Matahari mulai meninggalkan bumi, garis-garis indah di langit satu persatu mulai hilang digantikan titik-titik berkilau indah. Seorang gadis berumur 15 tahun berjalan sambil menikmati desiran angin yang menerpa wajahnya. Disampingnya lelaki berambut gondrong berjalan dengan tangan di dalam kantong jaketnya. Mereka baru saja berjalan-jalan di taman kota. Dan mereka tidak menggunakan kendaraan bermesin sama sekali.
“Gak dingin?” Tanya lelaki berambut gondrong yang dijawab dengan gelengan kepala gadis berambut panjang itu. Rambutnya bergoyang mengikuti angin yang semilir.
Lelaki itu melepas jaket yang tadinya berada di tubuh kecilnya, lalu menyampirkannya di pundak gadis itu. Sehingga lelaki itu hanya memakai kaus hitam longgar.
“Terimakasih,”
Ray—lelaki itu— tersenyum manis. Ia menatap gadis yang tengah tersenyum tipis. Menurutnya, itu senyum yang paling indah yang pernah ditemuinya.
“Kita mau kemana lagi?” Tanya Ray, gadis itu menggeleng lemah.
“Pulang?” Tanya Ray lagi. Gadis itu menggangguk perlahan. Ray menggandeng tangan gadis itu, lalu tersenyum manis.
“Kak Ray, kak Ray kenal kak.. Oik gak?” Tanya Vania. Ray menghentikkan langkahnya lalu menatap Vania.
“Sangat,”
“Kak Oik itu.. siapa kakak sih?” Tanya Vania. Ray menerawang langit hitam pekat malam itu.
“Mantan pacar gue, dulu. Sebelum dia ngeduain gue dan ninggalin gue,” ucap Ray dengan tatapan nanarnya. Gadis disampingnya hanya menunduk.
“Sekarang kaka masih ada rasa sama kak Oik?” Tanya Vania mengintrogasi Ray. Ray menggidikkan bahunya.
“Entah,”
Hening menyelimuti mereka. Hanya terdengar deru nafas keduanya dan suara belaian angin yang menusuk tulang.
^^
^^
Lain halnya dengan gadis manis ini. Ia terduduk di balkon kamarnya. Bulatan hitam samar-samar terlihat di bawah matanya. Wajahnya lebih letih daripada biasanya.
‘Kriek..’
Pintu kamarnya terbuka. Ia menoleh ke arah pintu, lalu kembali menatap langit malam yang dipenuhi titik-titik indah itu.
“Agni, makan dulu yuk,” ajak gadis yang lebih tua darinya. Gadis itu menggeleng lemah.
“Lo duluan aja, Fy, gue gak nafsu makan.” Ucapnya dengan suara lemah. Ify melangkahkan kakinya menuju balkon dan ikut duduk di sebelah adiknya. Ia membelai rambut panjang adiknya, lalu membawa Agni ke pelukannya. Tak berapa lama setelah itu, terdengar suara isakan.
“Sabar, Agni.”
“Gue kecewa banget sama keputusan Sivia. Gara-gara dia, kita hari ini gak jadi tampil di TV. Hiks..” Adu Agni dengan gayanya yang childish. Ify menyeka bulir-bulir yang membasahi pipi chubby adiknya.
“Sabar ya. Dia pasti punya alasan yang kuat untuk keluar dari 7 Icons. Sekarang kita makan ya. Setelah itu, kita pikirin baik-baik kelanjutan kelompok ini.” Ucapan Ify tadi dianggukkan oleh Agni. Kedua kakak beradik ini berjalan beriringan menuju ruang makan.
‘Cepat atau lambat, gue bakalan tau apa alasan lo itu, Vi. Liat aja, nanti.’ batin Agni.
^^
SMA Perdana. Tempat Smash dan 7 Icons menimba ilmu itu pagi ini dihebohkan dengan keluarnya Sivia dari 7 Icons dan Gabriel dari Smash. Gossip-gossip kalau mereka berdua menjalin hubungan special pun menyebar luas. Gossip itu membuat api di hati Agni maupun Cakka. Mereka berniat untuk menggebrak Sivia dan Gabriel pulang sekolah ini.
Jam istirahat, Cakka mengajak anggotanya untuk merundingkannya bersama kelompok rival mereka, 7 Icons. Aula utama pun menjadi saksi bisu mereka.
“Gue 50% percaya sama gossip yang dibikin anak-anak,” Acha angkat suara. Seluruh pasang mata disana menatap Acha yang tengah asyik memainkan BlackBerrynya.
“Gue juga, kenapa mereka berdua bisa barengan keluar coba?” Ozy membenarkan ucapan Acha. Mereka berdua bertemu pandang, lalu tersenyum.
“Setuju! Lagian, gue juga gak yakin sama alesan Sivia. Soalnya dia sempet mikir-mikir dulu kemaren ya kan?” Kata Zevana yang diangguki oleh 7 Icons.
“Gabriel juga gak mau ngasih tau apa alesan dia keluar dari SMASH. Itu artinya, dia ngasih kesempatan untuk kita nyari tau” Ungkap Cakka. Sementara Agni masih terbengong di tempatnya. Sebenarnya, hatinya menepis semua ucapan anak-anak sekolah tentang gosip hubungan Sivia dan Gabriel. Tapi.. semua fakta di hadapannya itu membuatnya harus percaya dengan hubungan special Sivia dan Gabriel.
“Gimana kita bisa ngelacak mereka? Hari ini mereka engga masuk. Masa kita ke rumah Sivia? Gue ogah nginjekin kaki gue kerumahnya. Yaiks,” Kata Angel sambil berlagak jijik.
“Gabriel juga gak masuk,”
Mereka terdiam mendengar ucapan Deva. Mereka asyik memutar otak mereka. Diantara mereka, Ray malah menatap tajam ke Oik yang tengah senyum-senyum sendiri dengan handphonenya. Jujur, masih ada rasa sayang Ray ke Oik. Tapi, rasanya itu perlahan memudar seiring waktu.
“Jadi gimana?” Pertanyaan Rio tadi membuat Ray terbuyar dari lamunannya.
“Gimana kalau gue, Agni, Acha dan Ozy nguntitin Gabriel dari jauh? Barangkali hari ini dia mau pergi kemana gitu,” Usul Cakka. Semuanya menatap Cakka. Cakka tersenyum lalu menuliskan sesuatu di kertasnya. Seperti nama kelompok.
“Kelompok pertama, gue-Agni-Ozy-Acha nguntitin Gabriel. Nah kelompok kedua ini, Ray-Deva-Oik-Angel nguntitin Sivia. Dan kelompok ketiga ini.. Hmm. Ngapain ya? Kalian stand by aja dulu di sekolah. Kalo kita ngasih tau dimana tempat mereka mau pergi, baru kalian jalan, setuju?”
Semua mangut-mangut setuju. Cakka tersenyum lalu menyimpan kertas tersebut dalam saku celananya.
“Smash dan 7 Icons kerja sama. Tapi gak bermaksud ngakhirin perang dingin loh,” Ucap Rio yang diangguki oleh anak-anak SMASH.
“Sip!”
“Yaudah, sekarang kita balik ke kelas. Pulang sekolah kita kumpul di sini, deal?”
“Deal!” Jawab mereka bersebelas kompak. Cakka tersenyum puas. Anak-anak satu persatu meninggalkan aula. Tersisa Agni yang masih sibuk dengan lamunannya. Cakka menepuk pundak Agni pelan. Agni terlonjak dan menatap Cakka.
“Lo baik-baik aja, kan?” Tanya Cakka memastikan. Agni menggeleng perlahan, lalu menghela nafas berat.
“Apa lo yakin ini bakal berhasil?” Ragu Agni, Cakka menggenggam kedua tangan Agni, lau menatapnya dalam.
“Percaya sama gue. Kita pasti bakal mecahin masalah ini. Lo percaya kan sama gue?” Agni menatap Cakka dalam-dalam. Lalu menggangguk kecil.
“Yaudah, ke kelas yuk. Sebentar lagi bel,” Ajak Cakka yang dijawab dengan gelengan kepala Agni.
“Gue mau disini aja ampe jam keenam. Kalo lo mau masuk, masuk aja.” Ucap Agni datar. Cakka menarik kursi yang ada di sebelah Agni, lalu mendekatkan kursinya ke sebelah kursi Agni.
“Gue juga mau disini aja, nemenin lo.” Agni menatap Cakka yang tengah tersenyum tipis. Cakka membalas menatap Agni dengan tatapan mautnya. Agni terhipnotis. Perlahan, Cakka mendekatkan wajahnya ke wajah Agni. Agni memejamkan matanya. Cakka tersenyum kecil. Cakka menghapus jarak diantara mereka, dan menyapu bibir tipis Agni. Agni merasakan desir-desir halus di hatinya. Baik Cakka maupun Agni tak ada yang melepaskan ciumannya. Sampai bunyi bel yang membuat Agni menarik bibirnya. Agni menunduk, sementara Cakka tersenyum.
“Maaf,” seru Cakka dan Agni bersamaan. Mereka menatap satu sama lain, lalu tersenyum.
“Second kiss aku tuh, Ag.” Tutur Cakka. Agni memukul lengannya pelan. Membuat Cakka terkekeh kecil.
“Eh, Agni.” Panggil Cakka. Agni menaikkan alisnya. Cakka mencondongkan badannya kearah Agni, dan lagi-lagi mencium bibir manis Agni.
^^
^^
“Ik! Oik!”
Oik membalikkan badannya dan melihat lelaki berambut gondrong tengah berlari kearahnya. Oik menaikkan alisnya heran.
“Kenapa, Ray?”
“Vania itu siapa elo sih?” Tanya Ray yang sukses membuat Oik memandangnya dengan tatapan sayu.
“Adik gue, gue permisi Ray,”
“Eh, eh tunggu.” Cegat Ray, namun Oik menepis tangannya kasar. Membuat Ray memasang wajah heran. Kenapa? Ada yang salah?
^^
^^
Seorang gadis dengan dress santai berwarna putih susu tengah mematut dirinya di depan cerminnya. Senyumnya merekah. Ia menyisir rambut panjangnya yang sudah setara dengan sikunya. Ia menguncitnya menjadi satu tarikan.
“Sayang, sebentar lagi kita akan hidup bahagia bertiga. Aku, kamu, dan papamu,” Ucapnya sambil mengelus perutnya yang datar. Ia membenarkan poninya yang menutupi sebagian keningnya, lalu duduk di depan komputer.
“Sekarang kita mau ngapain ya, sayang? Gimana kalo cari nama? Mama sih maunya ngasih nama Siviel yang artinya Sivia dan Gabriel. Hihi lucu ya sayang. Tapi kalau cowo, mama kasih nama apa ya? Gabria? Gaby?” Sivia asyik berbicara dengan perutnya. Ia membuka jejaring sosial facebook, lalu membaca beranda facebooknya.
“Huh! Bosen banget mama nih, sayang. Ntar siang kita kedokter ya. Mama mau check kamu, hihi. Gasabar pengen denger tangis kamu,”
Matanya jelalatan membaca status-status atau melihat foto-foto yang diupload ke facebook. Matanya terhenti dan membulat begitu membaca sebuah status. Status Agni.
“Agni Nubuwati: Lo bakal nyesel sama keputusan lo! Liat aja nanti! Gue bakal cari tau apa yang lo sembunyiin, Via.”
Gadis itu menelan ludahnya. Status itu dibuat beberapa jam lalu, tepatnya 2 jam yang lalu. Gadis itu mengeklik profile Agni, lalu membaca status Agni beberapa hari setelah ia keluar dari 7 Icons.
“Kecewa sama keputusan lo :(”
“Sorry Sahabat Dahsyat, hari ini kita gajadi tampil di dahsyat. Next time ya guys! :)”
“Sahabat macem apa lo? Puas udah buat kita hancur?”
Glek. Gadis itu menelan ludah perlahan. Sahabat macam apa gue? Sahabat macam apa?
“Lo bakal hancur di tangan gue dan anak-anak lain. Itu akibatnya nelantarin kita!”
Gadis itu semakin terpojok membaca status Agni. Apalagi begitu sebuah pesan yang masuk ke facebooknya semenit yang lalu. Sebuah ancaman yang membuat gadis itu menggigit bibir bawahnya.
“LIAT AJA, VI. LO BOLEH KETAWA DIATAS PENDERITAAN KITA SEKARANG! TAPI LO, BAKAL TAU APA AKIBATNYA! HAHA! Agni.”
^^
To Be Continued .
^^
To Be Continued .
Comments
Post a Comment