Cinta (Tak Hanya Di Satu Hati) ♥ (The Short Story)

Ini hasil dari ngubek-ngubek file, udah lama kesimpen rapi. Walaupun udah di post di facebook sekalipun, tetep aja masih kurang pembaca-_- Here we go here we go:D baca ya baca yaaa! :) Maaf ya jelek -_- Abis lagi pengen cerita ‘dilema’ gitu. Hehe.
Lansung aja dibaca ^^V
***
Cinta.
...tak hanya di satu hati....
***
Sebuah perasaan yang melanda hati, kadang membuat bingung, resah, galau, senang, bahagia, salting, dan sebagainya. Rasa yang paling indah didunia, dan selalu datang tanpa diundang oleh sang pemilik hati.
Cinta
^^


Langit sore itu berwarna oranye kemerah-merahan. Matahari berada di tengah-tengah garis cakrawala. Artinya, sebentar lagi matahari selesai bertugas menerangi bumi. Gadis manis itu duduk di atas trampoline sambil memandang warna langit yang berubah menjadi biru kelam. Bintang-bintang satu persatu mulai menampakkan diri. ia menghela nafas, mencoba membuang seluruh beban yang ada dihatinya. 
Agni, nama gadis itu, tersenyum memandang titik-titik kecil yang mulai menghiasi langit malam hari itu. Agni merentangkan kedua tangannya, lalu tersenyum kecil. Ia menyukai bintang, walau hanya terlihat seperti titik-titik kecil.
“Agni! Masuk, noh makan malem.” Teriakan kakaknya menyuruhnya untuk masuk kedalam rumahnya. Ia pun memasuki ruang makan yang sudah dipenuhi dengan berbagai macam makanan.
“mau ada pesta apa sih?” Tanya Agni, Gabriel Cuma tersenyum kecil.
“gak ada.”
Agni menyernyitkan dahinya. Gak ada? Jadi untuk apa makanan-makanan ini? Mau dibagiin ke tetangga apa? Agni duduk di kursi sebelah Gabriel. Setiap malam, mereka selalu makan berdua. Mengingat orang tua mereka yang terlalu sibuk akan bisnis mereka. Agni mengambil beberapa sendok nasi dari rice cooker, lalu mengambil paha ayam kecap yang dimasak Gabriel. Lalu memakannya dalam diam. Gabriel nampaknya juga tak ingin membicarakan sesuatu.
“Oh ya, Kak,” Agni mulai memecahkan keheningan diantara mereka, “Besok aku gausah sekolah lagi ya? hehe.”
Gabriel menyunggingkan senyum manisnya, “Gaboleh, besok harus tetep sekolah cantik,”
“Ah, kakak mah gitu. Cape nih, gapapa ya??” Pinta Agni, Gabriel Cuma menyunggingkan senyum manisnya.
“Engga boleh.” Jawabnya singkat. Agni menggembungkan pipinya, lalu kembali menyantap makan malamnya. Tak berapa lama, Agni beranjak dari tempatnya makan, ia mengambil piring bekas makannya, lalu membawanya ke belakang. Setelah mencucinya, Agni kembali lagi ke meja makan. Ia meneguk lansung gelas yang berisi air dingin.
“duluan ya,” Pamit Agni. Gabriel menggangguk. Agni naik ke atas, menuju kamarnya. Kamar Agni memang dilantai atas. Gabriel tersenyum. ia tahu Agni pasti ngambek karena gak diperbolehkan untuk membolos.
“dasar anak manja,”
***
“Bete! Kenapa besok gak libur aja sih? gue bête sekolah! huh.” Gerutu Agni begitu ia sampai di kamarnya. Ia membanting tubuhnya di atas kasurnya yang dilapisi bad cover berwarna biru pekat bercorak bintang.
Drrrttt,, Drrttt,,
Agni menatap handphonenya yang bergetar. Tertera nama ‘Rio’ disana. Agni tersenyum kecil. Buru-buru diangkatnya telefon itu sebelum Rio ngambek dan ngga mau nelfon Agni lagi.
“Halo?” sapa Agni riang. Nampak Rio tersenyum di ujung sana.
“Halo juga.”
Agni tersenyum kecil, “kenapa, yo? Ada masalah apa tadi disekolah?” ya, Agni tadi gak masuk. Gara-gara dia harus nganterin kedua orang tuanya ke bandara pukul 9 pagi. Awalnya Agni nolak, tapi karena dijaminin sama Gabriel es krim ‘Chocorise Cappucino’ Agni lansung mau.
“Sekolah sepi tanpa lo. Si Cakka gak ada lawan berantem,” Lapor Rio. Agni mendengus begitu mendengar nama ‘Cakka’ di telinganya. Huh! Kenapa harus nama dia sih?
“Oh.” Gumam Agni, “terus?”
“Ada anak baru. Cewe. Namanya Ashilla. Duduk dibangku lo. Tapi, udah gue kasih tau kok siapa kawan sebangkunya besok. Gue bilang aja anaknya baik, asyik, lucu, tapi hati-hati ganas..” Agni manyun.
“Jelek lo, yo!” Tawa Rio meledak mendengar ucapan Agni. ingin rasanya ia merusak poni andalan Agni yang selalu menambah kemanisan wajahnya.
“Eh, jadi lo duduk sama Cakka ya, Yo?” Tanya Agni, Rio lansung ber-‘cie’.
“Cie, yang gak mau dipisahin sama Cakka..” Goda Rio. Secara sadar atau engga, pipi Agni bersemu padam mendengar godaan Rio.
“engga lah. Bagus lagi gue jauh-jauh dari Cakka Sutisna itu!” Gerutu Agni. terdengar tawa renyah Rio. Agni tersenyum mendengar suara tawa yang membuat hatinya tenang itu.
“eh, udah dulu deh, Ag. Gue dipanggil sama orang tua gue. disuruh makan. Bye, Agni.”
“bye.”
Tut. Sambungan telepon dimatikan oleh Rio. Agni meletakkan handphonenya di sebelah lampu tidurnya. Dia jadi penasaran sama wujud anak baru itu. Seperti apa ya? lebih cantik dari Agni gak ya? eh, emang kenapa kalo dia lebih cantik? Bagus dong! Jadi dia bisa dijodoh-jodohin sama Cakka. batin Agni. ia memeluk boneka berbentuk bintang tersenyum yang ada di sampingnya.
Agni menyukai bintang. Entah kenapa. Ia sangat menyukai bintang. Bintang selalu menerangi bumi dengan sinarnya sendiri. Walau kadang jika mendung, cahayanya tertutup oleh awan hitam, tapi Agni tetap menyukainya. berbeda dengan Rio yang sangat menyukai Bulan. Bagi Rio, bulan anggun dan indah. Cahaya bulan tak pernah menghilang biarpun awan hitam menutupinya.
“kok jadi mikirin Rio?” Tanya Agni heran. Ia tersenyum kecil. Lalu membaringkan tubuhnya di kasurnya. Ia merasakan ketenangan sendiri kalau mengingat kedua sahabatnya itu. Rio dan Cakka. eh, apaan nih bawa-bawa Cakka? Agni lansung manyun sendiri denger nama Cakka. udah ah, Agni lansung memejamkan matanya. Tak berapa lama, terdengar dengkuran halus. Pertanda Agni telah tidur.
***
Matahari mulai bersinar. Burung-burung bernyanyi kecil menyambut sinar hangat matahari yang siap menyinari dunia. Agni menghirup udara pagi yang segar. Ia sudah siap dengan pakaian SMA dan sepatu kets berwarna hitam yang sudah memudar menjadi abu-abu.
Drrrrttt,, drrrrttt..
Agni menatap handphonenya yang kini bergetar. Bukan nama ‘Rio’ yang tertera disana, melainkan ‘Cakka’. Agni menarik nafas sebelum mengangkat telepon dari rivalnya. Lalu memencet navigasi berwarna hijau.
“halo, kenapa?” Tanya Agni tanpa basa-basi. Tak ada jawaban dari seberang sana. Agni menaikkan alisnya, Cakka kenapa nih? Agni menatap layar BlackBerry nya. masih tersambung pada Cakka.
“halo, Kka?”
‘Tin.. Tin’
“Halo, Ag? Gue jemput ya? Gue udah didepan rumah nih!” Seru Cakka sambil cengengesan. Agni menatap ke bawah dan dilihatnya Cakka sudah melepas helm full face nya dan kini tengah cengengesan kearahnya. Kebiasaan! Batin Agni.
“yaudah, gue kebawah sekarang. Tunggu,”
Tut. Agni memasukkan handphonenya ke kantung seragamnya. Ia menyambar tas biru langit yang ada di atas meja belajarnya. Lalu mulai menulusuri anak tangga. Gabriel yang melihat adiknya terburu-buru menaikkan alisnya.
“sarapan dulu Ag?”
Agni menggeleng, “Cakka udah jemput. Gaenak sama dia nunggu lama.”
“ajak makan bareng aja,” Tawar Gabriel, Agni menggeleng lemah.
“gausah deh, kak. Udah telat nih. Duluan kak.” Agni berlari keluar rumah, lalu membuka pagar setinggi 2 meter yang membatasinya dengan Cakka. terlihat Cakka tengah duduk di caviga merahnya, dengan menenteng helm full face berwarna hitam kesayangannya. Agni tersenyum kecil.
“kemaren gak masuk, neng?”
Agni tersenyum, “iya. Kemaren gak ada lawan debat ya, mas? Haha,”
Cakka Cuma cengengesan mendengar ucapan Agni. ia menepuk-nepuk jok motor belakangnya. Agni menggangguk, lalu duduk di jok belakang motor Cakka.
“pegangan Ag,” suruh Cakka.
“heh?”
Ngeeng.. Cakka melajukan motornya dengan kecepatan ekstra. Agni yang hampir terhuyung kebelakang refleks memegang pinggang Cakka, ia melingkarkan tangannya di pinggang Cakka. sementara Cakka Cuma tersenyum manis.
***
SMA Indonesia Raya hari itu belum terlalu ramai dengan murid-murid. Membuat Agni, Cakka, Rio dan Shilla menyempatkan diri mengisi perut mereka di kantin. Kantin juga belum terlalu ramai.
“jadi lo pindahan dari Amerika? Wah, ketemu kembaran gue gak?” Tanya Cakka antusias dengan mulut penuh bakso.
“Kka, telen dulu..” Nasehat Agni, Cakka cengengesan lalu menelan bakso yang sudah hancur digigitnya.
“Kembaran kamu? Siapa?” Tanya Shilla polos. Agni yang sudah tahu jalan fikiran Cakka lansung menoyor Cakka. cakka cengengesan lagi.
“Justin Bieber, hehe.”
Kompak Rio dan Agni bersorak mendengar ucapan Cakka, sementara Shilla Cuma tersenyum kecil sambil menyedot es teh manis yang dipesannya.
“Yang namanya Cakka gausah digubris, Shill. Entar kamu malah ikutan stress kayak dia,” Ucap Agni yang disertakan dengan pelototan Cakka. Shilla tersenyum kecil.
“Iya,”
Cakka manyun, lalu kembali sibuk dengan baksonya. Sementara Agni dan Shilla sudah terlibat dengan perbincangan tentang perkembangan fashion di Amerika. Rio asyik dengan handphonenya. Tak memperdulikan sekitarnya.
“eh, pulang sekolah jalan yuk!” Ajak Cakka.
“kemana? Jangan ngajak ke rumah idaman lo ya, Pemakaman Umum,” Celetuk Rio, Cakka menoyor kepala Rio.
“enak aja. ehm, ke mal yuk. Sekalian ngajak Shilla jalan-jalan. Dia kan belum tahu sama mal Jakarta. Wkwk.”
“yaudin kalo gitu. Lo jemput gue ya, Kka!” Pinta Agni, Cakka mengancungkan jempolnya. Sementara Rio memandang Shilla yang juga tengah menatapnya. Shilla menunduk malu, sementara Rio Cuma tersenyum kecil.
‘dih, apaan sih itu dua orang senyum-senyum gitu.’ Batin Agni sambil menggigit pisang bakar yang dipesannya. Matanya masih menatap kedua insane yang sedang tersenyum gaje di hadapannya.
“Ehm, ehm, udah mau masuk nih, masuk kelas yuk.” Ajak Agni mencoba menghentikan aksi senyum-senyum gaje antara Rio dan Shilla. rio menatap Agni yang tengah asyik menyuruput es jeruknya. Lalu tersenyum.
‘akhirnya lo cemburu juga, Ag,’ Batin Rio sambil tersenyum memandang Agni. Agni yang merasa diperhatikan pura-pura memandang kearah lain agar Rio tak bisa melihat bahwa Agni tengah senyum-senyum sendiri.
“Yaudah yuk,” Ucap Cakka yang sudah menghabiskan baksonya. Agni menggangguk lalu berjalan berdua Shilla dibelakang Cakka dan Rio.
***
Agni duduk di teras rumahnya sambil memainkan kelinci putih yang dibelikan Cakka beberapa bulan lalu waktu Agni ulang tahun. Nama kelinci itu ‘Cagniyo’ yang artinya ‘Cakka Agni Rio’. Entah kenapa ada perasaan nyaman ketika ia menyentuh bulu-bulu lembut Cagniyo.
‘Tin.. Tin..’
Suara klakson motor mengagetkan Agni. ia menyimpan Cagniyo dalam kandang berwarna ungu, lalu meletakkannya di samping sofa depan. Ia berlari untuk membuka pagar, dan tersenyum melihat Cakka dengan kaos abu-abu, jaket hitam dan celana jeansnya. Sepertinya mereka kompakan, karena Agni juga memakai kaos abu-abu.
“Cie kita kayak pasangan abu-abu monyet ya, Ag. Tapi kamu monyetnya.” Celetuk Cakka, Agni mendaratkan sebuah jitakan ke ubun-ubun Cakka. cakka tersenyum. ia memakai helm full face yang tadi dilepasnya. Agni naik ke caviga merah Cakka. lalu brum.. brum..
***
“Yoo!! Lo dimana? Gue sama Cakka lagi di tambal ban nih. Motor Cakka bannya bocor. Asem memang!” Gerutu Agni. Cakka sendiri Cuma tersenyum masam mendengar Agni berbicara dengan Rio di telepon. Ya, Ban Motor Cakka tiba-tiba pecah dan mereka berdua terpaksa menunggu ban Cakka diganti. Ban dalamnya harus diperiksa dulu. Makanya agak lama. Mereka berdua tengah duduk di kios pinggir jalan. Hujan tengah asyik mengguyur bumi.
“Yah, kalo gitu dibatalin aja.” Sahut Rio di ujung sana. Cakka menggeleng, Agni tersenyum.
“jangan dong, yo. Entar lagi kita juga sampe sana kok. Sabar ya, lo kalau mau jalan-jalan dulu gapapa.”
“Oke, hati-hati ya, Ag, Kka.”
Agni menggangguk, lalu memutuskan sambungan telepon. Ia duduk disebelah Cakka yang sedang asyik makan pop mie. Katanya ujan-ujan enaknya makan indomie. Agni Cuma geleng-geleng kepala melihat Cakka makan belepotan. Ia mengeluarkan tisu dari tas kecilnya, lalu mengelap ujung bibir Cakka.
“laper banget, gamakan berapa tahun sih?” Tanya Agni, Cakka terus menatap tangan Agni yang membersihkan ujung bibirnya, lalu dagunya yang dipenuhi dengan bekas kuah pop mie.
“makan kok kayak anak TK, sih Kka.” Agni terus menggumam tak jelas. Cakka Cuma tersenyum. jantungnya bekerja lebih cepat dari biasanya. Wah, gue kena serangan jantung abis sini. Batin Cakka.
“udah, makan tuh yang rapi ngapa.” Agni membuang bekas tisu yang dipakainya untuk mengelap mulut Cakka ke dalam tong sampah di sebelahnya.
“hehe, mau coba, Ag?” Tanya Cakka, ia membulatkan mie yang panjang itu di garpunya, lalu menyodorkannya pada Agni.
“engga deh, Kka. Makasih ya,” Agni mencoba tersenyum. cakka manyun.
“makan atau gue gak anter balik,” Paksa Cakka, Agni menggangguk lalu melebarkan mulutnya.
“aa’ Agni. aamm.. enak gak?” Tanya Cakka, Agni mengunyah mie tersebut sambil mangut-mangut. Cakka tersenyum melihat Agni menggangguk.
“sekali lagi, Ag!!” Cakka menyuruh Agni membuka mulutnya, lalu memasukkan buletan mie tadi ke mulut Agni. agni tersenyum lalu mengunyah mie yang masih panas. gak ditiup apa sama Cakka.
“Ag, lo kenapa?” Tanya Agni begitu melihat Agni menahan sesuatu.
“Nanas,” Jawab Agni tak jelas.
“nanas? Buat apa? Lo mau ngerujak?” Tanya Cakka heran, Agni menggeleng.
‘Glek’
“Panas Cakka. Lo kira-kira kalo mau nyuapin guee!” Gerutu Agni. Cakka cengengesan. Hujan semakin lama semakin deras. Plastik di kios yang ada diatas kepala mereka sedikit demi sedikit meneteskan air hujan. Dan naasnya, tepat diatas kepala Agni.
“basah..” Keluh Agni. ia melindungi kepalanya dengan tangan mungilnya. Cakka yang baru selesai makan melihat Agni melindungi air hujan dengan tangannya tersenyum. ia melepas jaket hitamnya, lalu disampirkannya ke tubuh mungil Agni. Ia menyatukan kedua tangannya, lalu meletakkan kedua tangannya di atas kepala Agni.
“ngapain Kka?” Tanya Agni.
“ngerujak,” jawab Cakka santai. Agni manyun.
“Jelek lo, Kka.”
“hehe,” Cakka cengengesan.
“mas, motornya sudah selesai,” ucap salah satu montir di tambal ban pinggir jalan. Cakka beranjak dari duduknya, lalu menyuruh Agni menggeser duduknya ketempatnya duduk tadi agar tak basah.
Agni bisa merasakan pipinya merah sekarang. Sifat manis Cakka tadilah yang membuatnya tersenyum gaje seperti ini. Cakka datang sambil tersenyum.
“Masih ujan, Ag.” Cakka berdiri di sebelah Agni. agni mendengus.
“nanti kalo Rio nunggu lama gimana?” Tanya Agni khawatir. Wajah Cakka berubah kecewa mendengar ucapan Agni. ia menghela nafas, lalu memberikan helm full face nya ke Agni.
“kita terobos aja. lo pake jaket gue. tenang, jaket gue pasti bisa ngelindungin lo dari hujan. Dan.. lo pake helm gue. biar lo gak sakit.” Suruh Cakka, nada bicaranya dingin.
“Lo pake apa dong, Kka?” Tanya Agni, Cakka memaksa senyum.
“gue udah biasa.”
Agni tersenyum, Cakka menerobos hujan lebat yang membasahi tubuh gembulnya itu. Agni memakai helm full face itu, lalu naik ke atas motor Cakka. sebelumnya, ia mengelap sisa air yang membasahi jok motor Cakka.
Nggeeenggg..
‘Gue rela sakit. Demi ngeliat kebahagiaan lo, Ag,’ Batin Cakka perih.
***
Rasa perih yang menusuk hati. Tapi sakit itu terobati begitu melihat senyummu. Bila kebahagianmu adalah dia, maka aku akan menerimanya. Walau aku harus..
Berkorban Untukmu
^^
Agni mengajak Cakka menunggu di dalam Starbucks. Rio menjanjikan untuk menemui mereka di Starbucks, katanya dia sedang di Sixty One, mencari kaos untuk Cakka yang basah kuyup. Ya, Cakka basah kuyup begitu sampai di Mal itu. Agni merasa gak enak sama Cakka, makanya dia meminjam jaket Rio untuk menutupi basahnya baju Cakka. Untung jeans Cakka warna hitam, jadi tidak terlalu kelihatan kalau basah.
Keheningan menyelimuti mereka berdua. Hanya terdengar deru nafas Cakka yang sesekali menghela nafas. Agni memandang orang-orang yang sedang berdiri menunggu hujan reda melalui jendela. Kadang senyum tersungging di bibirnya begitu orang yang lewat dihadapannya melempar senyum.
“Liat apa, Ag?” Tanya Cakka mencoba mengoyak kesunyian di antara mereka.
“Orang yang lalu-lalang. Asyik aja,” Jawab Agni seadanya. Cakka tersenyum, lalu menghela nafas lagi.
“Lo suka ya sama Rio?” Tanya Cakka agak hati-hati. Agni menatap Cakka yang tengah menatapnya. Ada sirat kasih sayang disana. Agni tersenyum.
“engga tau. Kayaknya iya. Gue sayang sama dia. Lebih dari sahabat,” Ucap Agni dengan nada riang yang tak bisa ditutupi. Cakka tersenyum.
“ecie si monyet udah bisa suka-sukaan,” Goda Cakka menyembunyikan rasa perihnya. Agni melempar tisu yang dipakainya untuk menghapus sisa kopi yang menempel di bibirnya.
“bête! Dasar Cakka Sutisna!”
Cakka tersenyum kecil. Lagi-lagi, hening menyelimuti mereka berdua. Tak ada yang mengucapkan sepatah katapun setelah Agni mengejek Cakka. hanya terdengar rintik-rintik hujan yang bersentuhan dengan genteng mal.
“Hai, sorry lama nunggu.” Ucap Shilla begitu melihat kedua sahabat barunya itu duduk termenung sambil menatap jendela.
“eh, gapapa Shill. Dapet gak baju untuk si Cakka? soalnya badannya gede banget. Jadi susah ya dapetinnya. Hehe,” Celetuk Agni yang membuat Cakka mengerucutkan bibirnya.
“yaudah yuk, Kka. Ganti baju. Jaket gue kasian lama-lama bareng elo. Wkwk” Rio menarik tangan Cakka ke toilet, lalu Shilla duduk didepan Agni.
“Ag, Agni. gue.. boleh cerita engga?” Tanya Shilla, ia menggigit bibir bawahnya.
“Apa, Shilla?”
Shilla menelan ludah, lalu tersenyum kecil,  “menurutmu, Rio itu gimana?” Tanya Shilla. agni memutar bola matanya, lalu menyunggingkan senyumnya.
“baik, lucu, perhatian, emang kenapa, Shill?”
Shilla menampakkan wajah kecewa, lalu tersenyum, “Nanya aja kok, Oh ya, kamu suka ya sama Rio?”
Persis pertanyaan Cakka. gumam Agni dalam hati. Ia menggeleng sambil tersenyum. shilla menghela nafas kecil.
“oh. Jadi? kamu suka Cakka?” Tanya Shilla, Agni menggeleng cepat.
“ih, suka sama Cakka Sutisna! Engga Shill. Kalo lo mau ambil aja.” Seru Agni. shilla tersenyum kecil.
“engga, aku juga gak suka kok sama Cakka,”
Agni tersenyum kecil. Apa bener gue suka sama Rio? Tapi kenapa.. gue gak pernah ngerasa deg-degan setiap dia lewat dan deket di hadapan gue? apa gue Cuma kagum? Ah entahlah. Batin Agni.
***
“Kok bisa basah gitu sih, Kka?” Tanya Rio begitu Cakka keluar dengan kaos merah yang dibelikan Rio. Agak longgar.
“Jaket gue gue kasihin ke Agni,” Jawab Cakka santai. Rio membasuh wajahnya dengan air. Lalu tersenyum.
“lo suka sama dia, Kka?” Tanya Rio, Cakka menggidikkan bahunya, “Kalo suka bilang aja, Kka. Gue support elo!”
Cakka menaikkan alisnya, “Lo gapapa, bro?”
“haha, gue nganggep Agni Cuma sebagai sahabat, Kka. Oh ya, menurut lo Shilla cocok gak sama gue?” Tanya Rio sambil menaik-naikkan alisnya. Cakka tersenyum sumringah, lalu menepuk pundak Rio histeris.
“makasih, Yo! Makasih!! Cocok banget!! Anang-Ashanty aja kalah!!” Ucap Cakka histeris. Rio tersenyum melihat cowo di hadapannya ini.
“yaampun, Kka. Lebay banget. Yaudah yuk, kesana, entar gadis-gadis kita menunggu terlalu lama.. terlalu lamaaaa..” Rio menutup pembicaraan denga sebuah lagu Vierra-_-
“Cie, Vierrania. Kemaren bukannya Kangen Lovers?”
‘Pletak’
Satu jitakan mendarat di kepala Cakka.
***
Sudah lebih dua bulan Shilla bersekolah disitu. Sudah lebih dua bulan juga Shilla menjadi bagian dari CaGniYo. Mereka berempat Nampak akur dan harmonis.Agni dan Rio makin sering jalan bareng. Sementara Cakka makan hati ngeliatnya. Shilla kadang-kadang suka cemburu ngeliat kedekatan Rio dan Agni. tapi dia sadar, Agni dan Rio memang sahabatan sejak ia belum berada disana.
“eh, pada mau pesen apa? Biar gue yang pesenin,” Ucap Agni sambil menatap ketiga sahabatnya yang sudah duduk di meja pojok.
“gue mie ayam ya, Ag. Sama es teh manis!” Seru Cakka riang. Agni mencibir lalu menggangguk.
“gue bakso aja, sama es jeruk,” Ucap Rio,
“aku samain sama Rio aja ya, Ag,” Pinta Shilla. Agni menggangguk. Ia berlari ke arah kios mie ayam dan bakso. Lalu ke kios minuman. Rio tersenyum melihatnya.
“lucu banget kalo Agni lagi lari,” gumamnya tanpa sadar. Cakka dan Shilla menatap Rio bersamaan.
“lucu?” Tanya Cakka, mengulang ucapan Rio.
“eh, siapa yang lucu?” Tanya Rio salting. Cakka dan Shilla mendengus kesal lalu membuang muka. Membuat Rio makin heran.
“siapa sih yang lucu?” Tanya Rio.
“nenek moyang lo yang lucu!” Gerutu Cakka, ia memainkan botol saos yang ada di dekatnya. Sementara Rio Cuma mendengus mendengar ucapan Cakka.
“makanan dataaangg. Eh, Kka. Bantuin gue bawain minumannya dong. berat.” Pinta Agni, Cakka mendengus.
“ambil aja sendiri.”
Agni manyun, “Yo.. bantu gue. Cakka jahat!” Rio menggangguk, ia mengambil nampan yang ada di tangan Agni. tak sengaja tangan Rio menyentuh telapak tangan Agni. mereka berpandangan sebentar, lalu Agni tersenyum.
“makasih, yo,”
“iya, noprob Ag,”
Sementara di meja, Cakka dan Shilla sudah panas melihat kejadian itu. Mereka pura-pura menyibukkan diri. agni sendiri heran melihat kelakuan sahabatnya itu.
“pada kenapa sih?” Tanya Agni.
“tau deh gelep.” Ucap Cakka ketus. Shilla tersenyum kecut.
“gapapa, Ag, eh, mana bakso aku?” Tanya Shilla, Rio memberikan mangkok berisi bakso yang kebetulan ada dihadapannya.
“ini princess,” ucap Rio. Mendengar Rio memanggil Shilla ‘princess’, Shilla lansung tersenyum. sementara Agni manyun kecil.
“Mie ayam gue, Ag?” Tanya Cakka ketus. Agni membanting piring yang ada di hadapannya.
“noh, mie ayam lo.” Ucap Agni malas. Cakka ikut males-malesan.
“makasih,”
“ya,”
Mereka makan dalam diam. Sesekali Rio melempar senyum kearah Shilla. Sementara Agni sudah panas begitu melihat adegan YoShill.
“eh, gue tiba-tiba mules. Gue ke toilet bentar ya,” Pamit Agni. Rio dan Shilla menggangguk. Cakka dapat menangkap selaput bening yang menetes di pipi Agni. ia pura-pura meraba kantongnya.
“eh, yo. HP gue di lo ya?” Tanya Cakka pura-pura lupa. Padahal dia tau kalau HP nya sengaja ditinggal dalam tas.
“engga, emang kenapa?” Tanya Rio. Cakka memasang tampang khawatir.
“huaaa. Gemini Cakka ilang! Gue kekelas dulu ya. gue gak bisa hidup tanpa Gemini gueee!!”
Cakka berlari tunggang langgang ke luar kantin. Sementara Rio Cuma tersenyum kecil melihat Cakka histeris begitu. Shilla mengangkat alisnya.
“Cakka suka lebay kalo hapenya tinggal dikelas. Dan dia nyebut hapenya dengan sebutan ‘Gemini’ karena dia pake BlackBerry Gemini.” Jelas Rio. Shilla menggangguk mengerti.
***
“Hiks.. hikss..”
“nangis mulu si monyet, kapan sih lo senyumnya?” tegur seseorang di belakang Agni. agni melirik kebelakang, dan melihat seorang lelaki menatapnya dengan tatapan jahil. Agni buru-buru menghapus air matanya dan mencoba tersenyum.
“siapa yang nangis?” Tanya Agni, Cakka duduk disamping Agni, dan mengarahkan kepala Agni ke pundaknya.
“kalo mau nangis..” Cakka menepuk pundaknya dengan tangan kirinya yang bebas, “pundak gue sedia nampung lo kok, Ag..”
Agni menatap Cakka, lalu menangis sejadi-jadinya di pundak Cakka. cakka mengelus rambut Agni pelan. Lalu menghapus air mata Agni.
“udah, gausah nangis ya. Udah jelek makin jelek lo, Ag..” Ejek Cakka, membuat Agni mencubit lengan Cakka pelan.
“makasih ya, Kka.” Lirih Agni. cakka mengacak rambut Agni pelan.
“yuk, kekantin lagi..”
Agni tersenyum, lalu menghela nafas kecil.
“Kkaaa!!”
Brak!
Tubuh gembul Cakka itu telah tergeletak tak berdaya di depan Agni. Agni lansung berjongkok di samping Cakka, dan meletakkan telapak tangannya ke kening Cakka.
“panas banget,” Gumam Agni. Agni buru-buru mengambil handphone di kantongnya, dan menelpon Rio yang sekarang sedang berada di kantin.
Tut.. tut.. tut..
“Halo, Ni? Kenapa?” Tanya Rio, Agni menghela nafas sejenak.
“Cakka pingsan nih. Di taman belakang. Gue butuh elo dan kawan cowo lo buat ngangkat Cakka. berat nih,”
Rio Nampak panic, ia buru-buru bergegas dari kursi kantin, dan berbicara dengan beberapa temannya di sana, Agni diam. Ia terus memandang wajah polos Cakka, “Ag?”
“eh, iya yo? Kenapa?”
“gue kesana ya?”
“hmm” Tut.
Telefon dimatikan oleh Agni. kenapa Cakka bisa tiba-tiba pingsan? Apa gara-gara kehujanan kemaren? Perasaan bersalah menghantui Agni. ia meremas tangannya yang dingin. Tak berapa lama, Rio, Ray, Deva, Alvin dan Rizky datang ke tempat kejadian. Mereka menggotong tubuh Cakka dengan muka menahan sesuatu.
“buset dah, berat amet si Cakka. patah tulang gue ngangkat dia.” Komen Ray, membuat Deva lansung ngejitak ubun-ubunnya.
“bawel lu, udah sekarang kita angkat Cakka ke UKS,”
Agni menghentikan mereka, “jangan ke UKS!”
Semua menatap Agni heran. Agni menggigit bibir bawahnya, “bawa ke mobil siapa kek yang bawa mobil. Biar gue yang ngerawat Cakka di rumahnya. Kayaknya Cakka demam.”
Rio menampakkan senyum kecilnya, “Dev, lo bawa mobil kan?”
“itu bukan mobil gue. ngimpi dah gue bawa mobil. Andai.. Deva punya mobil..” Senandung Deva, membuat semua orang melotot ke arahnya, ia cengengesan, “Itu mobil Ray.”
“Yaudah Ray, Dev, lo anterin Cakka sama Agni ke mobil. Shilla, lo ambil tas Cakka sama Agni. terus gue, Rizky, Alvin ngelapor ke meja piket. Oke?” Rio membagi tugas. Semua menggangguk seolah setuju dengan usul Rio.
“eh, eh, tunggu!!” Cegat Ray, semua memandang Ray garang. Seolah mengatakan ‘buruan-si-Cakka-berat-tau’. Ray cengengesan, “masa gue sama Deva ngangkat Cakka berdua? Kan berat, kalian enak-enakan ke meja piket!”
“YAAMPUN RAY! KITA GOTONG CAKKA KE MOBIL LO DULU! BARU KITA KE MEJA PIKET!!” Teriak Rizky tepat di telinga Ray. ray mangut-mangut sambil cengengesan.
“aduh..”
Semua menatap ke arah Cakka yang sedang memegang kepalanya. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya. Satu persatu mulai menurunkan tanganya dari tubuh Cakka, sementara Rio dan Alvin merangkul Cakka agar tidak pingsan lagi. Cakka memandang kesekitar, begitu menatap Agni yang sedang menunduk, ia tersenyum.
“kalian ngapain disini?” Tanya Cakka dengan nada alay.
“nolongin elo yang pingsan,” jawab Ray. cakka memincingkan matanya,
“pingsan? Siapa yang pingsan?” cakka menggaruk kepalanya yang tak gatal.
“badan lo panas, Kka. Mending sekarang kita pulang ya. gue temenin.” Agni membuka suara. Cakka memandang Agni dengan tatapan berbinar, lalu menggangguk-nggangguk bak anak kecil.
“yee, mau lo, Kka itu.” Toyor Alvin. Cakka senyum gaje.
“yaudah, lo bisa jalan sendiri kan? Kita mau ke meja piket dulu. Shill, lo gak sekalian bareng kita aja? lo mau ke kelas kan?”
Shilla menggangguk, lalu mengekor Rio, Alvin dan Rizky yang sudah berjalan mendahuluinya. Agni membopong Cakka yang nampaknya masih lemas.
“woy, duo boncel. Bantu gue ngangkat Cakka Sutisna!” Teriak Agni begitu melihat kedua sahabatnya itu asyik ngobrol berdua.
“ehehehe, iya Ag,”
***
Agni menyuruh Deva dan Ray membopong Cakka sampai kamarnya. Sementara ia hanya mengekor dari belakang. Cakka Cuma senyum gaje ngeliat dua kawannya ini menggerutu tak jelas tentang badannya yang gendut lah, besar lah, berat lah, dsb.
“Fyuuh. Sampe noh, Kka. Perlu dikelonin juga?” Tanya Deva, Cakka menggeleng cepat.
“mending dikelonin sama Agni daripada sama lo,”
Tuing.
Satu toyoran mendarat di kepala Cakka. cakka cengengesan begitu melihat Agni memandangnya sangar.
“yaudah, kita pulang dulu ya, Ag, Kka. Eh kita mau pulang apa mau balik kesekolah nih, Dev?” Tanya Ray, Deva menaik-naikkan alisnya. Ray nampaknya tau, ia ikut menaik-naikkan alisnya.
“oke, kita pulang dulu ya, sugeng siang(?)” Pamit Deva. Ray tersenyum lalu merangkul sohib sehidup sematinya itu.
Cakka dan Agni Cuma geleng-geleng ngeliat kelakuan dua ‘boncel’ itu. Mereka berpadangan, lalu saling menunduk. Keheningan menyelimuti kedua bocah ini.
“lo ganti baju dulu deh, Kka. Gue mau nyiapin air jeruk nipis sama kompresan. Bi Arba ada di bawah kan?” Cakka menggangguk. Agni tersenyum. ia meletakkan tasnya di meja belajar Cakka, lalu bergegas turun kebawah. Cakka sendiri tersenyum. agni masih perhatian padanya.
***
“Bi Arba!” Sapa Agni riang begitu melihat perempuan berusia sekitar 40-an sedang menyapu lantai dapur. Bi Arba tersenyum begitu melihat gadis manis yang dulu rutin datang ke kediaman Nuraga.
“eh, neng Agni, lama gak main kesini. Apa kabar? Makin cantik aja,” Puji Bi Arba yang membuat Agni tertawa kecil.
“emang berapa lama aku gamain kerumah Cakka ya?” Tanya Agni pada dirinya sendiri.
“udah lama banget neng. Kadang den Cakka suka ngeluh sendiri. Katanya Agni jarang kesini.” Agni mangut-mangut.
“oh ya, Bi. Ada jeruk nipis sama baskom dua gak? Sekalian handuknya dua.”
“ada neng. Buat apaan?” Tanya Bi Arba. Ia meletakkan sapu di ujung pintu, lalu mengambil beberapa jeruk nipis di kulkas.
“si Cakka badannya panas. kemaren ujan-ujanan gitu,”
“neng, bibi mau cerita sama neng. Tapi.. neng jangan kasih tau siapa-siapa ya soalnya bibi udah janji sama den Cakka.”
Agni menaikkan alisnya, lalu menatap Bi Arba, “apa?”
“mending neng temuin mas Cakka dulu. Nanti kalau udah selesai bi Arba kasih tau,”
Agni menggangguk. Lalu membawa dua baskom kecil yang berisi air dingin dan satu lagi air perasan jeruk nipis.
***
“Kka?”
Agni kaget begitu melihat kamar Cakka kosong. agni meletakkan ember berisi dua baskom kecil itu di atas meja belajar. ia melihat seragam Cakka yang sudah diletakkan di keranjang sebelah tempat tidurnya. Jadi, Cakka dimana?
“Kka? Lo dimana?” Tanya Agni lagi.
Sssshhh..
Terdengar suara pancuran air dari kamar mandi. Agni bernafas lega. Ia menyiapkan kompresan untuk Cakka. tak berapa lama, Cakka keluar dengan wajah basah dan matanya yang merah.
“Kka? Lo baik-baik aja kan?” Tanya Agni meyakinkan, Cakka menggangguk kecil. Agni tersenyum, lalu menepuk-nepuk tempat tidur Cakka, menyuruhnya berbaring.
“buka baju deh sekarang,” suruh Agni, Cakka melongo. Membuat Agni menatapnya sangar. Dalam keadaan sakit masih aja otaknya napsu. Dasar.
“omes! Gue mau ngompresin ini ke badan lo! Buruan!!” Suruh Agni, “lagian gue gak napsu sama lo,”
Cakka nyengir, ia membuka kaos berwarna hijau yang sedaritadi menutupi badannya. Agni memandang perbedaan tubuh Cakka. kok jadi lebih kurus ya? Diet ya?
“Eh, tidur tengkurep. Buruan!” Suruh Agni lagi. Cakka menggangguk lalu tidur dengan gaya tengkurep di kasurnya. Tak berapa lama, ia merasakan dinginnya handuk menjalar keseluruh tubuhnya. Dingin, tapi seger.
“apaan tu, Ag?” Tanya Cakka penasaran, Agni tersenyum.
“air peresan jeruk nipis,”
“apa? Julia peres?” Tanya Cakka, Agni menoyor Cakka. lagi sakit masih aja otaknya ilang. Cakka terkekeh sambil mengancungkan jari telunjuk dan tengahnya. Agni mendengus.
“udah, udah, sekarang diem aja. ini gunanya buat nurunin panas di badan lo. Makanya tiap pelajaran IPA jangan tweetingan mulu.” Gerutu Agni, Cakka nyengir kuda. Tau aja.
“udah, sekarang pake baju lo.” Perintah Agni, cakka menggangguk lalu beranjak dari kasurnya. Agni menimpa baskom perasan jeruk nipis yang kosong dengan baskom berisi air dingin.
“sekarang telentang deh, Kka.”
“hah? Telen tank? Mati dong gue, Ag. Ah, parah banget sih, Nyet!” Gerutu Cakka, Agni melempar Cakka dengan handuk bekas kompresan tadi. Plok! Tepat mengenai muka Cakka. cakka manyun.
“maksud gue tidur telentang Cakka Sutisna. Bego banget sih. malu ah punya sahabat kayak lo!” Cakka nyengir. Dia tidur telentang. Lalu memejamkan matanya. Rasanya seger banget. Apalagi Agni yang jadi susternya. Ngerasa kayak disurga dah..
“Katanya udah biasa, tapi masih aja sakit. Dasar. Eh, lo laper?” Tanya Agni, ia meletakkan handuk yang sudah dicelup di air dingin di jidat Cakka. cakka menggangguk.
“kalo gitu, gue kebawah dulu ya. ngambil makanan. Lo mau makan dulu apa mau tidur?”
“tidur aja deh, Ag. Gue ngantuk nih, hehe. Gapapa kan?”
Agni menggangguk. Ia lalu membawa baskom dan handuk yang dipakainya untuk mengompres Cakka keluar kamar. Setelah kepergian Agni, Cakka mengeluh.
“kalo misalnya dia tau, dia bakalan jauhin gue gak ya?”
***
Agni kini duduk di depan Bi Arba yang tengah menunduk. Mungkin mencari kekuatan untuk berterus terang pada Agni. agni sendiri memainkan bibir gelas teh yang diminumnya. Belom ada yang bersuara sedikitpun.
“sebenernya..” Bi Arba membuka suara, Agni mendongak.
“bibi juga gak tau pasti. Tapi, belakangan ini, bibi suka nemuin tisu isi darah di toilet den Cakka. terus, kadang-kadang den Cakka suka pingsan-pingsan gitu. Gak pasti lah. Den Cakka suka teriak-teriak histeris di kamar. Makanya, bibi takut kalo udah malem ada diatas,” jelas bi Arba. Agni menggangguk.
“lalu?”
Bi Arba menggeleng lemah. Agni tersenyum kecil, “biar Agni yang cari tau sendiri nanti..”
“Tapi jangan bilang bibi yang cerita ya, neng,”
Agni menggangguk.
“bi, Agni pulang dulu ya, kalau Cakka bangun, bilang aja Agni ada keperluan sama kak Gabriel.” Pamit Agni, Bi Arba menggangguk.
Agni menaiki satu persatu tangga di rumah Cakka, lalu berhenti pada pintu kamar yang sudah sering dimasukinya. Ia memutar knop pintu, dan mengambil tasnya di meja belajar Cakka. cakka sudah tertidur. Agni menghela nafas. Dengan gerakan cepat, ia menutup kembali pintu kamar Cakka.
***
Sudah dua minggu setelah kejadian Cakka pingsan dan pengakuan Bi Arba tentang keganjilan pada Cakka. semua berjalan seperti biasa. Rio, Shilla, Agni, dan Cakka selalu bersama. Tapi bedanya, sekarang Shilla sering banget main kerumah Agni. gatau apa alasannya. Katanya rumah Agni nyaman, tapi Agni yakin itu bukan alasan utama Shilla.
“Ag, hari ini aku kerumah kamu lagi, ya?” Tanya Shilla di sela-sela makannya. Agni yang lagi asyik menyantap mie ayamnya menatap Shilla heran.
“Boleh-boleh aja sih, tapi.. ini udah 3 kali dalam seminggu ini kamu kerumahku,”
Shilla cengengesan, entah apa yang disembunyikannya. Agni Cuma tersenyum lalu kembali asyik memakan mie ayamnya, “Lo berdua mau ikut?”
Cakka dan Rio menatap Agni, Rio menggeleng sementara Cakka menaikkan alisnya, “kemana?”
“kerumah gue,” Jawab Agni, Cakka meng-O kan mulutnya.
“ngapain kerumah lo?”
“Nguli.” Jawab Agni santai, Cakka manyun.
“ya main lah, Kka. Biasa lo kerumah gue ngapain hah?”
Cakka nyengir, “numpang makan, wkwkwk. Masakan kak Gab kan enak-enak. Slrruuuupp..”
Agni melempar sumpit yang dipakainya ke Cakka, tapi Cakka menepisnya, “wlek, kaga kena, wlek wlek wlek.”
“Eh, Kka. Perasaan gue apa gatau ya, lo sekarang kurusan ya?” komen Rio yang sudah selesai berkutat dengan baksonya. Cakka menelan ludah.
“WAH! BAGUS DONG! ARTINYA… Diet gue berjalan sempurna! Asyik. Asyik.” Sorak Cakka heboh.
“najis. Gila ampe diet-dietan segala,” Komen Agni, Cakka mencibir.
“sirik lo Ag. Sirik itu tanda tak mampu,”
“bodo, daripada elo. Gendut itu tanda tak kurus,”
“daripada lo. Kurus itu tanda tak gendut.”
“ish balik-balikin kata-kata gue. bayar noh duit fotokopi!”
Cakka mencibir, “berapa sih Ag duit potokopi? 150 aja ribet,”
“350 boleh?” Tanya Agni meniru iklan.
“JANGAN DITAWARRR!!” Teriak Cakka histeris, Rio dan Shilla tertawa mendengar adu mulut kedua sahabat mereka. Sudah biasa Cakka dan Agni berdebat hal yang tak penting.
“biar dong, di pasar aja boleh nawar. Masa sama sahabat sendiri kaga boleh,”
“gaboleh. 150 udah harga pas. gabisa ditawar.”
“Ah, Cakka mah gitu. 500 aja ya?”
“gamau. 150!”
“Monyong lu, Kka.”
“yee, jelek lu, Ag.”
“Cakka Sutisna. Susssiiiss.. Wowowow Susissss.”
“Udin SeduniAgni aja bangga lo!”
Agni melotot, “APA LO KATA? CAKKAAAA!!”
“hehe, ampun mbak. Wkwk,”
“Udah deh, kenapa jadi pada debat gini. Kelas yok,” Ajak Rio, Agni dan Cakka menggangguk manis.
Agni gak sengaja nginjek kulit pisang, dan alhasil dia kepeleset. Eh, tapi gak jadi kebentur tanah, karena ada pangerannya yang nyelametin Agni. rio. Ia menangkap pinggang Agni sebelum Agni menyentuh lantai. Agni tersenyum. rio membalasnya. Sementara Cakka? udah gausah ditanya mukanya udah merah.
‘Rio emang orang yang cocok dapetin lo, Ag,’ Batin Cakka.
***
“KAK GABRIEL! YAAMPUN APA KABAR? LAMA GAK KETEMU!” Teriak Cakka heboh, sementara Gabriel menoyornya.
“Alay idup lo, Kka. Kemaren baru aja ketemu,” Cakka cengengesan. Ia lansung duduk di meja makan dengan kedua tangan siap memegang sendok dan garpu. Agni dan Shilla yang baru saja meletakkan tas di kamar Agni menggeleng-gelengkan kepala ngeliat kelakuan Cakka.
“gila, anak kudanil udah disini aja,” Komen Agni. Cakka cengengesan.
“laper, nih,”
“Katanya diet?” sindir Agni, Cakka mencibir.
“Sekali-kali makan, Ag, masa diet mulu. Kalo gue mati kelaperan gimana?” Tanya Cakka, Agni menggangguk antusias.
“bagus itu! Gak ada lo dunia tentram,”
“gue pegang omongan lo, Ag.” Seru Gabriel. Agni mencibir. Sementara Cakka Cuma mangut-mangut.
“Makan yuk, buruan laper gueee!!” Ajak Cakka, kedua gadis itu menggangguk. Mereka makan dalam hening.
“uhuk.. keselek gue.” Cakka buru-buru meminum air putihnya, dan berlari-lari ke toilet. Agni dan Shilla cekikikan melihat Cakka. sementara Gabriel geleng-geleng.
“dasar rakus. Agni manja, Cakka rakus, Rio dewasa, dan Shilla pendiem. Perpaduan yang pas kalian berempat.” Komen Gabriel. Agni tersenyum sambil terus menghabiskan makanannya. Sementara Shilla tersenyum kecil.
“sorry, hehe abis gue kelaperan jadi makannya kayak anak ilang.” Cakka nyengir, Agni cemberut.
“ngaku lo anak ilang,”
“yee Udin SeduniAgni diem deh,”
“apalo Cakka Sutisna?”
“udah udah ngadep nasi kok berantem. Gabaik,” nasehat Gabriel. Agni dan Cakka manyun lalu kembali asyik memakan makan siang mereka.
***
“Jadi besok mau kemana lagi?” Tanya Agni sambil memainkan bola bakset yang ada ditangannya. Shilla yang duduk disamping Agni menggeleng lemah.
“kerumah gue yuk,” Ajak Cakka, Agni menggeleng.
“ngapain kerumah lo. Bosen pemandangan itu mulu.” Celetuk Agni, Cakka manyun.
“kan bisa memandang diriku yang ganteng ini,”
Agni berlagak muntah, sementara Shilla tersenyum kecil, “ganteng dari mana? Diliat dari monas pake pipet yang digigit-gigit ujungnya?”
“Agni gak bisa menghibur gue, males deh gue. shill, hibur gue dong,” Ucap Cakka setengah merengek. Shilla tersenyum.
“engga ah, mending aku menghibur kak Gabriel,”
Agni dan Cakka melotot mendengar ucapan Shilla tersebut, Agni sumringah, Cakka kaget, “Lo suka kakak gue, Shill?”
Shilla menggangguk sambil tersenyum, “Iya, kak Gabriel itu orangnya dewasa, baik, perhatian,”
“Wah, patah hati gue, Shill.” Gumam Cakka dengan tampang kecewa. Kali ini Agni dan Shilla yang melotot.
“Lo naksir Shilla?”
“bukan, gue naksir kak Gabriel. Hua huaaaaa…” Cakka merengek.
“najis lo, Kka. Eh udah lama ya kita gak karaoke-an. Karaoke aja hari ini gimana? Mau?”
Cakka dan Shilla menggangguk, “ajak kak Gabriel dong, Ag,”
Agni mengancungkan jempolnya.
***
Jadilah, Cakka, Shilla, Gabriel dan Agni di Happy Puppy. Mereka duduk di sofa depan. Entah apa yang Agni tunggu. Agni sedari tadi memainkan jarinya di qwerty BlackBerrynya. Seolah tak ada orang di tempat itu selain dia.
“Ngapain, Ag?” Tanya Gabriel begitu melihat Agni hendak keluar dari sana.
“jemput Rio. Dia kan gak tau jalan ke sini, hehe bentar ya, guys,” Agni berlari keluar ruangan sambil senyum terukir di wajahnya. Cakka mendesah. Gabriel mengelus pundak Cakka.
“gue yakin, Agni pasti milih lo.”
“tapi, waktu gue gak lama lagi, kak..” Lirih Cakka.
“hush. Gak ada yang tau berapa batas umur manusia. Lo berdoa aja. gue pasti dukung lo.”
Cakka menghela nafas, lalu menggangguk. Lima menit kemudian, datanglah Agni tengah merangkul seseorang. Lelaki itu tersenyum begitu melihat ketiga orang yang tengah duduk itu.
“lama nunggu ya?” tanyanya, mereka bertiga menggeleng lemah.
“masuk yuk, udah ada tempatnya kan?” ucap Agni, mereka bertiga menggangguk lalu mengikuti Agni dan Rio yang sudah terlibat dalam obrolan serius. Cakka menghela nafas.
‘susah Ag ngedapetin lo, gue nyerah.’ Batin Cakka.
***
Berapa kali ku harus katakan cinta?
Berapa lama ku harus menunggumu?

Diujung gelisah ini aku
Tak sedikitpun tak ingat kamu
Namun dirimu masih begitu
Acuhkan ku tak mau tahu

Luka luka luka yang kurasakan
Bertubi tubi tubi yang kau berikan
Cintaku bertepuk sebelah tangan
Tapi aku balas senyum keindahan

Bertahan satu cinta
Bertahan satu c.i.n.t.a
Bertahan satu cinta
Bertahan satu c.i.n.t.a

Pernahkan engkau sejenak mengingat aku?
Pernahkan ingat walau seperti angin berlalu?

Di setiap malam kini aku
Tak sedetikpun tak ingat kamu
Namun dirimu masih begitu
Acuhkan ku tak mau tahu

“Sih, dalem lagu lo, Kka! Buat siapa sih?” Tanya Agni begitu Cakka selesai menyanyikan lagu dari d’Bagindas - CINTA. Gabriel dan Rio yang sudah tau jawabannya menundukkan kepalanya. Cakka menghela nafas.
‘lagu ini buat lo, Ag! Buat lo!’ Batin Cakka berteriak, tapi Cakka Cuma membalasnya dengan senyum.
“lagunya melayu gitu,” Komen Agni lagi, Cakka Cuma mencibir.
“eh, pengen nyanyi lagu yang sedih-sedih deh, lagu apa ya?” gumam Agni, ia membaca playlist lagu yang ada di monitor. Cakka menghela nafas.
“Vierra coba, Ag,” usul Shilla. agni memutar bola matanya.
“ah, bosen Vierra.”
“Afgan!!!” Teriak Agni, ia buru-buru mengetik judul lagu yang ingin dinyanyikannya.
Suara piano menjadi intro lagu Afgan. Cakka dan Rio saling berpandangan mengetahui lagu apa yang akan dinyanyikan Agni.
Tak ku sangka dirimu hadir di hidupku
Menyapaku dengan sentuhan kasihmu
Ku sesali cerita yang kini terjadi
Mengapa disaat ku telah berdua

Maafkan bila cintaku
Tak mungkin ku persembahkan seutuhnya
Maaf bila kau terluka
Karena ku jatuh di dua hati

Ku sesali cerita yang kini terjadi
Mengapa disaat ku telah berdua

Maafkan bila cintaku
Tak mungkin ku persembahkan seutuhnya padamu
Maaf bila kau terluka
Karena ku jatuh
Karena ku jatuh di dua hati

Semua terdiam mendengar lagu Agni. terlebih Cakka dan Rio. Rio mengganggap bahwa ia adalah salah satu tempat Agni menaruh hatinya. Begitupula Cakka, ia mengganggap bahwa ia adalah orang yang hadir di hidup Agni secara tiba-tiba.
“kok pada diem? Suara gue keren ya?” Tanya Agni. Mereka terdiam. Hanya mendengarkan celotehan Agni.
“Rio, ganyanyi?” Tanya Agni, Rio tersenyum.
“kan tadi udah 1 lagu.” Ya, tadi Rio menyanyikan lagu Padi - Sobat. Rasanya itu bagaikan lagu menyindir Cakka. cakka pun pasrah jika Rio juga mencintai Agni. Baginya, jika Agni bahagia, itulah kebahagiannya.
“Udah deh pada ngebetein semua, kenapa diem semua sih? ih, pulang yuk!” Ajak Agni, mereka hanya menggangguk lalu keluar dari ruangan itu. Cakka berdiri di belakang mereka. Seluruh tubuhnya tiba-tiba sakit. Ia berlari ke toilet dan..
“Hoeeek,,” Semua kaget mendengar suara itu, mereka buru-buru menghampiri Cakka. shilla dan Agni menunggu diluar, sementara Cakka dan Rio menghampiri Cakka.
“da,, darah?” Rio tercekat melihat apa yang keluar dari tubuh Cakka. cakka tersenyum lalu membasuh sudut bibirnya.
“Gue sakit, yo.. Dan hidup gue gak lama lagi,, gue titip Agni ya,, Hhh,,”
“Engga! Cuma elo yang pantes buat Agni! bukan gue!”
Cakka tersenyum, “Hhh,, lo yang terbaik,, hh.. buat Agni,,”
Brak!
Tubuh Cakka terjatuh bersamaan dengan kalimat terakhirnya. Gabriel dan Rio panic, mereka mengangkat tubuh Cakka. lebih tepatnya merangkul. Agni dan Shilla yang mendengar suara orang terjatuh lansung menatap Cakka yang sudah digotong oleh Gabriel dan Rio.
“CAKKA!” Teriak Agni panic. Ia memberhentikan kedua orang yang merangkul Cakka, ia menangkap darah di bibir Cakka. ia tersenyum. walaupun senyumnya itu bergetar. Ia mengambil tisu didalam tasnya, lalu mengelap bibir Cakka.
“cowo kok jorok sih, Kka. Kan udah gue bilang, kemana.. ma.. na.. tuh ba.. hiks.. wa tisu,” Cakka menggenggam erat tangan Agni yang sedang mengelap tisu ke bibirnya. Agni tersenyum walaupun bergetar.
“dejavu.” Lirih Cakka, Agni tersenyum. setetes air mata menetes di pipi chubbynya.
“gue,, hh,, gasuka liat lo nangis,, hh.. kan udah,, gue bilang,, hh,, lo jelek kalo nangis,”
Agni memukul lengan Cakka. parah ni orang, dalam keadaan begini masih aja mau ngejelek-jelekin dia. Agni tersenyum begitu menangkap darah yang lagi-lagi keluar, tapi dari hidung Cakka. Ia dengan sabar mengelap sampai benar-benar bersih.
“makasih,”
“sekarang kita kerumah sakit ya! yuk!” Ajak Agni, Cakka menggangguk pasrah.
***
Agni, Gabriel, Shilla, dan Rio duduk di kursi yang berada di depan ruang ICU. Mereka bermunajat dengan serius untuk mendoakan seseorang yang sangat penting didalam. Orang yang membuat hari-hari mereka lebih ceria. Cakka Kawekas Nuraga.
Kriekk. Pintu ruangan itu terbuka. Semuanya lansung menatap ke arah dokter yang menangani Cakka. Agni lansung berdiri dan menatap dokter itu penuh harapan. Dokter itu menggeleng lemah.
sirosis atau perusakan jaringan hati normal yang meninggalkan jaringan parut yang tidak berfungsi di sekeliling jaringan hati yang masih berfungsi. Penyakit ini adalah akhir dari perjalanan  suatu kondisi Hepatitis, biasanya tipe B dan C.”
Agni terdiam. Ia tak mampu berkata apa-apa lagi, Shilla menimpali, “tapi setahu saya, dokter. Cakka tidak memakai obat-obatan terlarang maupun meminum minuma keras!”
Dokter itu mengulum senyum, “ya, Cakka memang tidak mengkonsumsi itu. Tapi, penyebabnya bukan hanya itu saja. Pasien mengalami penyakit penimbunan glikogen yang sudah berlansung lama.”
“apa ada upaya yang bisa dilakukan dok, untuk kesembuhan Cakka?” Tanya Rio, dokter itu menggangguk,
 Cakka dan ibunya sudah mengetahui akan penyakit ini, mereka sering konsultasi ke saya. Harus ada transplantasi hati. Dengar-dengar, mereka sudah menemukan pendonornya. Kalian berdoa saja yang terbaik untuk sahabat kalian. Kalau begitu, saya permisi.”
Semua terduduk lemas di tempatnya, mendengar penyakit Cakka yang bisa terbilang parah. Agni tersenyum getir.
“Berdoa ya, Ag, buat kesembuhan Cakka.”
Agni menggangguk kecil.
***
Agni memasuki ruang inap Cakka. semalam, Cakka sudah bisa memasuki ruang inap biasa. Sepi, hanya ada Rio didalamnya. Agni tersenyum, ia menatap Cakka yang sedang tertidur pulas.
“Yo..” Sapa Agni, Rio mendongak dan menemukan Agni telah berdiri di hadapannya. Memandangnya sambil tersenyum,
“Ag, kenapa?”
“ada yang mau.. gue omongin.” Rio menatap Cakka, Agni tahu maksudnya.
“sebentar aja, kita ngomong di cafeteria. Oke?”
Rio menggangguk, Agni meletakkan buah yang dibelinya sebelum ia kesini di atas meja, lalu tersenyum kearah Cakka. perlahan, ia mengusap rambut lebat Cakka, lalu tersenyum.
“sebentar ya, Kka.” Ada tatapan tulus di mata Agni. sepertinya Agni telah bisa membalas perasaan Cakka.
“yuk, yo,”
Rio menggangguk.
***
Agni dan Rio duduk di cafeteria rumah sakit itu. Baik Rio maupun Agni tak ada yang membuka keheningan. Rio menyesap hot chocolate yang dipesannya, sementara Agni memainkan sendok yang dipakainya untuk mengaduk capucinno nya.
“Ag, lo mau ngomong apa?” Tanya Rio setelah 20 menit mereka berdiam-diaman.
“Gue bingung, yo. Sama perasaan gue sendiri,” Aku Agni, “Disatu sisi, gue sayang lo. Tapi disatu sisi lagi, gue ngerasa nyaman dan selalu pengen dideket Cakka. gue tau lagu ‘CINTA’ yang dinyanyiin Cakka kemaren buat gue. gue sadar, selama ini dia ada untuk gue, tapi gue malah nganggep dia angin lalu dan.. dan.. hiks..” Agni tak kuasa menahan tangisnya. Masih terngiang ditelinganya, suara Cakka yang membuat hatinya terenyuh.
“jadi itu tujuan lo nyanyi lagu Cinta Dua Hati?” Tanya Rio, Agni menggangguk. Rio tersenyum, lalu merangkul sahabatnya ini.
“Lo lebih mencintai Cakka. percayalah. Cakka udah nitipin lo ke gue. Gue gak akan terima perintah itu. Gue mau, Cakka yang ngejaga lo sendiri. Dengan kemampuannya sendiri. Bukan gue,”
Agni menyeka air matanya, lalu tersenyum, “gue menyerah, Yo.”
“menyerah?” rio mengulangi kalimat Agni, Agni menggangguk.
“gue menyerah kalau tuhan berkehendak lain. Walaupun sebenernya berat. Gue akan belajar mengikhlaskan Cakk..”
“Gak Ag! Cakka pasti sembuh! Lo harus yakin, Cakka pasti sembuh! Lo harus buat dia bertahan, dengan kekuatan cinta lo, Ag. Dia pasti kuat. Karena Cuma itu yang dia butuh sekarang,”
Agni lagi-lagi menangis, sebuah kejadian terngiang kembali di kepalanya.
___
“nangis mulu si monyet, kapan sih lo senyumnya?”
“siapa yang nangis?” Tanya Agni, Cakka duduk disamping Agni, dan mengarahkan kepala Agni ke pundaknya.
“kalo mau nangis..” Cakka menepuk pundaknya dengan tangan kirinya yang bebas, “pundak gue sedia nampung lo kok, Ag..”
Agni menatap Cakka, lalu menangis sejadi-jadinya di pundak Cakka. cakka mengelus rambut Agni pelan. Lalu menghapus air mata Agni.
“udah, gausah nangis ya. Udah jelek makin jelek lo, Ag..”
___
Agni menyeka air matanya kasar, lalu ia mencoba mengangkat ujung bibirnya. Ia tersenyum, “gue janji! Cakka, gue sayang lo! Gue  gak mau kehilangan lo! Gue gak akan nyia-nyiain lo lagi!”
Rio tersenyum, lalu menepuk pundak Agni, “semangat!!”
***
“Cakka!”
Cakka menoleh ke arah pintu yang dibuka, dilihatnya dua orang yang sedari tadi di tunggunya. Ia manyun begitu melihat si cewe melingkari tangannya di tangan sang cowo.
“eh, Agni, Rio. Darimana? Pacaran?” Tanya Cakka ketus. Agni mencibir.
“Cemburu mas?” goda Agni, pipi Cakka bersemu padam, namun ia cepat-cepat menggeleng.
“Cemburu? Buat apa?”
Agni manyun. Yaampun masih gak mau ngaku nih cowo? Agni berjalan ke arah kursi yang ada di sebelah ranjang Cakka, lalu sibuk dengan handphonenya. Gabriel dan Shilla yang duduk disebelahnya Cuma geleng-geleng kepala.
“Iel, Shill. Keluar bentar yuk.” Ajak Rio sambil mengedipkan sebelah matanya. Shilla dan Gabriel menggangguk. Mereka keluar dengan bergandengan tangan. Agni Cuma cengo aja ngeliatnya.
“udah jadian tu orang?” Tanya Agni, Cakka menggangguk.
“udah. makanya, jangan pacaran mulu sama Rio. Gak tau kabar kan.”
“cinta bilang aja cinta. Gausah di sembunyi-sembunyiin deh!” Gerutu Agni. lalu kembali sibuk dengan handphonenya. Cakka terdiam mendengar ucapan Agni.
“Ag,” Panggil Cakka, Agni pura-pura sibuk dengan handphonenya.
“Agniiiiiiiiiii.” Panggil Cakka greget. Agni menatap Cakka yang tengah menatapnya kesal. lalu pura-pura gadenganger.
‘Hap!’
“Eh, balikin hape guee!!”
Cakka menggeleng lalu mencibir, “engga.”
“Hupt. Ambil aja noh hape. Kaya kaga punya hape aja lu,” gerutu Agni. cakka menatap Agni memelas. Agni menghela nafas.
“gue sayang lo, Kka.” Aku Agni, ia menundukkan kepalanya. Cakka tersenyum.
“gue cinta lo, Ag,”
Agni mendongak, lalu memeluk Cakka, “kenapa gak pernah bilang? Hiks..”
“karena lo gak pernah ngasih gue harapan sih, selalu Rio, Rio, Rio. Pupus harapan gue,” Tutur Cakka, Agni mengeratkan pelukannya.
“gue pikir.. lo..”
“shut. Udah, diem.” Perintah Cakka, Agni menutup mulutnya, lalu menatap Cakka.
“kenapa nangis sih? cengeng.”
Agni memukul pinggang Cakka, “Kka..”
“yah?”
“kenapa gak pernah jujur?”
“masalah?”
“masalah penyakit lo, lah,”
“gue gak mau liat lo sedih lah. Bisa-bisa gue mati sebelum penyakit gue kumat.”
Agni memanyunkan bibirnya, “kenapa sih lo cinta sama gue?” Tanya Agni. cakka menaikkan alisnya,
“kenapa lo sayang sama gue?” Tanya Cakka balik. Agni terdiam. Karena apa? Karena hatinya telah memilih Cakka.
“itu namanya baru sayang beneran!” Ucap Cakka heboh. Agni menaikkan alisnya.
“lah? Kenapa?”
“cinta. Cinta itu tidak membutuhkan alasan. Jika alasan itu pergi, maka cinta itu akan ikut pergi bersamanya. Swinggg.. ilang deh,” Cakka masih saja bersikap childish walaupun dalam keadaan seperti ini.
“misalnya, pala gue botak, muka gue ancur, tangan gue buntung, dan semua yang jelek-jelek, lo masih mau sama gue?” Tanya Cakka, Agni menggangguk mantep.
“walaupun gue gak bisa jalan?” Tanya Cakka lagi, Agni menggangguk.
“lo boleh kehilangan kaki, mata,  dan sebagainya, tapi lo gak akan kehilangan cinta dari gue,” ucap Agni mantap. Cakka tersenyum. ia mengusap rambut Agni perlahan, lalu mengecup ubun-ubunnya.
“gue mau nyanyi, satu lagu buat lo,”
“gausah deh, Kka. Kemaren aja di karaoke suara lo jelek. Kuping gue panas dengernya,” Komen Agni, Cakka manyun lalu membuang mukanya.
“yaudah, gajadi.”
Agni cengengesan, “iya-iya. Mau nyanyi apaan?”
“denger ya.”
“engga ah,”
“Agni..”
“iyaaa, iyaa. Buruan nyanyi.”
“Sedih ku tahu kini perasaanmu kepadaku
Sedih saat kau tak yakin kepadaku
Akan cintaku

Jalan berliku takkan membuatku
Menyerah akan cinta kita
Tatap mataku dan kau kan tahu
Semuanya yang ku rasakan

Aku bertahan karna ku yakin cintaku padamu
Sesering kau coba tuk mematikan hatiku
Takkan terjadi yang aku tahu kau hanya untukku

Aku bertahan ku akan tetap pada pendirianku
Sekeras kau coba tuk membunuh cintaku
Yang aku tahu kau hanya untukku

Tatap mataku dan kau kan tahu
Semuanya yang ku rasakan”

Agni, matanya lagi-lagi memproduksi air mata yang tak pernah ditunjukannya pada siapapun. Kecuali.. Cakka. yah, Cakka itu kayak sapu tangan Agni. ia selalu ada disetiap Agni butuh.
“Aku bertahan, karena ku yakin cintaku kepadamu.. Sesering kau coba tuk mematikan hatiku.. Takkan terjadi, karena ku tau Cakka hanya untuk Agni..” Lanjut Cakka, Agni tersenyum.
“kalo gue bisa bertahan, kenapa lo gak bisa Ag?” Tanya Cakka, Agni menggangguk.
‘harusnya gue yang ngasih lo semangat. Harusnya gue yang harusnya ngomong gitu. Harusnya gue yang ngasih lo harapan untuk hidup. Tapi kenapa, semua berbanding terbalik?’
***
“doain gue ya, semoga operasi ini berhasil.” Ucap Cakka di sela-sela sebelum ia masuk keruang operasi. Rio, Shilla, Agni, dan Gabriel menggangguk pelan.
“selalu.” Timpal Agni, Cakka tersenyum.
“bohong,”
“serius..”
“nih, buat lo.” Cakka menyerahkan surat berwarna pink -__-“. Agni menaikkan alisnya. Kenapa jadi kayak sinetron begini sih?
“Apaneeh?”
“Baca aja. begitu gue operasi, lo buka. Awas kalo ga buka. Gue gak mau ngakuin lo sebagai sahabat gue..”
Agni mendengus kesal, “yaya. Bawel lu. Yaudin, operasi sana,” suruh Agni, Cakka menaikkan alisnya.
“ngusir?”
“engga.”
“yaudah, take care ya, Ag, jangan nangis terus, jelek lo kalo nangis..” Ucap Cakka, matanya beralih ke Gabriel dan Shilla, “kalian berdua yang langgeng. Jangan suka cemburuan dan sensitive.” Kini, beralih ke Rio, “Yo, inget kata-kata gue di wc kemaren? Tolong ya. kalo misalnya ini ga berhasil..”
“pasti berhasil!” Potong Agni cepat.
“doa’in aja yang terbaik,” Lanjut Cakka. Agni menggangguk.
Perlahan, ranjang Cakka didorong oleh sang suster. Agni ingin menahan sang suster, tapi.. ia hanya diam. Tangan dan kakinya terpaku disana. Ia terus menatap ranjang itu sampai masuk ke ruangan operasi itu.
***
Halo cantik #pastibangga. Ganti deh, Halo monyet :p
Hehe, jangan marah, piss mas broku. Eh, udah deh gausah basa-basi. Gue mau curhat? Mau denger? Berasa Vierra deh. dengarkan curhatku, tentang Agni. Betapa manisnya, senyum bibirnya. Aseek.. Haha.
Udah ah serius, gue gak bisa serius sebenernya. Malu #nutupmukapakebantalguling. Gue gak tau kenapa bisa nulis surat terakhir ini. Ehehe, pengen aja kayak disinetron-sinetron gitu Ag. Gue nulis surat, lo nangis, eh gataunya gue sembuh. Basi ya? emang. Kalo basi diangetin aja.
Udah ah yang serius sekarang! Seriously! Ag, gue juga gak ngerti kenapa gue disini. Nulis surat buat lo. Ngeluarin unek-unek gue. dan buat lo --pasti-- nangis. Haha, gue Cuma mau bilang. Jangan nangis terus. Masih banyak orang lain diluar sana yang ngga seberuntung gue.
Gue itu dikategorikan sebagai orang yang beruntung kali, kan. Ahaha. Gue akhirnya punya pendonor. Gue punya orang-orang yang care sama gue. dan.. gue punya lo. Wkwk gombal sangat. Tapi, gue beruntung di saat terakhir gue. gue tau.. ternyata orang yang gue sayang itu sayang juga sama gue. makin cinta sama Agni. :*
Ag, gue udah gak tahan pengen ngomong ini. Gue hampir gila gara-gara ini. Dan gue gila gara-gara lo. Wkwk.
AGNI, LO MAU GAK JADI PACAR GUE? Hehe pede abis gue wleekkekek. Gue tunggu jawaban lo.
Haha, Agni. janji sama gue? kalo lo baca bait ini. Jangan nangis ya. kalo gak bisa ditahan bilang sama gue. entar gue yang tahan. Wkwk. Janji ya? Awas nangis!
Sempat tak ada lagi kesempatanku 
Untuk bisa bersamamu
Kini ku tahu bagaimana caraku 
Untuk dapat trus denganmu

Bawalah pergi cintaku
Ajak kemana engkau mau
Jadikan temanmu 
Temanmu paling kau cinta

Di sini ku pun begitu
Trus cintaimu di hidupku
Di dalam hatiku
Sampai waktu yang pertemukan kita nanti

Yeay! Ag, nangis ya? Hiks.. Jangan nangis ngapa? Gue ikut nangis nanti didalem. Agni, kalo misalnya gue gak selamet dan gak punya nyawa lagi.. Jangan pernah nangis apalagi nyia-nyiain hidup lo seperti di sinetron-sinetron norak itu. Gue maunya, liat Agni gue yang periang lagi. Yang nyolot, yang cerewet, yang manja, yang perhatian, dan yang selalu ada dihati gue.
POKOKNYA, APAPUN YANG TERJADI..
CAKKA CUMA UNTUK AGNI, AGNI CUMA UNTUK CAKKA!! CUMA MAUT YANG MISAHIN KAMI BERDUA!! TITIK!!

With Love
Cakka Nuraga Nubuwati :*
***
Agni memandang tulisan tersebut. Air matanya menetes di pipi chubbynya.
“Ag, udah dong. lo malah bikin Cakka gatenang didalem. Dia lagi berjuang antara hidup dan mati..” Ucap Rio, ia mengusap rambut Agni.
“Gue.. gue.. gak mau Cakka ninggalin gue.. gue.. takut..”
“Gak akan, Cakka kawekas Nuraga, gak akan ninggalin Agni. Dia selalu ada buat Agni. percayalah.” Bisikan itu terdengar di telinga Agni. agni terdiam. Seluruh badannya panas dingin.
“Aku takut. Kamu pergi.. Kamu hilang.. Kamu sakit.. Aku ingin.. Kau disini.. Disampingku.. Se.. la.. ma.. nya..”
Hitam. Semua berubah menjadi hitam.
***
Agni P. O. V.
Semua orang memandangku dengan tatapan cemas. Aku mengedarkan pandanganku. Masih ditempat dimana aku duduk dan membaca surat dari Cakka. Perlahan, aku mencoba berdiri.
“Cakka mana?” tanyaku, semua orang menunduk. Aku takut. Sesuatu yang tak kuinginkan itu terjadi. Engga, Cakka pasti selamat.
“Cakka..” Gabriel menggantungkan kalimatnya. Nampak Shilla menangis dan memelukku. Aku ikut menangis.
“Cakka.. berhasil! Operasi Cakka berhasil Ag!” Lirih Rio, aku membulatkan mulutnya.
“Oh,” Hanya itu yang bisa keluar dari mulutku, “Selamet gak?”
Mereka memandangku, lalu.. hh.. menggangguk. Aku tersenyum. air mata bahagia keluar dari mataku.
“tapi Ag,,”
Aku berdecak, “Apa?”
“Cakka harus dibawa ke Australia selama 2 tahun. Proses penyembuhan,” Lanjut Gabriel. Aku menunduk. Meremas baju kaos abu-abu yang kupakai saat jalan bersama Cakka dan motor cakka bannya kempes.
“Gue mau liat Cakka.” Pintaku.
“2 jam lagi baru boleh, Ag,” Aku menggangguk.
***
“AGNI! BURUAN! LO GAK MAU LIAT CAKKA?” Teriak Gabriel dibawah. Agni yang tengah menulis sesuatu berdecak, lalu buru-buru kembali menulis.
“BENTAR, WOY!!”
Agni tersenyum, lalu memasukkan sepucuk kertas itu di amplop berwarna biru cerah. Dia kan bukan Cakka yang mengirim surat pakai warna pink.
“Love you, muach!” Agni mencium figura foto bergambar wajah lelaki dengan senyum manis dan mata bulatnya yang dominan dengan lelaki jahil.
“AG! BURUAN APA GUE TINGGAL!”
“Waduh ngancem. IYA BENTAR!” Agni menyambar jaket hitam yang belum sempat dikembalikannya pada Cakka, lalu berlari tunggang langgang kebawah. Dengan surat biru cerah pastinya ditangan kanannya.
“lama banget,” Komen Gabriel kesel. Agni cengengesan.
“mangap yak. Yuk, buruan.”
***
“Kka, buruan. Kita gak punya waktu lagi..” Perintah abang Cakka, Elang. Cakka menghela nafas, ia terus menatap lapangan kosong yang ada dihadapannya. Sudah 20 menit ia minta dispensasi waktu untuk menunggu Agni, tapi Agni tak kunjung datang.
Cakka tidak naik pesawat Garuda Indonesia seperti orang kebanyakan. Ia mengenakan pesawat pribadi. Milik orang tuanya. Makanya, Cakka dengan leluasa mengatur jadwal penerbangannya.
“Kka..”
“Mas.. bentar lagi, Agni pasti dateng. Cakka Cuma mau bilang ‘cinta’ ke dia. Masa gak boleh?” Masnya berdecak,
“gak bisa. Buruan naik.”
Cakka mendengus kesal. dasar nyebelin. Ia meletakkan kaki kirinya di anak tangga pertama. Ragu. Ia yakin, Agni pasti akan datang. Tapi ia terlambat.
Anak tangga kedua. Belum ada tanda-tanda Agni datang. Ia menghela nafas. Begitu ia ingin mendaratkan kakinya di anak tangga ketiga. Sebuah mobil CRV menghentikannya.
“CAKKA!” Teriak gadis manis itu. Cakka tersenyum, lalu berlari menuju perempuan yang merentangkan tangannya.
“Agni! Lo pasti dateng!”
 Hap! Cakka telah hangat dipelukan Agni. Agni mengeratkan pelukan itu. Seolah tak ingin melepaskan pelukan itu.
Sempat. Tak ada lagi kesempatanku untuk bisa bersamamu..
“Ag, jaga selalu hatimu untuk gue..” Ucap Cakka. Agni menggangguk. Rasanya tak rela melepaskan pelukan itu. Ia tak ingin melepaskan pelukan itu untuk yang kedua kalinya.
“pasti. Lo juga jangan macem-macem sama cewe bule ya, gue gorok lo.” Ancam Agni, Cakka menggangguk sambil tertawa kecil.
Kini, kutahu bagaimana caraku untuk dapat trus denganmu..
“Bro! hati-hati ya, jangan macem-macem disana. Inget cewe yang lo sayang setia nunggu lo disini..” Ucap Rio sambil menunjuk gadis yang ada dihadapannya.
“Yoi, bro! gue pasti kangen sama lo! Cepet cari cewe ya, jomblo kaga enak idup lo..”
“sip. Lo juga jomblo, kan belom diterima sama Agni. wkwk”
Cakka manyun, lalu menatap Agni, Agni menunduk malu, “nih, balesan surat gue. gue mutilasi kalo gak lo baca.”
“hehe, galak amet neng. Takut abang..” Gidik Cakka, Agni mencibir.
“Kka, buruan..” Perintah abangnya. Cakka mendengus.
“sabar. Ag, gue pergi ya. Shill, yel. Baik-baik lo berdua. Jangan sering berantem. Yo, cepetan punya cewe, dan Ag.. kau.. jaga selalu hatimu.. saat jauh dariku..  tunggu aku kembali..”
“nyanyi?”
“NANGIS!!”
“oh, hehe. Iya. Lo juga ya. gue sayang lo.”
“gue juga!”
Cakka mulai melangkahkan kakinya menuju pesawat itu. Langkahnya berat, entah apa yang membuatnya berat melangkah. Ia melihat surat Agni yang ada ditangannya. Oh iya, lupa..
“Ag..”
Agni mengangkat kepalanya, lalu tersenyum.
“apa?”
Cakka mencium kening Agni lama. Merasakan ketenangan yang menusuk hati. Agni memejamkan matanya, lalu membukanya ketika Cakka menepuk pundaknya.
“Ag..”
“Apalagi?”
Cakka menunjuk pipinya, lalu meniru gaya orang nyium. Agni menggeleng, Cakka manyun.
“jelek lo, Ag!”
“jelek-jelek mau juga.”
“gue tunggu ya jawabannya..”
“iya, baca aja surat itu.”
“bye, Agni..”
Agni melambaikan tangannya, lalu tersenyum kecil. Cakka menaikki satu kakinya di anak tangga pertama, lalu anak tangga kedua, dan akhirnya sampai diatas.
Cakka melambaikan tangannya, lalu pintu pesawat itu ditutup. Agni menghela nafas. Kehilangan lagi deh gue. agni tersenyum. sampai kapanpun, gue akan nunggu lo. Walaupun gue harus menunggu 1000 tahun lamanya!!
***
To Cakka Sutisna.
Haha kurang ajar lo ngatain gue monyet. Noh bogem mentah buat lo! (-_-)----O)-_-)/ Hehe gak jelas deh Agni. wkwk.
Kka, jujur ya. gue juga gak tau kenapa. Awalnya, gue pikir gue Cuma punya rasa ‘sayang’ sebagai temen sama lo. Ternyata engga, perasaan gue berubah menjadi cinta. Ibarat lagu nih. Hehe. Oh ya, gue bales lagu lo yang bikin gue mewek terus pingsan! Jelek lo bikin gue pingsan. Tapi Cuma bagian reffnya aja ya? Wleek.
Mana pernah bisa..
Ku menolak cinta, bila CAKKA bila CAKKA yang memintanya.
Haruskah kubilang? Bilang terus terang?
Dari pertama aku sudah cintai.. CAKKA!

Noh, gue jawab kan jawabannya? Asikk. Itu lagunya Mytha - Bila Dia Yang Meminta. Lagu Afgan itu jadi lagu favorit gue sekarang! Ya gara-gara lo juga kali, sutisna.
Eh, eh, udah dulu ya. gue mau pergi nih. Pergi ketemu elo. Gue buatnya sebelum gue ngunjungin elo. Biar berasa sinetronnya. Wekekeke. Pokoknya, Agni tetep cuyung Cakka selamanya. Walaupun Agni nunggu 1000 tahun lamanya! I LOVE YOU, CAKKA NURAGA! FOREVER! CIUM CIUM CIUM!!
With Love.
Agni Nubuwati Nuraga :*
***
Tamat.
Wess, akhirnya tamat juga. Jelek lagi. Maaf ya.
Oh ya, yang gak ketag maaf ya.
Full tag.
Sampai jumpa di cerita-cerita Vania selanjutnya. Cium cium.

_ladypaniw_

Comments

Post a Comment