget
    u,u izin save ya Kak :)

    ReplyDelete

Post a Comment