Ngaret? Haha maafkanlah saya yang suka ngaret -__-v
Okelah kalo gitu, kita lanjut yaaa? yuk yak yukk~
***
Smash vs 7 icons
Part 2
***
Langit sore itu mendung. Pertanda sebentar lagi Tuhan akan menurunkan nikmatnya, hujan. Personel 7 Icons memilih berlatih di aula utama daripada mereka harus pulang. Sekolah hari itu sepi, membuat mereka leluasa membesarkan volume tape mereka.
Diantara ketujuh personel yang asyik menari-nari gaje, seorang personelnya sedang menahan perutnya yang terasa mual sejak tadi. Wajahnya memucat. Kedua tangannya menutup mulutnya. Si leader yang melihat salah satu personelnya menepi menghampiri gadis itu.
“kenapa? Sakit?”
Gadis itu menggeleng, lalu menghela nafas, “gue mau muntah nih, Ag..”
“gak tau, hoeeeekk,,” Sivia, gadis yang sedari tadi kurang bersemangat latihan berlari menuju toilet aula utama. Agni, si leader buru-buru menyusul Sivia. Anggota yang lain pun mengekor di belakang Agni.
“hoooeeekk,, hoooeeeeekkk,,” Agni mengurut tengkuk Sivia agar semua isi perut Sivia bisa keluar. Tapi sayangnya, Sivia tidak memuntahkan apa-apa, ia hanya merasa perutnya mual dan ingin muntah.
“lo kenapa sih, Vi? Maag lo kambuh?” Tanya Angel, Sivia menggidikkan bahunya tanda tak tahu.
“kalo lo sakit, mending latihan hari ini diselesaiin aja. lagian udah mau ujan,” ucap Agni. anak-anak menggangguk. Lagian mereka sudah berlatih kurang lebih satu setengah jam.
Sivia mengelap mulutnya dengan tisu yang disodorkan Acha, lalu menggangguk. Wajahnya pucat. Kepalanya juga berat. Entah kenapa, dua minggu belakang ini dia merasa pinggangnya sering terasa sakit. Selalu muntah-muntah mendadak seperti itu. Dan kadang-kadang, perutnya suka mules sendiri.
“Mau dianter pulang, vi?” tawar Angel yang kebetulan membawa mobil. Sivia menggangguk. Lagian hujan juga sudah mulai deras.
“gue juga dong, Ngel. Hehe.” Acha cengengesan, Angel menggangguk. Sudah kebiasaan Acha nebeng sama Angel. Lagian, Angel juga santai-santai aja. rumahnya dan Acha kan hanya berbeda beberapa blok.
“Ik, gue sama lo yaaa!!” Pinta Zevana, rumah mereka memang searah. Oik mengancungkan jempolnya. Sementara Ify melirik adiknya yang masih terdiam di sisi wastafel.
“Ag, pulang bareng?” Tanya Ify, Agni menggeleng lemah. Lagian, Ify pulang bareng Debo, kekasihnya. Dia gak enak lah ganggu masa pacaran mereka.
“pulang sendiri bisa, Fy.” Jawab Agni sambil tersenyum. Ify menggangguk lemah. Adiknya ini memang pengertian. Setelah semua meninggalkan aula utama, Agni buru-buru menyambar tasnya dan keluar dari aula itu. Hujannya makin deres lagi. Mau tak mau, ia harus duduk di halte depan, menunggu taksi lewat.
Mobil Agni kemarin masuk bengkel. Setelah nganter Sivia pulang, mobil Agni gak mau hidup. Makanya, dimasukin di tukang servis sama Agni. Halte bus itu tampak sepi. Hanya ada seorang ibu dan anaknya sedang duduk sambil menunggu bus lewat. Agni hanya memberikan senyum dan si ibu memincingkan matanya.
“Agni 7 Icons yaaa?” Tebaknya, Agni menggangguk sambil tersenyum kecil.
“foto bareng anak saya boleh?” Tanya si Ibu lagi. Agni tersenyum lalu menggangguk kembali. Agni kini tengah merangkul anak lelaki berusia 5 tahun yang memegang mainannya.
“satu dua tiga..” cklik.
‘tin.. tin..’
Bunyi klakson mobil membuat Agni dan ibu itu menoleh ke sumber suara.
“papa!!” Teriak anak kecil yang dirangkul Agni. Agni tersenyum, ia membuka pintu belakang mobil Fortuner hitam yang ada di hadapannya, lalu menutup pintunya ketika anak kecil itu sudah masuk.
“makasih ya..” ucap sang ibu, Agni menggangguk. Ia duduk di halte bus yang sekarang tinggal dirinya sendiri. Cukup bangga ia dikenal oleh orang banyak. Iyalah, siapa sih yang ngga kenal sama ‘7 icons’? Oke itu kembali pada prolog kita, 7 icons adalah girl band yang lagunya melejit di pasaran, dan menduduki tangga-tangga lagu di radio-radio maupun stasiun televisi. Tapi sekali lagi, mereka gak pernah ngerasa sombong akan prestasi mereka. Kecuali di depan SMASH loh.
Agni mengambil i-Pod di dalam tasnya. Lalu mendengarkan lagu lama yang masih easy listening. Pikirannya tiba-tiba menerawang ke masa lalunya. Cakka. Lah? Kok jadi kepikiran dia? Agni menggeleng lalu memejamkan matanya kuat-kuat. Engga! Lupain dia! Dia Cuma masa lalu lo! Tapi setiap Agni mengucapkan 5 kalimat itu, bayangan Cakka terputar diotaknya semakin kuat. Agni mengalah dengan bayangan itu. Ia membiarkan beberapa keping kenangan bergelayut di pikirannya.
Setiap ku melihatmu.
Kau terasa di hati.
Kau punya s’galanya.
Yang aku impikan.
Dan anganku tak henti.
Bersajak tentang bayangmu.
Walau kutahu.
Kau tak pernah anggapku ada.
Hal yang tak pernah Agni harapkan kini mengalir indah di pipinya. Lagu ini bener-bener sesuai dengan keadaannya. Tiba-tiba, seluruh dadanya merasa sesak. Seperti diimpit beribu batu. Ia menulungkupkan wajahnya dengan kedua tangannya.
Kutak bisa menggapaimu.
Takkan pernah bisa.
Walau sudah letih aku.
Tak mungkin lepas lagi.
Kau hanya mimpi bagiku.
Tak untuk jadi nyata.
Dan sgala rasa buatmu.
Harus padam dan berakhir.
“Kalau cinta, gaperlu malu untuk mengaku. Karena orang yang kau cintai itu, sangat mencintaimu..” bisikan itu terdengar di kuping Agni. agni merasa seluruh aliran darah di tubuhnya mengalir lebih cepat. Jantungnya berdegup cepat. Agni tak berani mengangkat kepalanya ataupun menggeser kepalanya ke kanan agar dapat melihat orang yang sekarang dudk disampingnya. Setelah 20 detik ia mengatur detak jantungnya, barulah ia mengangkat kepalanya dan menghapus air matanya.
“Kenapa sih lo selalu muncul disaat gue lemah? Hah?” Tanya Agni. lelaki itu tersenyum manis.
“karena gue memang ditakdirkan untuk selalu melihat sosok Agni yang ‘lemah’ . Gainget?” Tanyanya balik. Agni membuang wajahnya.
“lo sayang kan sama gue? kenapa gak bilang aja dari dulu..” Ucapnya pede. Agni mencibir.
“gue gak pernah sayang sama orang yang udah bikin hidup gue hancur!” Agni mematikan i-Podnya, memasukkannya kedalam tas, lalu ia bergegas meninggalkan tempat itu. Tapi tangannya sudah ditahan terlebih dahulu oleh lelaki itu.
Agni memandang tangannya yang kini digenggam erat oleh si ‘pemilik hati’ nya itu. Ia mencoba melepaskan pegangan itu, tapi semakin kuat ia mencoba melepaskannya, semakin kuat pula lelaki itu menggenggam tangannya.
“lepasin, Kka!!” Pinta Agni. lelaki itu menggeleng lalu beranjak dari duduknya. Ia mencondongkan tubuhnya ke arah Agni.
“kan selalu, ku rasa hadirmu.. antara ada dan tiada.” Bisik Cakka tepat di telinga kanan Agni.
Deg. Jantung Agni lompat dari tempatnya. Cakka menggenggam kedua tangan Agni erat. Agni mencoba menjauhkan tubuhnya dari Cakka. tapi kedua kakinya serasa di paku di halte tersebut.
“ssttt.. plis ag, gue kangen lo.” Lirih Cakka, Agni melepaskan genggaman Cakka. Ia menjauh dari lelaki yang sudah menguras semua perasaannya.
“lo tau kan ini tempat umum? Plis deh gausah buat nama baik lo dan smash tercoreng! Gue permisi!” Agni bergegas meninggalkan halte tersebut. Hujan membasahi tubuh mungilnya. Cakka memandang kepergian Agni dengan perasaan perih yang menusuk hatinya.
“seandainya gue bisa bawa lo ke masa lalu, Ag..”
Agni membalikkan badannya menuju Cakka yang sedang menunduk. Entah Agni salah lihat atau tidak, kedua mata Cakka memproduksi selaput bening yang paling dibenci Cakka. kenapa selalu Agni yang bisa menangkap sisi ‘lemah’ Cakka? begitujuga sebaliknya. Agni menghapus aliran air mata yang membuat sungai di pipi chubbynya.
“nangis gak akan menyelesaikan masalah kamu, cengeng.” Bisik Agni tepat di telinga Cakka. Cakka mengangkat kepalanya. Lalu tersenyum. kata-kata itu selalu diucapkan Cakka kecil jika Agni sedang menangis di ‘negeri awan’ mereka.
“Ag, plis. Biarin gue ngelakuin ini. Gue kangen lo.” Lirih Cakka. Agni tersenyum.
“jangan di halte ya. ini tempat umum,” entah setan apa yang merasuki Agni, ucapannya mengalir begitu saja dari mulutnya. Cakka menggangguk bak anak kecil. Ia menarik tangan Agni, menyuruhnya masuk kedalam Honda Freed putih yang sejak tadi diam di samping halte.
***
“saya sakit apa ya dok?” Tanya gadis yang sedang duduk di hadapan dokter kandungan. Karena tiba-tiba perutnya mulas, sepulang dari latihan, gadis ini lansung konsultasi ke dokter.
“sebelumnya saya mau mengucapkan selamat..” Dokter itu tersenyum kecil, “suami anda mana?”
Deg. Jantung gadis itu berdebar kencang. Suami? Apa jangan-jangan dia…
“setelah diperiksa, anda positive hamil. Usia kandungan anda baru menginjak sebulan.”
Seluruh tulang gadis itu berubah menjadi jelly. Lemes. Itulah yang dirasakannya.
“su.. suami saya sedang dinas. Pasti dia senang sekali.” Ucap gadis itu bergetar. Dokter dihadapannya tersenyum.
“tapi kamu harus menjaga bayi dalam janin kamu. Jangan terlalu sering bergerak. Apalagi melakukan gerakan yang membuat anda cepat lelah. Karena anda hamil muda, itu bisa mengganggu perkembangan sang bayi dan resikonya, bayi anda lahir cacat. Atau bisa saja..”
“iya dok, saya tahu. Makasih, dok. Selamat siang.” Gadis itu memotong ucapan dokter sebelum dadanya makin sesak mendengar semuanya. Ia melenggangkan kakinya menuju koridor rumah sakit. Ia sedikit menutupi kedoknya dengan jaket dan kacamata.
Sesak. Itulah yang dirasakannya. Apa yang dilakukannya? Sampai-sampai ia berbadan dua dan menghancurkan masa depannya? Hah? Apa yang dilakukannya? Pasti anak-anak kecewa mengetahuinya. Enggak! Gak! Anak-anak gak akan tau ini! Gak! Gadis itu menghapus air mata yang sudah mengalir di pipi chubbynya. Ia berlari menuju mobilnya, lalu menumpahkan semua air matanya.
“apa karena kejadian..”
^flashback on^
“mobilnya kenapa iel?” Tanya gadis itu. Ia turun dari mobil karena melihat kekasihnya itu mencak-mencak didepan kepala mobil.
“mogok. Gak bisa jalan. Gimana dong, vi?” Tanya lelaki itu. Gadis itu menghela nafas, lalu menggosok tangannya.
“terpaksa bermalem di mobil?”
Lelaki itu menggangguk pasrah, “gapapa kan, Vi?”
“iya, gapapa,” jawabnya.
Mereka berdua duduk di jok belakang. Gadis itu menggosok-gosokkan kedua tangannya. Mencari kehangatan. Lelaki di sampingnya membuka jaket yang tadi menempel di tubuhnya, lalu menyelimuti kekasihnya itu.
“masih dingin?”
Gadis itu menggangguk, lelaki itu merentangkan kedua tangannya, lalu gadis itu kini telah hangat didekapannya. Gadis itu merasakan jantungnya lompat dari tempatnya.
“vi..”
Lelaki itu mengangkat dagu gadisnya itu. Sementara gadis itu memejamkan matanya, merasakan deru nafas lelakinya itu semakin mendekatinya. Gadis itu merasakan bibirnya telah menempel pada bibir lelaki itu.
“vi.. buka yaaaa?” Tanya lelaki itu. Gadis itu hanya menggangguk. Entah apa lagi yang mereka lakukan setelah itu.
^flashback off^
“engga!! Engga! Hiks.. gue harus minta Gabriel tanggung jawab! Gak! Gak! Hiks..”
Gadis itu menancap gas dan pergi melesat dari rumah sakit itu.
***
“maafkan bila cintaku.. tak mungkin ku persembahkan seutuhnya.. maaf bila kau terluka.. karena ku jatuh di dua hati..”
Cowo gondrong itu mengambil selembar tisu lagi dari kotak yang ada disebelahnya. Lalu dengan gerakan cepat ia menguras ingus(?) yang ada di hidungnya.
“Alfa, gue sayang sama lo..”
Lagi-lagi, si cowo gondrong itu histeris. Ia mengambil lagi tisu di dalam kotak dan menghapus air matanya yang membasahi pipi chubbynya. Mungkin sudah 2 kotak dipakai untuk menghapus air matanya.
“GOCAP! APA-APAAN INI? LO NANGIS? OH MY GODS!!” Teriak Deva begitu melihat kamar adiknya penuh dengan tisu. Ray, menunjuk layar besar yang ada di hadapannya. Deva menoyor adiknya satu itu.
“etdah, cengeng amet. Selera film lo beginian. Malu gue jadi abang lo!” Gerutu Deva, ia duduk disebelah Ray, “filmnya sesedih apa sih?”
Mereka berdua menonton film yang tengah memutar adegan Afgan dan Tika Putri sedang berbicara berdua.
“iya, dia sakit.. SAKIT JIWA!”
Deva, sedikit demi sedikit hatinya terenyuh. Ia mulai merasakan matanya panas. sedetik kemudian, air matanya sudah mulai mengalir membasahi pipinya.
“ray. hiks.. bagi tisu dong..” pinta Deva, Ray menyodorkan kotak tisu berwarna krim yang ada disebelahnya. Mereka berdua pun menangis saking terharunya dengan film itu --“
Drrrtt.. Drrrtttt..
Ray mengambil handphonenya yang ada disebelah meja tempat ia meletakkan kotak tisu. Ia melihat sebuah sms yang masuk.
From: 08578899****
Kak..
CD nya udah selesai dipake?
Kalo sudah, pinjem dong hari ini :D
Alamat rumahku komp. Buana Hijau nomor 22.
-vania-
Ray dengan kecepatan ekstra mematikan film yang membuat Deva gigit bantal saking sedihnya. Deva yang melihat layarnya berubah menjadi warna hitam mengeluh pada adiknya itu. Namun adiknya hanya mencibir lalu berlari keluar kamar sebelum Deva ngamuk.
“padahal kan pengen liat.. Jane mati apa enggaa..” Lirih Deva. Dasar gedebuk dah-_-
***
Ray membawa caviga kuningnya menuju alamat yang menurutnya familiar, tapi Ray lupa itu rumah siapa. Ray berhenti di depan sebuah rumah berwarna abu-abu. Ray menekan tombol bel yang terletak di samping pagar rumah gadis manis yang ditemuinya di toko CD. Tak berapa lama, seorang gadis berkaos pink cerah dan hotpants putih berjalan kearah pagar. Ingin membuka pintu pagar. Begitu tatapan mereka beradu, jantung mereka serasa ditimpa beberapa batu berat.
“Lo?”
***
“WAW!”
Teriakan kecil itu keluar dari bibir Agni begitu melihat rumah yang letaknya di atas pohon. Rumah itu dicat berwarna putih. Di tangga-tangga untuk masuk sana, dihiasi bintang-bintang dan beberapa kapas agar terlihat seperti tangga menuju awan.
“Negeri di awan kita ya, Kka?” Tanya Agni, Cakka tersenyum. Agni menatap danau yang tak jauh dari tempat mereka sekarang berdiri. Danau dimana mereka berdua terakhir bertemu. Agni tersenyum miris.
“naik yuk?” ajak Agni, Cakka menggeleng kuat. Agni tersenyum kecil. Cakka pernah jatuh dari tangga menuju keatas begitu ia ingin naik keatas. Makanya, Cakka gapernah mau naik ke sana. Cuma Agni yang selalu berhasil dan Cakka duduk di bawah. Mereka berdua kalau mau ngobrol harus berteriak-teriak seperti di hutan.
“yah, Kka. Masa anak boy band kayak lo takut naik keatas?” Tanya Agni, Cakka mencibir.
“biarin,”
Agni menarik tangan Cakka paksa, “lo duluan yang naik. Gue jagain dari sini..” Cakka menatap Agni, gadis manis itu terdiam sambil tersenyum manis. Cakka menggangguk mantap. Perlahan, ia menaikkan satu kakinya di anak tangga pertama. Ia menatap Agni yang masih tersenyum manis. Lalu, ia memberanikan diri menaikkan kaki kanannya ke anak tangga seterusnya, dan seterusnya..
“AG! GUE DIATAS!” Teriak Cakka. Agni tersenyum. ia mulai menaikki satu persatu anak tangga. Agni tertawa kecil begitu ia duduk disamping Cakka. Cakka menyentuh tangan Agni. agni terdiam.
“Ag.”
“Yaaa?”
“Gue kangen masa-masa berdua sama lo.” Lirihnya, Agni tersenyum.
“gue jugaaa.”
Cakka tersenyum, Agni menyandarkan kepalanya di bahu Cakka. suatu kenyamanan itu kembali hadir di antara mereka berdua. Tali yang sudah putus seolah menyatu tanpa mereka ketahui.
Cakka mendekatkan wajahnya ke Agni, Agni menatap kedua mata itu dalam-dalam. Sorot mata itu, tidak pernah berubah dari dulu. Jarak mereka berdua semakin dekat. Agni menutup matanya pelan,
“gapapa ya, Ag?” Tanya Cakka, Agni menggangguk pelan. Perlahan tapi pasti, bibir seksi (?) cakka telah beradu dengan bibir tipis Agni. agni ingin membalas ciuman itu, tapi ia sama sekali gak punya keberanian.
“hmm..” desah Agni. Cakka semakin nafsu(?) melumat bibir Agni. 20 detik kemudian, Cakka melepaskan ciumannya dari bibir Agni. Agni masih memejamkan matanya. Meresapi kenikmatan yang dirasanya. Agni tersadar dan membuka matanya perlahan. Ia menundukkan kepalanya. Cakka pun sepertinya sama saltingnya.
“maaf.” Ucap mereka bersamaan. Cakka dan Agni berpandangan. Lalu tersenyum.
“gue lancang ya.” sesal Cakka, Agni tersenyum.
“gapapa kok, Kka.”
“Lagi ya, Ag?” Pinta Cakka, Agni menunduk. Cakka tersenyum, ia mengangkat dagu Agni, membuat Agni dapat merasakan nafas Cakka yang menggelitik wajahnya. Cakka membelai pipi Agni, lalu turun ke bibir.
“lo tetep cantik ya, Ag..” puji Cakka, Agni membuka matanya perlahan. Yah, gue pikir mau dicium. Batin Agni kecewa.
“makasih,” Jawab Agni. cakka yang ngeliat perubahan wajah Agni mulai mendekati wajah Agni. wah wah si Cakka mau apa lagi?
Agni lagi lagi memejamkan matanya, Cakka yang seperti diberi sinyal-sinyal semakin mendekatkan wajahnya ke Agni. nafas Cakka sudah sangat terasa di wajah Agni. agni meremas roknya sendiri saking tegangnya. Cakka lagi-lagi membawa bibir seksinya(?) ke hangatnya bibir Agni. Setelah dirasa cukup puas, Cakka melepas ciumannya itu. Sedangkan Agni, nafasnya sudah tersenggal-senggal karena gak bisa nafas dari tadi.
“hhh, hhh,”
“sorry, hhh, lancang..” Ucap Cakka lagi, nafasnya juga tak beraturan. Agni menggangguk lalu menidurkan kepalanya di paha Cakka. ia memejamkan matanya saking capeknya. Cakka ikut memejamkan matanya.
“capek ya?” Tanya Cakka dengan mata terpejam. Agni menggangguk.
“pulang yuk.” Ajak Cakka.
‘jadi ni anak ngajak gue kesini Cuma mau ciuman nih?’ batin Agni, ia beranjak dari paha Cakka, lalu menggangguk. Ia mengelap bibirnya yang basah akibat Cakka.
“sorry ya, Ag. Kebawa suasana.” Ucap Cakka, Agni menggangguk.
“first kiss gue tuh, Ag.” Lanjut Cakka,
“gue juga.”
“hehe, sorry yaaa.”
“ya, yuk balik.”
Cakka menggandeng tangan Agni menuju mobilnya yang terparkir tak begitu jauh dari mereka. Rintik-rintik hujan membuat Cakka lebih mengeratkan pegangannya pada Agni.
***
Rumah besar di ujung jalan itu menjadi tempat persinggahan Sivia. Ia menghentikan mobilnya di depan pagar bercat putih. Dengan gerakan cepat, ia membuka pintu mobilnya, dan membantingnya kuat-kuat, Sivia sudah nge-BBM kekasihnya, kalau dia sudah di depan pagar. Rintik hujan membasahi dress santai hijau toscha yang dipakainya. rambutnya yang panjang melambai-lambai ditiup angin.
Tak berapa lama, lelaki tinggi, kulitnya yang hitam manis dan wajahnya yang dewasa keluar. Ia mengukir sebuah senyum dan mengelus rambut kekasihnya perlahan. Diperlakukan seperti itu, tangis Sivia malah meledak.
“lah, kamu kenapa sayang?” Tanya lelaki itu. Sepertinya kita ga perlu merahasiakan lagi siapa kekasih Sivia. Pasti semua sudah mengetahui. Gabriel.
“Iel. Hiks.. Aku.. Hamil.”
“Ap.. Apa? Hamil?”
^bersambung^
niw.
Comments
Post a Comment