Ini hasil dari ngubek-ngubek file, udah lama kesimpen rapi. Walaupun udah di post di facebook sekalipun, tetep aja masih kurang pembaca-_- Here we go here we go:D baca ya baca yaaa! :) Maaf ya jelek -_- Abis lagi pengen
cerita ‘dilema’ gitu. Hehe.
Lansung aja
dibaca ^^V
***
Cinta.
...tak hanya di satu hati....
***
Sebuah perasaan yang melanda hati, kadang membuat bingung, resah, galau, senang, bahagia, salting, dan sebagainya. Rasa yang paling indah didunia, dan selalu datang tanpa diundang oleh sang pemilik hati.
...tak hanya di satu hati....
***
Sebuah perasaan yang melanda hati, kadang membuat bingung, resah, galau, senang, bahagia, salting, dan sebagainya. Rasa yang paling indah didunia, dan selalu datang tanpa diundang oleh sang pemilik hati.
“Cinta”
^^
Langit
sore itu berwarna oranye kemerah-merahan. Matahari berada di tengah-tengah
garis cakrawala. Artinya, sebentar lagi matahari selesai bertugas menerangi
bumi. Gadis manis itu duduk di atas trampoline sambil memandang warna langit
yang berubah menjadi biru kelam. Bintang-bintang satu persatu mulai menampakkan
diri. ia menghela nafas, mencoba membuang seluruh beban yang ada
dihatinya.
Agni,
nama gadis itu, tersenyum memandang titik-titik kecil yang mulai menghiasi
langit malam hari itu. Agni merentangkan kedua tangannya, lalu tersenyum kecil.
Ia menyukai bintang, walau hanya terlihat seperti titik-titik kecil.
“Agni!
Masuk, noh makan malem.” Teriakan kakaknya menyuruhnya untuk masuk kedalam
rumahnya. Ia pun memasuki ruang makan yang sudah dipenuhi dengan berbagai macam
makanan.
“mau
ada pesta apa sih?” Tanya Agni, Gabriel Cuma tersenyum kecil.
“gak
ada.”
Agni
menyernyitkan dahinya. Gak ada? Jadi untuk apa makanan-makanan ini? Mau
dibagiin ke tetangga apa? Agni duduk di kursi sebelah Gabriel. Setiap malam,
mereka selalu makan berdua. Mengingat orang tua mereka yang terlalu sibuk akan
bisnis mereka. Agni mengambil beberapa sendok nasi dari rice cooker, lalu
mengambil paha ayam kecap yang dimasak Gabriel. Lalu memakannya dalam diam.
Gabriel nampaknya juga tak ingin membicarakan sesuatu.
“Oh
ya, Kak,” Agni mulai memecahkan keheningan diantara mereka, “Besok aku gausah
sekolah lagi ya? hehe.”
Gabriel
menyunggingkan senyum manisnya, “Gaboleh, besok harus tetep sekolah cantik,”
“Ah,
kakak mah gitu. Cape nih, gapapa ya??” Pinta Agni, Gabriel Cuma menyunggingkan
senyum manisnya.
“Engga
boleh.” Jawabnya singkat. Agni menggembungkan pipinya, lalu kembali menyantap
makan malamnya. Tak berapa lama, Agni beranjak dari tempatnya makan, ia
mengambil piring bekas makannya, lalu membawanya ke belakang. Setelah
mencucinya, Agni kembali lagi ke meja makan. Ia meneguk lansung gelas yang
berisi air dingin.
“duluan
ya,” Pamit Agni. Gabriel menggangguk. Agni naik ke atas, menuju kamarnya. Kamar
Agni memang dilantai atas. Gabriel tersenyum. ia tahu Agni pasti ngambek karena
gak diperbolehkan untuk membolos.
“dasar
anak manja,”
***
“Bete!
Kenapa besok gak libur aja sih? gue bête sekolah! huh.” Gerutu Agni begitu ia
sampai di kamarnya. Ia membanting tubuhnya di atas kasurnya yang dilapisi bad
cover berwarna biru pekat bercorak bintang.
Drrrttt,,
Drrttt,,
Agni
menatap handphonenya yang bergetar. Tertera nama ‘Rio’ disana. Agni tersenyum
kecil. Buru-buru diangkatnya telefon itu sebelum Rio ngambek dan ngga mau
nelfon Agni lagi.
“Halo?”
sapa Agni riang. Nampak Rio tersenyum di ujung sana.
“Halo
juga.”
Agni
tersenyum kecil, “kenapa, yo? Ada masalah apa tadi disekolah?” ya, Agni tadi
gak masuk. Gara-gara dia harus nganterin kedua orang tuanya ke bandara pukul 9
pagi. Awalnya Agni nolak, tapi karena dijaminin sama Gabriel es krim ‘Chocorise
Cappucino’ Agni lansung mau.
“Sekolah
sepi tanpa lo. Si Cakka gak ada lawan berantem,” Lapor Rio. Agni mendengus
begitu mendengar nama ‘Cakka’ di telinganya. Huh! Kenapa harus nama dia sih?
“Oh.”
Gumam Agni, “terus?”
“Ada
anak baru. Cewe. Namanya Ashilla. Duduk dibangku lo. Tapi, udah gue kasih tau
kok siapa kawan sebangkunya besok. Gue bilang aja anaknya baik, asyik, lucu,
tapi hati-hati ganas..” Agni manyun.
“Jelek
lo, yo!” Tawa Rio meledak mendengar ucapan Agni. ingin rasanya ia merusak poni
andalan Agni yang selalu menambah kemanisan wajahnya.
“Eh,
jadi lo duduk sama Cakka ya, Yo?” Tanya Agni, Rio lansung ber-‘cie’.
“Cie,
yang gak mau dipisahin sama Cakka..” Goda Rio. Secara sadar atau engga, pipi
Agni bersemu padam mendengar godaan Rio.
“engga
lah. Bagus lagi gue jauh-jauh dari Cakka Sutisna itu!” Gerutu Agni. terdengar
tawa renyah Rio. Agni tersenyum mendengar suara tawa yang membuat hatinya
tenang itu.
“eh,
udah dulu deh, Ag. Gue dipanggil sama orang tua gue. disuruh makan. Bye, Agni.”
“bye.”
Tut.
Sambungan telepon dimatikan oleh Rio. Agni meletakkan handphonenya di sebelah
lampu tidurnya. Dia jadi penasaran sama wujud anak baru itu. Seperti apa ya?
lebih cantik dari Agni gak ya? eh, emang kenapa kalo dia lebih cantik? Bagus
dong! Jadi dia bisa dijodoh-jodohin sama Cakka. batin Agni. ia memeluk boneka
berbentuk bintang tersenyum yang ada di sampingnya.
Agni
menyukai bintang. Entah kenapa. Ia sangat menyukai bintang. Bintang selalu
menerangi bumi dengan sinarnya sendiri. Walau kadang jika mendung, cahayanya
tertutup oleh awan hitam, tapi Agni tetap menyukainya. berbeda dengan Rio yang
sangat menyukai Bulan. Bagi Rio, bulan anggun dan indah. Cahaya bulan tak
pernah menghilang biarpun awan hitam menutupinya.
“kok
jadi mikirin Rio?” Tanya Agni heran. Ia tersenyum kecil. Lalu membaringkan
tubuhnya di kasurnya. Ia merasakan ketenangan sendiri kalau mengingat kedua
sahabatnya itu. Rio dan Cakka. eh, apaan nih bawa-bawa Cakka? Agni lansung
manyun sendiri denger nama Cakka. udah ah, Agni lansung memejamkan matanya. Tak
berapa lama, terdengar dengkuran halus. Pertanda Agni telah tidur.
***
Matahari
mulai bersinar. Burung-burung bernyanyi kecil menyambut sinar hangat matahari
yang siap menyinari dunia. Agni menghirup udara pagi yang segar. Ia sudah siap
dengan pakaian SMA dan sepatu kets berwarna hitam yang sudah memudar menjadi
abu-abu.
Drrrrttt,,
drrrrttt..
Agni
menatap handphonenya yang kini bergetar. Bukan nama ‘Rio’ yang tertera disana,
melainkan ‘Cakka’. Agni menarik nafas sebelum mengangkat telepon dari rivalnya.
Lalu memencet navigasi berwarna hijau.
“halo,
kenapa?” Tanya Agni tanpa basa-basi. Tak ada jawaban dari seberang sana. Agni menaikkan
alisnya, Cakka kenapa nih? Agni menatap layar BlackBerry nya. masih tersambung
pada Cakka.
“halo,
Kka?”
‘Tin..
Tin’
“Halo,
Ag? Gue jemput ya? Gue udah didepan rumah nih!” Seru Cakka sambil cengengesan.
Agni menatap ke bawah dan dilihatnya Cakka sudah melepas helm full face nya dan
kini tengah cengengesan kearahnya. Kebiasaan! Batin Agni.
“yaudah,
gue kebawah sekarang. Tunggu,”
Tut.
Agni memasukkan handphonenya ke kantung seragamnya. Ia menyambar tas biru
langit yang ada di atas meja belajarnya. Lalu mulai menulusuri anak tangga.
Gabriel yang melihat adiknya terburu-buru menaikkan alisnya.
“sarapan
dulu Ag?”
Agni
menggeleng, “Cakka udah jemput. Gaenak sama dia nunggu lama.”
“ajak
makan bareng aja,” Tawar Gabriel, Agni menggeleng lemah.
“gausah
deh, kak. Udah telat nih. Duluan kak.” Agni berlari keluar rumah, lalu membuka
pagar setinggi 2 meter yang membatasinya dengan Cakka. terlihat Cakka tengah
duduk di caviga merahnya, dengan menenteng helm full face berwarna hitam
kesayangannya. Agni tersenyum kecil.
“kemaren
gak masuk, neng?”
Agni
tersenyum, “iya. Kemaren gak ada lawan debat ya, mas? Haha,”
Cakka
Cuma cengengesan mendengar ucapan Agni. ia menepuk-nepuk jok motor belakangnya.
Agni menggangguk, lalu duduk di jok belakang motor Cakka.
“pegangan
Ag,” suruh Cakka.
“heh?”
Ngeeng..
Cakka melajukan motornya dengan kecepatan ekstra. Agni yang hampir terhuyung
kebelakang refleks memegang pinggang Cakka, ia melingkarkan tangannya di
pinggang Cakka. sementara Cakka Cuma tersenyum manis.
***
SMA
Indonesia Raya hari itu belum terlalu ramai dengan murid-murid. Membuat Agni,
Cakka, Rio dan Shilla menyempatkan diri mengisi perut mereka di kantin. Kantin
juga belum terlalu ramai.
“jadi
lo pindahan dari Amerika? Wah, ketemu kembaran gue gak?” Tanya Cakka antusias
dengan mulut penuh bakso.
“Kka,
telen dulu..” Nasehat Agni, Cakka cengengesan lalu menelan bakso yang sudah
hancur digigitnya.
“Kembaran
kamu? Siapa?” Tanya Shilla polos. Agni yang sudah tahu jalan fikiran Cakka
lansung menoyor Cakka. cakka cengengesan lagi.
“Justin
Bieber, hehe.”
Kompak
Rio dan Agni bersorak mendengar ucapan Cakka, sementara Shilla Cuma tersenyum
kecil sambil menyedot es teh manis yang dipesannya.
“Yang
namanya Cakka gausah digubris, Shill. Entar kamu malah ikutan stress kayak
dia,” Ucap Agni yang disertakan dengan pelototan Cakka. Shilla tersenyum kecil.
“Iya,”
Cakka
manyun, lalu kembali sibuk dengan baksonya. Sementara Agni dan Shilla sudah
terlibat dengan perbincangan tentang perkembangan fashion di Amerika. Rio asyik
dengan handphonenya. Tak memperdulikan sekitarnya.
“eh,
pulang sekolah jalan yuk!” Ajak Cakka.
“kemana?
Jangan ngajak ke rumah idaman lo ya, Pemakaman Umum,” Celetuk Rio, Cakka
menoyor kepala Rio.
“enak
aja. ehm, ke mal yuk. Sekalian ngajak Shilla jalan-jalan. Dia kan belum tahu
sama mal Jakarta. Wkwk.”
“yaudin
kalo gitu. Lo jemput gue ya, Kka!” Pinta Agni, Cakka mengancungkan jempolnya.
Sementara Rio memandang Shilla yang juga tengah menatapnya. Shilla menunduk
malu, sementara Rio Cuma tersenyum kecil.
‘dih,
apaan sih itu dua orang senyum-senyum gitu.’ Batin Agni sambil menggigit pisang
bakar yang dipesannya. Matanya masih menatap kedua insane yang sedang tersenyum
gaje di hadapannya.
“Ehm,
ehm, udah mau masuk nih, masuk kelas yuk.” Ajak Agni mencoba menghentikan aksi senyum-senyum
gaje antara Rio dan Shilla. rio menatap Agni yang tengah asyik menyuruput es
jeruknya. Lalu tersenyum.
‘akhirnya
lo cemburu juga, Ag,’ Batin Rio sambil tersenyum memandang Agni. Agni yang
merasa diperhatikan pura-pura memandang kearah lain agar Rio tak bisa melihat
bahwa Agni tengah senyum-senyum sendiri.
“Yaudah
yuk,” Ucap Cakka yang sudah menghabiskan baksonya. Agni menggangguk lalu
berjalan berdua Shilla dibelakang Cakka dan Rio.
***
Agni
duduk di teras rumahnya sambil memainkan kelinci putih yang dibelikan Cakka
beberapa bulan lalu waktu Agni ulang tahun. Nama kelinci itu ‘Cagniyo’ yang
artinya ‘Cakka Agni Rio’. Entah kenapa ada perasaan nyaman ketika ia menyentuh
bulu-bulu lembut Cagniyo.
‘Tin..
Tin..’
Suara
klakson motor mengagetkan Agni. ia menyimpan Cagniyo dalam kandang berwarna
ungu, lalu meletakkannya di samping sofa depan. Ia berlari untuk membuka pagar,
dan tersenyum melihat Cakka dengan kaos abu-abu, jaket hitam dan celana
jeansnya. Sepertinya mereka kompakan, karena Agni juga memakai kaos abu-abu.
“Cie
kita kayak pasangan abu-abu monyet ya, Ag. Tapi kamu monyetnya.” Celetuk Cakka,
Agni mendaratkan sebuah jitakan ke ubun-ubun Cakka. cakka tersenyum. ia memakai
helm full face yang tadi dilepasnya. Agni naik ke caviga merah Cakka. lalu
brum.. brum..
***
“Yoo!!
Lo dimana? Gue sama Cakka lagi di tambal ban nih. Motor Cakka bannya bocor.
Asem memang!” Gerutu Agni. Cakka sendiri Cuma tersenyum masam mendengar Agni
berbicara dengan Rio di telepon. Ya, Ban Motor Cakka tiba-tiba pecah dan mereka
berdua terpaksa menunggu ban Cakka diganti. Ban dalamnya harus diperiksa dulu.
Makanya agak lama. Mereka berdua tengah duduk di kios pinggir jalan. Hujan
tengah asyik mengguyur bumi.
“Yah,
kalo gitu dibatalin aja.” Sahut Rio di ujung sana. Cakka menggeleng, Agni
tersenyum.
“jangan
dong, yo. Entar lagi kita juga sampe sana kok. Sabar ya, lo kalau mau
jalan-jalan dulu gapapa.”
“Oke,
hati-hati ya, Ag, Kka.”
Agni
menggangguk, lalu memutuskan sambungan telepon. Ia duduk disebelah Cakka yang
sedang asyik makan pop mie. Katanya ujan-ujan enaknya makan indomie. Agni Cuma
geleng-geleng kepala melihat Cakka makan belepotan. Ia mengeluarkan tisu dari
tas kecilnya, lalu mengelap ujung bibir Cakka.
“laper
banget, gamakan berapa tahun sih?” Tanya Agni, Cakka terus menatap tangan Agni
yang membersihkan ujung bibirnya, lalu dagunya yang dipenuhi dengan bekas kuah
pop mie.
“makan
kok kayak anak TK, sih Kka.” Agni terus menggumam tak jelas. Cakka Cuma
tersenyum. jantungnya bekerja lebih cepat dari biasanya. Wah, gue kena serangan
jantung abis sini. Batin Cakka.
“udah,
makan tuh yang rapi ngapa.” Agni membuang bekas tisu yang dipakainya untuk
mengelap mulut Cakka ke dalam tong sampah di sebelahnya.
“hehe,
mau coba, Ag?” Tanya Cakka, ia membulatkan mie yang panjang itu di garpunya,
lalu menyodorkannya pada Agni.
“engga
deh, Kka. Makasih ya,” Agni mencoba tersenyum. cakka manyun.
“makan
atau gue gak anter balik,” Paksa Cakka, Agni menggangguk lalu melebarkan
mulutnya.
“aa’
Agni. aamm.. enak gak?” Tanya Cakka, Agni mengunyah mie tersebut sambil
mangut-mangut. Cakka tersenyum melihat Agni menggangguk.
“sekali
lagi, Ag!!” Cakka menyuruh Agni membuka mulutnya, lalu memasukkan buletan mie
tadi ke mulut Agni. agni tersenyum lalu mengunyah mie yang masih panas. gak
ditiup apa sama Cakka.
“Ag,
lo kenapa?” Tanya Agni begitu melihat Agni menahan sesuatu.
“Nanas,”
Jawab Agni tak jelas.
“nanas?
Buat apa? Lo mau ngerujak?” Tanya Cakka heran, Agni menggeleng.
‘Glek’
“Panas
Cakka. Lo kira-kira kalo mau nyuapin guee!” Gerutu Agni. Cakka cengengesan.
Hujan semakin lama semakin deras. Plastik di kios yang ada diatas kepala mereka
sedikit demi sedikit meneteskan air hujan. Dan naasnya, tepat diatas kepala
Agni.
“basah..”
Keluh Agni. ia melindungi kepalanya dengan tangan mungilnya. Cakka yang baru
selesai makan melihat Agni melindungi air hujan dengan tangannya tersenyum. ia
melepas jaket hitamnya, lalu disampirkannya ke tubuh mungil Agni. Ia menyatukan
kedua tangannya, lalu meletakkan kedua tangannya di atas kepala Agni.
“ngapain
Kka?” Tanya Agni.
“ngerujak,”
jawab Cakka santai. Agni manyun.
“Jelek
lo, Kka.”
“hehe,”
Cakka cengengesan.
“mas,
motornya sudah selesai,” ucap salah satu montir di tambal ban pinggir jalan.
Cakka beranjak dari duduknya, lalu menyuruh Agni menggeser duduknya ketempatnya
duduk tadi agar tak basah.
Agni
bisa merasakan pipinya merah sekarang. Sifat manis Cakka tadilah yang
membuatnya tersenyum gaje seperti ini. Cakka datang sambil tersenyum.
“Masih
ujan, Ag.” Cakka berdiri di sebelah Agni. agni mendengus.
“nanti
kalo Rio nunggu lama gimana?” Tanya Agni khawatir. Wajah Cakka berubah kecewa
mendengar ucapan Agni. ia menghela nafas, lalu memberikan helm full face nya ke
Agni.
“kita
terobos aja. lo pake jaket gue. tenang, jaket gue pasti bisa ngelindungin lo
dari hujan. Dan.. lo pake helm gue. biar lo gak sakit.” Suruh Cakka, nada
bicaranya dingin.
“Lo
pake apa dong, Kka?” Tanya Agni, Cakka memaksa senyum.
“gue
udah biasa.”
Agni
tersenyum, Cakka menerobos hujan lebat yang membasahi tubuh gembulnya itu. Agni
memakai helm full face itu, lalu naik ke atas motor Cakka. sebelumnya, ia
mengelap sisa air yang membasahi jok motor Cakka.
Nggeeenggg..
‘Gue
rela sakit. Demi ngeliat kebahagiaan lo, Ag,’ Batin Cakka perih.
***
Rasa perih yang
menusuk hati. Tapi sakit itu terobati begitu melihat senyummu. Bila
kebahagianmu adalah dia, maka aku akan menerimanya. Walau aku harus..
“Berkorban Untukmu”
^^
Agni
mengajak Cakka menunggu di dalam Starbucks. Rio menjanjikan untuk menemui
mereka di Starbucks, katanya dia sedang di Sixty One, mencari kaos untuk Cakka
yang basah kuyup. Ya, Cakka basah kuyup begitu sampai di Mal itu. Agni merasa
gak enak sama Cakka, makanya dia meminjam jaket Rio untuk menutupi basahnya
baju Cakka. Untung jeans Cakka warna hitam, jadi tidak terlalu kelihatan kalau
basah.
Keheningan
menyelimuti mereka berdua. Hanya terdengar deru nafas Cakka yang sesekali
menghela nafas. Agni memandang orang-orang yang sedang berdiri menunggu hujan
reda melalui jendela. Kadang senyum tersungging di bibirnya begitu orang yang
lewat dihadapannya melempar senyum.
“Liat
apa, Ag?” Tanya Cakka mencoba mengoyak kesunyian di antara mereka.
“Orang
yang lalu-lalang. Asyik aja,” Jawab Agni seadanya. Cakka tersenyum, lalu
menghela nafas lagi.
“Lo
suka ya sama Rio?” Tanya Cakka agak hati-hati. Agni menatap Cakka yang tengah
menatapnya. Ada sirat kasih sayang disana. Agni tersenyum.
“engga
tau. Kayaknya iya. Gue sayang sama dia. Lebih dari sahabat,” Ucap Agni dengan
nada riang yang tak bisa ditutupi. Cakka tersenyum.
“ecie
si monyet udah bisa suka-sukaan,” Goda Cakka menyembunyikan rasa perihnya. Agni
melempar tisu yang dipakainya untuk menghapus sisa kopi yang menempel di
bibirnya.
“bête!
Dasar Cakka Sutisna!”
Cakka
tersenyum kecil. Lagi-lagi, hening menyelimuti mereka berdua. Tak ada yang
mengucapkan sepatah katapun setelah Agni mengejek Cakka. hanya terdengar
rintik-rintik hujan yang bersentuhan dengan genteng mal.
“Hai,
sorry lama nunggu.” Ucap Shilla begitu melihat kedua sahabat barunya itu duduk
termenung sambil menatap jendela.
“eh,
gapapa Shill. Dapet gak baju untuk si Cakka? soalnya badannya gede banget. Jadi
susah ya dapetinnya. Hehe,” Celetuk Agni yang membuat Cakka mengerucutkan
bibirnya.
“yaudah
yuk, Kka. Ganti baju. Jaket gue kasian lama-lama bareng elo. Wkwk” Rio menarik
tangan Cakka ke toilet, lalu Shilla duduk didepan Agni.
“Ag,
Agni. gue.. boleh cerita engga?” Tanya Shilla, ia menggigit bibir bawahnya.
“Apa,
Shilla?”
Shilla
menelan ludah, lalu tersenyum kecil,
“menurutmu, Rio itu gimana?” Tanya Shilla. agni memutar bola matanya,
lalu menyunggingkan senyumnya.
“baik,
lucu, perhatian, emang kenapa, Shill?”
Shilla
menampakkan wajah kecewa, lalu tersenyum, “Nanya aja kok, Oh ya, kamu suka ya
sama Rio?”
Persis
pertanyaan Cakka. gumam Agni dalam hati. Ia menggeleng sambil tersenyum. shilla
menghela nafas kecil.
“oh.
Jadi? kamu suka Cakka?” Tanya Shilla, Agni menggeleng cepat.
“ih,
suka sama Cakka Sutisna! Engga Shill. Kalo lo mau ambil aja.” Seru Agni. shilla
tersenyum kecil.
“engga,
aku juga gak suka kok sama Cakka,”
Agni
tersenyum kecil. Apa bener gue suka sama Rio? Tapi kenapa.. gue gak pernah
ngerasa deg-degan setiap dia lewat dan deket di hadapan gue? apa gue Cuma
kagum? Ah entahlah. Batin Agni.
***
“Kok
bisa basah gitu sih, Kka?” Tanya Rio begitu Cakka keluar dengan kaos merah yang
dibelikan Rio. Agak longgar.
“Jaket
gue gue kasihin ke Agni,” Jawab Cakka santai. Rio membasuh wajahnya dengan air.
Lalu tersenyum.
“lo
suka sama dia, Kka?” Tanya Rio, Cakka menggidikkan bahunya, “Kalo suka bilang
aja, Kka. Gue support elo!”
Cakka
menaikkan alisnya, “Lo gapapa, bro?”
“haha,
gue nganggep Agni Cuma sebagai sahabat, Kka. Oh ya, menurut lo Shilla cocok gak
sama gue?” Tanya Rio sambil menaik-naikkan alisnya. Cakka tersenyum sumringah,
lalu menepuk pundak Rio histeris.
“makasih,
Yo! Makasih!! Cocok banget!! Anang-Ashanty aja kalah!!” Ucap Cakka histeris.
Rio tersenyum melihat cowo di hadapannya ini.
“yaampun,
Kka. Lebay banget. Yaudah yuk, kesana, entar gadis-gadis kita menunggu terlalu
lama.. terlalu lamaaaa..” Rio menutup pembicaraan denga sebuah lagu Vierra-_-
“Cie,
Vierrania. Kemaren bukannya Kangen Lovers?”
‘Pletak’
Satu
jitakan mendarat di kepala Cakka.
***
Sudah
lebih dua bulan Shilla bersekolah disitu. Sudah lebih dua bulan juga Shilla
menjadi bagian dari CaGniYo. Mereka berempat Nampak akur dan harmonis.Agni dan
Rio makin sering jalan bareng. Sementara Cakka makan hati ngeliatnya. Shilla
kadang-kadang suka cemburu ngeliat kedekatan Rio dan Agni. tapi dia sadar, Agni
dan Rio memang sahabatan sejak ia belum berada disana.
“eh,
pada mau pesen apa? Biar gue yang pesenin,” Ucap Agni sambil menatap ketiga
sahabatnya yang sudah duduk di meja pojok.
“gue
mie ayam ya, Ag. Sama es teh manis!” Seru Cakka riang. Agni mencibir lalu
menggangguk.
“gue
bakso aja, sama es jeruk,” Ucap Rio,
“aku
samain sama Rio aja ya, Ag,” Pinta Shilla. Agni menggangguk. Ia berlari ke arah
kios mie ayam dan bakso. Lalu ke kios minuman. Rio tersenyum melihatnya.
“lucu
banget kalo Agni lagi lari,” gumamnya tanpa sadar. Cakka dan Shilla menatap Rio
bersamaan.
“lucu?”
Tanya Cakka, mengulang ucapan Rio.
“eh,
siapa yang lucu?” Tanya Rio salting. Cakka dan Shilla mendengus kesal lalu
membuang muka. Membuat Rio makin heran.
“siapa
sih yang lucu?” Tanya Rio.
“nenek
moyang lo yang lucu!” Gerutu Cakka, ia memainkan botol saos yang ada di
dekatnya. Sementara Rio Cuma mendengus mendengar ucapan Cakka.
“makanan
dataaangg. Eh, Kka. Bantuin gue bawain minumannya dong. berat.” Pinta Agni,
Cakka mendengus.
“ambil
aja sendiri.”
Agni
manyun, “Yo.. bantu gue. Cakka jahat!” Rio menggangguk, ia mengambil nampan
yang ada di tangan Agni. tak sengaja tangan Rio menyentuh telapak tangan Agni.
mereka berpandangan sebentar, lalu Agni tersenyum.
“makasih,
yo,”
“iya,
noprob Ag,”
Sementara
di meja, Cakka dan Shilla sudah panas melihat kejadian itu. Mereka pura-pura
menyibukkan diri. agni sendiri heran melihat kelakuan sahabatnya itu.
“pada
kenapa sih?” Tanya Agni.
“tau
deh gelep.” Ucap Cakka ketus. Shilla tersenyum kecut.
“gapapa,
Ag, eh, mana bakso aku?” Tanya Shilla, Rio memberikan mangkok berisi bakso yang
kebetulan ada dihadapannya.
“ini
princess,” ucap Rio. Mendengar Rio memanggil Shilla ‘princess’, Shilla lansung
tersenyum. sementara Agni manyun kecil.
“Mie
ayam gue, Ag?” Tanya Cakka ketus. Agni membanting piring yang ada di
hadapannya.
“noh,
mie ayam lo.” Ucap Agni malas. Cakka ikut males-malesan.
“makasih,”
“ya,”
Mereka
makan dalam diam. Sesekali Rio melempar senyum kearah Shilla. Sementara Agni
sudah panas begitu melihat adegan YoShill.
“eh,
gue tiba-tiba mules. Gue ke toilet bentar ya,” Pamit Agni. Rio dan Shilla
menggangguk. Cakka dapat menangkap selaput bening yang menetes di pipi Agni. ia
pura-pura meraba kantongnya.
“eh,
yo. HP gue di lo ya?” Tanya Cakka pura-pura lupa. Padahal dia tau kalau HP nya
sengaja ditinggal dalam tas.
“engga,
emang kenapa?” Tanya Rio. Cakka memasang tampang khawatir.
“huaaa.
Gemini Cakka ilang! Gue kekelas dulu ya. gue gak bisa hidup tanpa Gemini
gueee!!”
Cakka
berlari tunggang langgang ke luar kantin. Sementara Rio Cuma tersenyum kecil
melihat Cakka histeris begitu. Shilla mengangkat alisnya.
“Cakka
suka lebay kalo hapenya tinggal dikelas. Dan dia nyebut hapenya dengan sebutan
‘Gemini’ karena dia pake BlackBerry Gemini.” Jelas Rio. Shilla menggangguk
mengerti.
***
“Hiks..
hikss..”
“nangis
mulu si monyet, kapan sih lo senyumnya?” tegur seseorang di belakang Agni. agni
melirik kebelakang, dan melihat seorang lelaki menatapnya dengan tatapan jahil.
Agni buru-buru menghapus air matanya dan mencoba tersenyum.
“siapa
yang nangis?” Tanya Agni, Cakka duduk disamping Agni, dan mengarahkan kepala
Agni ke pundaknya.
“kalo
mau nangis..” Cakka menepuk pundaknya dengan tangan kirinya yang bebas, “pundak
gue sedia nampung lo kok, Ag..”
Agni
menatap Cakka, lalu menangis sejadi-jadinya di pundak Cakka. cakka mengelus
rambut Agni pelan. Lalu menghapus air mata Agni.
“udah,
gausah nangis ya. Udah jelek makin jelek lo, Ag..” Ejek Cakka, membuat Agni
mencubit lengan Cakka pelan.
“makasih
ya, Kka.” Lirih Agni. cakka mengacak rambut Agni pelan.
“yuk,
kekantin lagi..”
Agni
tersenyum, lalu menghela nafas kecil.
“Kkaaa!!”
Brak!
Tubuh
gembul Cakka itu telah tergeletak tak berdaya di depan Agni. Agni lansung
berjongkok di samping Cakka, dan meletakkan telapak tangannya ke kening Cakka.
“panas
banget,” Gumam Agni. Agni buru-buru mengambil handphone di kantongnya, dan
menelpon Rio yang sekarang sedang berada di kantin.
Tut..
tut.. tut..
“Halo,
Ni? Kenapa?” Tanya Rio, Agni menghela nafas sejenak.
“Cakka
pingsan nih. Di taman belakang. Gue butuh elo dan kawan cowo lo buat ngangkat
Cakka. berat nih,”
Rio
Nampak panic, ia buru-buru bergegas dari kursi kantin, dan berbicara dengan
beberapa temannya di sana, Agni diam. Ia terus memandang wajah polos Cakka,
“Ag?”
“eh,
iya yo? Kenapa?”
“gue
kesana ya?”
“hmm”
Tut.
Telefon
dimatikan oleh Agni. kenapa Cakka bisa tiba-tiba pingsan? Apa gara-gara
kehujanan kemaren? Perasaan bersalah menghantui Agni. ia meremas tangannya yang
dingin. Tak berapa lama, Rio, Ray, Deva, Alvin dan Rizky datang ke tempat
kejadian. Mereka menggotong tubuh Cakka dengan muka menahan sesuatu.
“buset
dah, berat amet si Cakka. patah tulang gue ngangkat dia.” Komen Ray, membuat
Deva lansung ngejitak ubun-ubunnya.
“bawel
lu, udah sekarang kita angkat Cakka ke UKS,”
Agni
menghentikan mereka, “jangan ke UKS!”
Semua
menatap Agni heran. Agni menggigit bibir bawahnya, “bawa ke mobil siapa kek
yang bawa mobil. Biar gue yang ngerawat Cakka di rumahnya. Kayaknya Cakka
demam.”
Rio
menampakkan senyum kecilnya, “Dev, lo bawa mobil kan?”
“itu
bukan mobil gue. ngimpi dah gue bawa mobil. Andai.. Deva punya mobil..”
Senandung Deva, membuat semua orang melotot ke arahnya, ia cengengesan, “Itu
mobil Ray.”
“Yaudah
Ray, Dev, lo anterin Cakka sama Agni ke mobil. Shilla, lo ambil tas Cakka sama
Agni. terus gue, Rizky, Alvin ngelapor ke meja piket. Oke?” Rio membagi tugas.
Semua menggangguk seolah setuju dengan usul Rio.
“eh,
eh, tunggu!!” Cegat Ray, semua memandang Ray garang. Seolah mengatakan
‘buruan-si-Cakka-berat-tau’. Ray cengengesan, “masa gue sama Deva ngangkat
Cakka berdua? Kan berat, kalian enak-enakan ke meja piket!”
“YAAMPUN
RAY! KITA GOTONG CAKKA KE MOBIL LO DULU! BARU KITA KE MEJA PIKET!!” Teriak
Rizky tepat di telinga Ray. ray mangut-mangut sambil cengengesan.
“aduh..”
Semua
menatap ke arah Cakka yang sedang memegang kepalanya. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya.
Satu persatu mulai menurunkan tanganya dari tubuh Cakka, sementara Rio dan
Alvin merangkul Cakka agar tidak pingsan lagi. Cakka memandang kesekitar,
begitu menatap Agni yang sedang menunduk, ia tersenyum.
“kalian
ngapain disini?” Tanya Cakka dengan nada alay.
“nolongin
elo yang pingsan,” jawab Ray. cakka memincingkan matanya,
“pingsan?
Siapa yang pingsan?” cakka menggaruk kepalanya yang tak gatal.
“badan
lo panas, Kka. Mending sekarang kita pulang ya. gue temenin.” Agni membuka
suara. Cakka memandang Agni dengan tatapan berbinar, lalu menggangguk-nggangguk
bak anak kecil.
“yee,
mau lo, Kka itu.” Toyor Alvin. Cakka senyum gaje.
“yaudah,
lo bisa jalan sendiri kan? Kita mau ke meja piket dulu. Shill, lo gak sekalian
bareng kita aja? lo mau ke kelas kan?”
Shilla
menggangguk, lalu mengekor Rio, Alvin dan Rizky yang sudah berjalan
mendahuluinya. Agni membopong Cakka yang nampaknya masih lemas.
“woy,
duo boncel. Bantu gue ngangkat Cakka Sutisna!” Teriak Agni begitu melihat kedua
sahabatnya itu asyik ngobrol berdua.
“ehehehe,
iya Ag,”
***
Agni
menyuruh Deva dan Ray membopong Cakka sampai kamarnya. Sementara ia hanya
mengekor dari belakang. Cakka Cuma senyum gaje ngeliat dua kawannya ini
menggerutu tak jelas tentang badannya yang gendut lah, besar lah, berat lah,
dsb.
“Fyuuh.
Sampe noh, Kka. Perlu dikelonin juga?” Tanya Deva, Cakka menggeleng cepat.
“mending
dikelonin sama Agni daripada sama lo,”
Tuing.
Satu
toyoran mendarat di kepala Cakka. cakka cengengesan begitu melihat Agni
memandangnya sangar.
“yaudah,
kita pulang dulu ya, Ag, Kka. Eh kita mau pulang apa mau balik kesekolah nih,
Dev?” Tanya Ray, Deva menaik-naikkan alisnya. Ray nampaknya tau, ia ikut
menaik-naikkan alisnya.
“oke,
kita pulang dulu ya, sugeng siang(?)” Pamit Deva. Ray tersenyum lalu merangkul
sohib sehidup sematinya itu.
Cakka
dan Agni Cuma geleng-geleng ngeliat kelakuan dua ‘boncel’ itu. Mereka
berpadangan, lalu saling menunduk. Keheningan menyelimuti kedua bocah ini.
“lo
ganti baju dulu deh, Kka. Gue mau nyiapin air jeruk nipis sama kompresan. Bi
Arba ada di bawah kan?” Cakka menggangguk. Agni tersenyum. ia meletakkan tasnya
di meja belajar Cakka, lalu bergegas turun kebawah. Cakka sendiri tersenyum.
agni masih perhatian padanya.
***
“Bi
Arba!” Sapa Agni riang begitu melihat perempuan berusia sekitar 40-an sedang
menyapu lantai dapur. Bi Arba tersenyum begitu melihat gadis manis yang dulu
rutin datang ke kediaman Nuraga.
“eh,
neng Agni, lama gak main kesini. Apa kabar? Makin cantik aja,” Puji Bi Arba
yang membuat Agni tertawa kecil.
“emang
berapa lama aku gamain kerumah Cakka ya?” Tanya Agni pada dirinya sendiri.
“udah
lama banget neng. Kadang den Cakka suka ngeluh sendiri. Katanya Agni jarang
kesini.” Agni mangut-mangut.
“oh
ya, Bi. Ada jeruk nipis sama baskom dua gak? Sekalian handuknya dua.”
“ada
neng. Buat apaan?” Tanya Bi Arba. Ia meletakkan sapu di ujung pintu, lalu
mengambil beberapa jeruk nipis di kulkas.
“si
Cakka badannya panas. kemaren ujan-ujanan gitu,”
“neng,
bibi mau cerita sama neng. Tapi.. neng jangan kasih tau siapa-siapa ya soalnya
bibi udah janji sama den Cakka.”
Agni
menaikkan alisnya, lalu menatap Bi Arba, “apa?”
“mending
neng temuin mas Cakka dulu. Nanti kalau udah selesai bi Arba kasih tau,”
Agni
menggangguk. Lalu membawa dua baskom kecil yang berisi air dingin dan satu lagi
air perasan jeruk nipis.
***
“Kka?”
Agni
kaget begitu melihat kamar Cakka kosong. agni meletakkan ember berisi dua
baskom kecil itu di atas meja belajar. ia melihat seragam Cakka yang sudah
diletakkan di keranjang sebelah tempat tidurnya. Jadi, Cakka dimana?
“Kka?
Lo dimana?” Tanya Agni lagi.
Sssshhh..
Terdengar
suara pancuran air dari kamar mandi. Agni bernafas lega. Ia menyiapkan
kompresan untuk Cakka. tak berapa lama, Cakka keluar dengan wajah basah dan
matanya yang merah.
“Kka?
Lo baik-baik aja kan?” Tanya Agni meyakinkan, Cakka menggangguk kecil. Agni
tersenyum, lalu menepuk-nepuk tempat tidur Cakka, menyuruhnya berbaring.
“buka
baju deh sekarang,” suruh Agni, Cakka melongo. Membuat Agni menatapnya sangar.
Dalam keadaan sakit masih aja otaknya napsu. Dasar.
“omes!
Gue mau ngompresin ini ke badan lo! Buruan!!” Suruh Agni, “lagian gue gak napsu
sama lo,”
Cakka
nyengir, ia membuka kaos berwarna hijau yang sedaritadi menutupi badannya. Agni
memandang perbedaan tubuh Cakka. kok jadi lebih kurus ya? Diet ya?
“Eh,
tidur tengkurep. Buruan!” Suruh Agni lagi. Cakka menggangguk lalu tidur dengan
gaya tengkurep di kasurnya. Tak berapa lama, ia merasakan dinginnya handuk
menjalar keseluruh tubuhnya. Dingin, tapi seger.
“apaan
tu, Ag?” Tanya Cakka penasaran, Agni tersenyum.
“air
peresan jeruk nipis,”
“apa?
Julia peres?” Tanya Cakka, Agni menoyor Cakka. lagi sakit masih aja otaknya
ilang. Cakka terkekeh sambil mengancungkan jari telunjuk dan tengahnya. Agni
mendengus.
“udah,
udah, sekarang diem aja. ini gunanya buat nurunin panas di badan lo. Makanya
tiap pelajaran IPA jangan tweetingan mulu.” Gerutu Agni, Cakka nyengir kuda.
Tau aja.
“udah,
sekarang pake baju lo.” Perintah Agni, cakka menggangguk lalu beranjak dari
kasurnya. Agni menimpa baskom perasan jeruk nipis yang kosong dengan baskom
berisi air dingin.
“sekarang
telentang deh, Kka.”
“hah?
Telen tank? Mati dong gue, Ag. Ah, parah banget sih, Nyet!” Gerutu Cakka, Agni
melempar Cakka dengan handuk bekas kompresan tadi. Plok! Tepat mengenai muka
Cakka. cakka manyun.
“maksud
gue tidur telentang Cakka Sutisna. Bego banget sih. malu ah punya sahabat kayak
lo!” Cakka nyengir. Dia tidur telentang. Lalu memejamkan matanya. Rasanya seger
banget. Apalagi Agni yang jadi susternya. Ngerasa kayak disurga dah..
“Katanya
udah biasa, tapi masih aja sakit. Dasar. Eh, lo laper?” Tanya Agni, ia
meletakkan handuk yang sudah dicelup di air dingin di jidat Cakka. cakka
menggangguk.
“kalo
gitu, gue kebawah dulu ya. ngambil makanan. Lo mau makan dulu apa mau tidur?”
“tidur
aja deh, Ag. Gue ngantuk nih, hehe. Gapapa kan?”
Agni
menggangguk. Ia lalu membawa baskom dan handuk yang dipakainya untuk mengompres
Cakka keluar kamar. Setelah kepergian Agni, Cakka mengeluh.
“kalo
misalnya dia tau, dia bakalan jauhin gue gak ya?”
***
Agni
kini duduk di depan Bi Arba yang tengah menunduk. Mungkin mencari kekuatan
untuk berterus terang pada Agni. agni sendiri memainkan bibir gelas teh yang
diminumnya. Belom ada yang bersuara sedikitpun.
“sebenernya..”
Bi Arba membuka suara, Agni mendongak.
“bibi
juga gak tau pasti. Tapi, belakangan ini, bibi suka nemuin tisu isi darah di
toilet den Cakka. terus, kadang-kadang den Cakka suka pingsan-pingsan gitu. Gak
pasti lah. Den Cakka suka teriak-teriak histeris di kamar. Makanya, bibi takut
kalo udah malem ada diatas,” jelas bi Arba. Agni menggangguk.
“lalu?”
Bi
Arba menggeleng lemah. Agni tersenyum kecil, “biar Agni yang cari tau sendiri
nanti..”
“Tapi
jangan bilang bibi yang cerita ya, neng,”
Agni
menggangguk.
“bi,
Agni pulang dulu ya, kalau Cakka bangun, bilang aja Agni ada keperluan sama kak
Gabriel.” Pamit Agni, Bi Arba menggangguk.
Agni
menaiki satu persatu tangga di rumah Cakka, lalu berhenti pada pintu kamar yang
sudah sering dimasukinya. Ia memutar knop pintu, dan mengambil tasnya di meja
belajar Cakka. cakka sudah tertidur. Agni menghela nafas. Dengan gerakan cepat,
ia menutup kembali pintu kamar Cakka.
***
Sudah
dua minggu setelah kejadian Cakka pingsan dan pengakuan Bi Arba tentang
keganjilan pada Cakka. semua berjalan seperti biasa. Rio, Shilla, Agni, dan
Cakka selalu bersama. Tapi bedanya, sekarang Shilla sering banget main kerumah
Agni. gatau apa alasannya. Katanya rumah Agni nyaman, tapi Agni yakin itu bukan
alasan utama Shilla.
“Ag,
hari ini aku kerumah kamu lagi, ya?” Tanya Shilla di sela-sela makannya. Agni
yang lagi asyik menyantap mie ayamnya menatap Shilla heran.
“Boleh-boleh
aja sih, tapi.. ini udah 3 kali dalam seminggu ini kamu kerumahku,”
Shilla
cengengesan, entah apa yang disembunyikannya. Agni Cuma tersenyum lalu kembali
asyik memakan mie ayamnya, “Lo berdua mau ikut?”
Cakka
dan Rio menatap Agni, Rio menggeleng sementara Cakka menaikkan alisnya,
“kemana?”
“kerumah
gue,” Jawab Agni, Cakka meng-O kan mulutnya.
“ngapain
kerumah lo?”
“Nguli.”
Jawab Agni santai, Cakka manyun.
“ya
main lah, Kka. Biasa lo kerumah gue ngapain hah?”
Cakka
nyengir, “numpang makan, wkwkwk. Masakan kak Gab kan enak-enak. Slrruuuupp..”
Agni
melempar sumpit yang dipakainya ke Cakka, tapi Cakka menepisnya, “wlek, kaga
kena, wlek wlek wlek.”
“Eh,
Kka. Perasaan gue apa gatau ya, lo sekarang kurusan ya?” komen Rio yang sudah
selesai berkutat dengan baksonya. Cakka menelan ludah.
“WAH!
BAGUS DONG! ARTINYA… Diet gue berjalan sempurna! Asyik. Asyik.” Sorak Cakka
heboh.
“najis.
Gila ampe diet-dietan segala,” Komen Agni, Cakka mencibir.
“sirik
lo Ag. Sirik itu tanda tak mampu,”
“bodo,
daripada elo. Gendut itu tanda tak kurus,”
“daripada
lo. Kurus itu tanda tak gendut.”
“ish
balik-balikin kata-kata gue. bayar noh duit fotokopi!”
Cakka
mencibir, “berapa sih Ag duit potokopi? 150 aja ribet,”
“350
boleh?” Tanya Agni meniru iklan.
“JANGAN
DITAWARRR!!” Teriak Cakka histeris, Rio dan Shilla tertawa mendengar adu mulut
kedua sahabat mereka. Sudah biasa Cakka dan Agni berdebat hal yang tak penting.
“biar
dong, di pasar aja boleh nawar. Masa sama sahabat sendiri kaga boleh,”
“gaboleh.
150 udah harga pas. gabisa ditawar.”
“Ah,
Cakka mah gitu. 500 aja ya?”
“gamau.
150!”
“Monyong
lu, Kka.”
“yee,
jelek lu, Ag.”
“Cakka
Sutisna. Susssiiiss.. Wowowow Susissss.”
“Udin
SeduniAgni aja bangga lo!”
Agni
melotot, “APA LO KATA? CAKKAAAA!!”
“hehe,
ampun mbak. Wkwk,”
“Udah
deh, kenapa jadi pada debat gini. Kelas yok,” Ajak Rio, Agni dan Cakka
menggangguk manis.
Agni
gak sengaja nginjek kulit pisang, dan alhasil dia kepeleset. Eh, tapi gak jadi
kebentur tanah, karena ada pangerannya yang nyelametin Agni. rio. Ia menangkap
pinggang Agni sebelum Agni menyentuh lantai. Agni tersenyum. rio membalasnya.
Sementara Cakka? udah gausah ditanya mukanya udah merah.
‘Rio
emang orang yang cocok dapetin lo, Ag,’ Batin Cakka.
***
“KAK
GABRIEL! YAAMPUN APA KABAR? LAMA GAK KETEMU!” Teriak Cakka heboh, sementara
Gabriel menoyornya.
“Alay
idup lo, Kka. Kemaren baru aja ketemu,” Cakka cengengesan. Ia lansung duduk di
meja makan dengan kedua tangan siap memegang sendok dan garpu. Agni dan Shilla
yang baru saja meletakkan tas di kamar Agni menggeleng-gelengkan kepala ngeliat
kelakuan Cakka.
“gila,
anak kudanil udah disini aja,” Komen Agni. Cakka cengengesan.
“laper,
nih,”
“Katanya
diet?” sindir Agni, Cakka mencibir.
“Sekali-kali
makan, Ag, masa diet mulu. Kalo gue mati kelaperan gimana?” Tanya Cakka, Agni
menggangguk antusias.
“bagus
itu! Gak ada lo dunia tentram,”
“gue
pegang omongan lo, Ag.” Seru Gabriel. Agni mencibir. Sementara Cakka Cuma
mangut-mangut.
“Makan
yuk, buruan laper gueee!!” Ajak Cakka, kedua gadis itu menggangguk. Mereka
makan dalam hening.
“uhuk..
keselek gue.” Cakka buru-buru meminum air putihnya, dan berlari-lari ke toilet.
Agni dan Shilla cekikikan melihat Cakka. sementara Gabriel geleng-geleng.
“dasar
rakus. Agni manja, Cakka rakus, Rio dewasa, dan Shilla pendiem. Perpaduan yang
pas kalian berempat.” Komen Gabriel. Agni tersenyum sambil terus menghabiskan
makanannya. Sementara Shilla tersenyum kecil.
“sorry,
hehe abis gue kelaperan jadi makannya kayak anak ilang.” Cakka nyengir, Agni
cemberut.
“ngaku
lo anak ilang,”
“yee
Udin SeduniAgni diem deh,”
“apalo
Cakka Sutisna?”
“udah
udah ngadep nasi kok berantem. Gabaik,” nasehat Gabriel. Agni dan Cakka manyun
lalu kembali asyik memakan makan siang mereka.
***
“Jadi
besok mau kemana lagi?” Tanya Agni sambil memainkan bola bakset yang ada
ditangannya. Shilla yang duduk disamping Agni menggeleng lemah.
“kerumah
gue yuk,” Ajak Cakka, Agni menggeleng.
“ngapain
kerumah lo. Bosen pemandangan itu mulu.” Celetuk Agni, Cakka manyun.
“kan
bisa memandang diriku yang ganteng ini,”
Agni
berlagak muntah, sementara Shilla tersenyum kecil, “ganteng dari mana? Diliat
dari monas pake pipet yang digigit-gigit ujungnya?”
“Agni
gak bisa menghibur gue, males deh gue. shill, hibur gue dong,” Ucap Cakka
setengah merengek. Shilla tersenyum.
“engga
ah, mending aku menghibur kak Gabriel,”
Agni
dan Cakka melotot mendengar ucapan Shilla tersebut, Agni sumringah, Cakka
kaget, “Lo suka kakak gue, Shill?”
Shilla
menggangguk sambil tersenyum, “Iya, kak Gabriel itu orangnya dewasa, baik,
perhatian,”
“Wah,
patah hati gue, Shill.” Gumam Cakka dengan tampang kecewa. Kali ini Agni dan
Shilla yang melotot.
“Lo
naksir Shilla?”
“bukan,
gue naksir kak Gabriel. Hua huaaaaa…” Cakka merengek.
“najis
lo, Kka. Eh udah lama ya kita gak karaoke-an. Karaoke aja hari ini gimana?
Mau?”
Cakka
dan Shilla menggangguk, “ajak kak Gabriel dong, Ag,”
Agni
mengancungkan jempolnya.
***
Jadilah,
Cakka, Shilla, Gabriel dan Agni di Happy Puppy. Mereka duduk di sofa depan.
Entah apa yang Agni tunggu. Agni sedari tadi memainkan jarinya di qwerty
BlackBerrynya. Seolah tak ada orang di tempat itu selain dia.
“Ngapain,
Ag?” Tanya Gabriel begitu melihat Agni hendak keluar dari sana.
“jemput
Rio. Dia kan gak tau jalan ke sini, hehe bentar ya, guys,” Agni berlari keluar
ruangan sambil senyum terukir di wajahnya. Cakka mendesah. Gabriel mengelus
pundak Cakka.
“gue
yakin, Agni pasti milih lo.”
“tapi,
waktu gue gak lama lagi, kak..” Lirih Cakka.
“hush.
Gak ada yang tau berapa batas umur manusia. Lo berdoa aja. gue pasti dukung
lo.”
Cakka
menghela nafas, lalu menggangguk. Lima menit kemudian, datanglah Agni tengah
merangkul seseorang. Lelaki itu tersenyum begitu melihat ketiga orang yang
tengah duduk itu.
“lama
nunggu ya?” tanyanya, mereka bertiga menggeleng lemah.
“masuk
yuk, udah ada tempatnya kan?” ucap Agni, mereka bertiga menggangguk lalu
mengikuti Agni dan Rio yang sudah terlibat dalam obrolan serius. Cakka menghela
nafas.
‘susah
Ag ngedapetin lo, gue nyerah.’ Batin Cakka.
***
Berapa kali ku harus katakan cinta?
Berapa lama ku harus menunggumu?
Diujung gelisah ini aku
Tak sedikitpun tak ingat kamu
Namun dirimu masih begitu
Acuhkan ku tak mau tahu
Luka luka luka yang kurasakan
Bertubi tubi tubi yang kau berikan
Cintaku bertepuk sebelah tangan
Tapi aku balas senyum keindahan
Bertahan satu cinta
Bertahan satu c.i.n.t.a
Bertahan satu cinta
Bertahan satu c.i.n.t.a
Pernahkan engkau sejenak mengingat aku?
Pernahkan ingat walau seperti angin berlalu?
Di setiap malam kini aku
Tak sedetikpun tak ingat kamu
Namun dirimu masih begitu
Acuhkan ku tak mau tahu
“Sih,
dalem lagu lo, Kka! Buat siapa sih?” Tanya Agni begitu Cakka selesai
menyanyikan lagu dari d’Bagindas - CINTA. Gabriel dan Rio yang sudah tau
jawabannya menundukkan kepalanya. Cakka menghela nafas.
‘lagu
ini buat lo, Ag! Buat lo!’ Batin Cakka berteriak, tapi Cakka Cuma membalasnya
dengan senyum.
“lagunya
melayu gitu,” Komen Agni lagi, Cakka Cuma mencibir.
“eh,
pengen nyanyi lagu yang sedih-sedih deh, lagu apa ya?” gumam Agni, ia membaca
playlist lagu yang ada di monitor. Cakka menghela nafas.
“Vierra
coba, Ag,” usul Shilla. agni memutar bola matanya.
“ah,
bosen Vierra.”
“Afgan!!!”
Teriak Agni, ia buru-buru mengetik judul lagu yang ingin dinyanyikannya.
Suara
piano menjadi intro lagu Afgan. Cakka dan Rio saling berpandangan mengetahui
lagu apa yang akan dinyanyikan Agni.
Tak ku sangka dirimu hadir di hidupku
Menyapaku dengan sentuhan kasihmu
Ku sesali cerita yang kini terjadi
Mengapa disaat ku telah berdua
Maafkan bila cintaku
Tak mungkin ku persembahkan seutuhnya
Maaf bila kau terluka
Karena ku jatuh di dua hati
Ku sesali cerita yang kini terjadi
Mengapa disaat ku telah berdua
Maafkan bila cintaku
Tak mungkin ku persembahkan seutuhnya padamu
Maaf bila kau terluka
Karena ku jatuh
Karena ku jatuh di dua hati
Semua
terdiam mendengar lagu Agni. terlebih Cakka dan Rio. Rio mengganggap bahwa ia
adalah salah satu tempat Agni menaruh hatinya. Begitupula Cakka, ia mengganggap
bahwa ia adalah orang yang hadir di hidup Agni secara tiba-tiba.
“kok
pada diem? Suara gue keren ya?” Tanya Agni. Mereka terdiam. Hanya mendengarkan
celotehan Agni.
“Rio,
ganyanyi?” Tanya Agni, Rio tersenyum.
“kan
tadi udah 1 lagu.” Ya, tadi Rio menyanyikan lagu Padi - Sobat. Rasanya itu
bagaikan lagu menyindir Cakka. cakka pun pasrah jika Rio juga mencintai Agni.
Baginya, jika Agni bahagia, itulah kebahagiannya.
“Udah
deh pada ngebetein semua, kenapa diem semua sih? ih, pulang yuk!” Ajak Agni,
mereka hanya menggangguk lalu keluar dari ruangan itu. Cakka berdiri di
belakang mereka. Seluruh tubuhnya tiba-tiba sakit. Ia berlari ke toilet dan..
“Hoeeek,,”
Semua kaget mendengar suara itu, mereka buru-buru menghampiri Cakka. shilla dan
Agni menunggu diluar, sementara Cakka dan Rio menghampiri Cakka.
“da,,
darah?” Rio tercekat melihat apa yang keluar dari tubuh Cakka. cakka tersenyum
lalu membasuh sudut bibirnya.
“Gue
sakit, yo.. Dan hidup gue gak lama lagi,, gue titip Agni ya,, Hhh,,”
“Engga!
Cuma elo yang pantes buat Agni! bukan gue!”
Cakka
tersenyum, “Hhh,, lo yang terbaik,, hh.. buat Agni,,”
Brak!
Tubuh
Cakka terjatuh bersamaan dengan kalimat terakhirnya. Gabriel dan Rio panic,
mereka mengangkat tubuh Cakka. lebih tepatnya merangkul. Agni dan Shilla yang
mendengar suara orang terjatuh lansung menatap Cakka yang sudah digotong oleh
Gabriel dan Rio.
“CAKKA!”
Teriak Agni panic. Ia memberhentikan kedua orang yang merangkul Cakka, ia
menangkap darah di bibir Cakka. ia tersenyum. walaupun senyumnya itu bergetar.
Ia mengambil tisu didalam tasnya, lalu mengelap bibir Cakka.
“cowo
kok jorok sih, Kka. Kan udah gue bilang, kemana.. ma.. na.. tuh ba.. hiks.. wa
tisu,” Cakka menggenggam erat tangan Agni yang sedang mengelap tisu ke
bibirnya. Agni tersenyum walaupun bergetar.
“dejavu.”
Lirih Cakka, Agni tersenyum. setetes air mata menetes di pipi chubbynya.
“gue,,
hh,, gasuka liat lo nangis,, hh.. kan udah,, gue bilang,, hh,, lo jelek kalo
nangis,”
Agni
memukul lengan Cakka. parah ni orang, dalam keadaan begini masih aja mau
ngejelek-jelekin dia. Agni tersenyum begitu menangkap darah yang lagi-lagi
keluar, tapi dari hidung Cakka. Ia dengan sabar mengelap sampai benar-benar
bersih.
“makasih,”
“sekarang
kita kerumah sakit ya! yuk!” Ajak Agni, Cakka menggangguk pasrah.
***
Agni,
Gabriel, Shilla, dan Rio duduk di kursi yang berada di depan ruang ICU. Mereka
bermunajat dengan serius untuk mendoakan seseorang yang sangat penting didalam.
Orang yang membuat hari-hari mereka lebih ceria. Cakka Kawekas Nuraga.
Kriekk.
Pintu ruangan itu terbuka. Semuanya lansung menatap ke arah dokter yang
menangani Cakka. Agni lansung berdiri dan menatap dokter itu penuh harapan.
Dokter itu menggeleng lemah.
“sirosis
atau perusakan jaringan hati normal yang
meninggalkan jaringan parut yang tidak berfungsi di sekeliling jaringan hati
yang masih berfungsi. Penyakit
ini adalah akhir dari perjalanan suatu kondisi Hepatitis, biasanya tipe B dan C.”
Agni terdiam. Ia tak mampu berkata apa-apa lagi,
Shilla menimpali, “tapi setahu saya, dokter. Cakka tidak memakai obat-obatan
terlarang maupun meminum minuma keras!”
Dokter itu mengulum senyum, “ya, Cakka memang tidak
mengkonsumsi itu. Tapi, penyebabnya bukan hanya itu saja. Pasien mengalami
penyakit penimbunan glikogen yang sudah berlansung lama.”
“apa ada upaya yang bisa dilakukan dok, untuk
kesembuhan Cakka?” Tanya Rio, dokter itu menggangguk,
Cakka dan
ibunya sudah mengetahui akan penyakit ini, mereka sering konsultasi ke saya.
Harus ada transplantasi hati. Dengar-dengar, mereka sudah menemukan
pendonornya. Kalian berdoa saja yang terbaik untuk sahabat kalian. Kalau
begitu, saya permisi.”
Semua terduduk lemas di tempatnya, mendengar
penyakit Cakka yang bisa terbilang parah. Agni tersenyum getir.
“Berdoa ya, Ag, buat kesembuhan Cakka.”
Agni menggangguk kecil.
***
Agni memasuki ruang inap
Cakka. semalam, Cakka sudah bisa memasuki ruang inap biasa. Sepi, hanya ada Rio
didalamnya. Agni tersenyum, ia menatap Cakka yang sedang tertidur pulas.
“Yo..” Sapa Agni, Rio
mendongak dan menemukan Agni telah berdiri di hadapannya. Memandangnya sambil
tersenyum,
“Ag, kenapa?”
“ada yang mau.. gue
omongin.” Rio menatap Cakka, Agni tahu maksudnya.
“sebentar aja, kita
ngomong di cafeteria. Oke?”
Rio menggangguk, Agni
meletakkan buah yang dibelinya sebelum ia kesini di atas meja, lalu tersenyum
kearah Cakka. perlahan, ia mengusap rambut lebat Cakka, lalu tersenyum.
“sebentar ya, Kka.” Ada
tatapan tulus di mata Agni. sepertinya Agni telah bisa membalas perasaan Cakka.
“yuk, yo,”
Rio menggangguk.
***
Agni dan Rio duduk di
cafeteria rumah sakit itu. Baik Rio maupun Agni tak ada yang membuka
keheningan. Rio menyesap hot chocolate yang dipesannya, sementara Agni
memainkan sendok yang dipakainya untuk mengaduk capucinno nya.
“Ag, lo mau ngomong apa?” Tanya
Rio setelah 20 menit mereka berdiam-diaman.
“Gue bingung, yo. Sama
perasaan gue sendiri,” Aku Agni, “Disatu sisi, gue sayang lo. Tapi disatu sisi
lagi, gue ngerasa nyaman dan selalu pengen dideket Cakka. gue tau lagu ‘CINTA’
yang dinyanyiin Cakka kemaren buat gue. gue sadar, selama ini dia ada untuk
gue, tapi gue malah nganggep dia angin lalu dan.. dan.. hiks..” Agni tak kuasa
menahan tangisnya. Masih terngiang ditelinganya, suara Cakka yang membuat
hatinya terenyuh.
“jadi itu tujuan lo nyanyi
lagu Cinta Dua Hati?” Tanya Rio, Agni menggangguk. Rio tersenyum, lalu
merangkul sahabatnya ini.
“Lo lebih mencintai Cakka.
percayalah. Cakka udah nitipin lo ke gue. Gue gak akan terima perintah itu. Gue
mau, Cakka yang ngejaga lo sendiri. Dengan kemampuannya sendiri. Bukan gue,”
Agni menyeka air matanya,
lalu tersenyum, “gue menyerah, Yo.”
“menyerah?” rio mengulangi
kalimat Agni, Agni menggangguk.
“gue menyerah kalau tuhan
berkehendak lain. Walaupun sebenernya berat. Gue akan belajar mengikhlaskan
Cakk..”
“Gak Ag! Cakka pasti
sembuh! Lo harus yakin, Cakka pasti sembuh! Lo harus buat dia bertahan, dengan
kekuatan cinta lo, Ag. Dia pasti kuat. Karena Cuma itu yang dia butuh
sekarang,”
Agni lagi-lagi menangis,
sebuah kejadian terngiang kembali di kepalanya.
___
“nangis mulu si monyet, kapan sih lo
senyumnya?”
“siapa yang nangis?” Tanya Agni, Cakka
duduk disamping Agni, dan mengarahkan kepala Agni ke pundaknya.
“kalo mau nangis..” Cakka menepuk
pundaknya dengan tangan kirinya yang bebas, “pundak gue sedia nampung lo kok,
Ag..”
Agni menatap Cakka, lalu menangis
sejadi-jadinya di pundak Cakka. cakka mengelus rambut Agni pelan. Lalu
menghapus air mata Agni.
“udah, gausah nangis ya. Udah jelek
makin jelek lo, Ag..”
___
Agni
menyeka air matanya kasar, lalu ia mencoba mengangkat ujung bibirnya. Ia
tersenyum, “gue janji! Cakka, gue sayang lo! Gue gak mau kehilangan lo! Gue gak akan
nyia-nyiain lo lagi!”
Rio
tersenyum, lalu menepuk pundak Agni, “semangat!!”
***
“Cakka!”
Cakka
menoleh ke arah pintu yang dibuka, dilihatnya dua orang yang sedari tadi di
tunggunya. Ia manyun begitu melihat si cewe melingkari tangannya di tangan sang
cowo.
“eh,
Agni, Rio. Darimana? Pacaran?” Tanya Cakka ketus. Agni mencibir.
“Cemburu
mas?” goda Agni, pipi Cakka bersemu padam, namun ia cepat-cepat menggeleng.
“Cemburu?
Buat apa?”
Agni
manyun. Yaampun masih gak mau ngaku nih cowo? Agni berjalan ke arah kursi yang
ada di sebelah ranjang Cakka, lalu sibuk dengan handphonenya. Gabriel dan
Shilla yang duduk disebelahnya Cuma geleng-geleng kepala.
“Iel,
Shill. Keluar bentar yuk.” Ajak Rio sambil mengedipkan sebelah matanya. Shilla
dan Gabriel menggangguk. Mereka keluar dengan bergandengan tangan. Agni Cuma
cengo aja ngeliatnya.
“udah
jadian tu orang?” Tanya Agni, Cakka menggangguk.
“udah.
makanya, jangan pacaran mulu sama Rio. Gak tau kabar kan.”
“cinta
bilang aja cinta. Gausah di sembunyi-sembunyiin deh!” Gerutu Agni. lalu kembali
sibuk dengan handphonenya. Cakka terdiam mendengar ucapan Agni.
“Ag,”
Panggil Cakka, Agni pura-pura sibuk dengan handphonenya.
“Agniiiiiiiiiii.”
Panggil Cakka greget. Agni menatap Cakka yang tengah menatapnya kesal. lalu
pura-pura gadenganger.
‘Hap!’
“Eh,
balikin hape guee!!”
Cakka
menggeleng lalu mencibir, “engga.”
“Hupt.
Ambil aja noh hape. Kaya kaga punya hape aja lu,” gerutu Agni. cakka menatap
Agni memelas. Agni menghela nafas.
“gue
sayang lo, Kka.” Aku Agni, ia menundukkan kepalanya. Cakka tersenyum.
“gue
cinta lo, Ag,”
Agni
mendongak, lalu memeluk Cakka, “kenapa gak pernah bilang? Hiks..”
“karena
lo gak pernah ngasih gue harapan sih, selalu Rio, Rio, Rio. Pupus harapan gue,”
Tutur Cakka, Agni mengeratkan pelukannya.
“gue
pikir.. lo..”
“shut.
Udah, diem.” Perintah Cakka, Agni menutup mulutnya, lalu menatap Cakka.
“kenapa
nangis sih? cengeng.”
Agni
memukul pinggang Cakka, “Kka..”
“yah?”
“kenapa
gak pernah jujur?”
“masalah?”
“masalah
penyakit lo, lah,”
“gue
gak mau liat lo sedih lah. Bisa-bisa gue mati sebelum penyakit gue kumat.”
Agni
memanyunkan bibirnya, “kenapa sih lo cinta sama gue?” Tanya Agni. cakka
menaikkan alisnya,
“kenapa
lo sayang sama gue?” Tanya Cakka balik. Agni terdiam. Karena apa? Karena
hatinya telah memilih Cakka.
“itu
namanya baru sayang beneran!” Ucap Cakka heboh. Agni menaikkan alisnya.
“lah?
Kenapa?”
“cinta.
Cinta itu tidak membutuhkan alasan. Jika alasan itu pergi, maka cinta itu akan
ikut pergi bersamanya. Swinggg.. ilang deh,” Cakka masih saja bersikap childish
walaupun dalam keadaan seperti ini.
“misalnya,
pala gue botak, muka gue ancur, tangan gue buntung, dan semua yang jelek-jelek,
lo masih mau sama gue?” Tanya Cakka, Agni menggangguk mantep.
“walaupun
gue gak bisa jalan?” Tanya Cakka lagi, Agni menggangguk.
“lo
boleh kehilangan kaki, mata, dan
sebagainya, tapi lo gak akan kehilangan cinta dari gue,” ucap Agni mantap.
Cakka tersenyum. ia mengusap rambut Agni perlahan, lalu mengecup ubun-ubunnya.
“gue
mau nyanyi, satu lagu buat lo,”
“gausah
deh, Kka. Kemaren aja di karaoke suara lo jelek. Kuping gue panas dengernya,”
Komen Agni, Cakka manyun lalu membuang mukanya.
“yaudah,
gajadi.”
Agni
cengengesan, “iya-iya. Mau nyanyi apaan?”
“denger
ya.”
“engga
ah,”
“Agni..”
“iyaaa,
iyaa. Buruan nyanyi.”
“Sedih ku tahu kini perasaanmu kepadaku
Sedih saat kau tak yakin kepadaku
Akan cintaku
Jalan berliku takkan membuatku
Menyerah akan cinta kita
Tatap mataku dan kau kan tahu
Semuanya yang ku rasakan
Aku bertahan karna ku yakin cintaku padamu
Sesering kau coba tuk mematikan hatiku
Takkan terjadi yang aku tahu kau hanya untukku
Aku bertahan ku akan tetap pada pendirianku
Sekeras kau coba tuk membunuh cintaku
Yang aku tahu kau hanya untukku
Tatap mataku dan kau kan tahu
Semuanya yang ku rasakan”
Agni,
matanya lagi-lagi memproduksi air mata yang tak pernah ditunjukannya pada
siapapun. Kecuali.. Cakka. yah, Cakka itu kayak sapu tangan Agni. ia selalu ada
disetiap Agni butuh.
“Aku
bertahan, karena ku yakin cintaku kepadamu.. Sesering kau coba tuk mematikan
hatiku.. Takkan terjadi, karena ku tau Cakka hanya untuk Agni..” Lanjut Cakka,
Agni tersenyum.
“kalo
gue bisa bertahan, kenapa lo gak bisa Ag?” Tanya Cakka, Agni menggangguk.
‘harusnya
gue yang ngasih lo semangat. Harusnya gue yang harusnya ngomong gitu. Harusnya
gue yang ngasih lo harapan untuk hidup. Tapi kenapa, semua berbanding
terbalik?’
***
“doain
gue ya, semoga operasi ini berhasil.” Ucap Cakka di sela-sela sebelum ia masuk
keruang operasi. Rio, Shilla, Agni, dan Gabriel menggangguk pelan.
“selalu.”
Timpal Agni, Cakka tersenyum.
“bohong,”
“serius..”
“nih,
buat lo.” Cakka menyerahkan surat berwarna pink -__-“. Agni menaikkan alisnya.
Kenapa jadi kayak sinetron begini sih?
“Apaneeh?”
“Baca
aja. begitu gue operasi, lo buka. Awas kalo ga buka. Gue gak mau ngakuin lo
sebagai sahabat gue..”
Agni
mendengus kesal, “yaya. Bawel lu. Yaudin, operasi sana,” suruh Agni, Cakka
menaikkan alisnya.
“ngusir?”
“engga.”
“yaudah,
take care ya, Ag, jangan nangis terus, jelek lo kalo nangis..” Ucap Cakka,
matanya beralih ke Gabriel dan Shilla, “kalian berdua yang langgeng. Jangan
suka cemburuan dan sensitive.” Kini, beralih ke Rio, “Yo, inget kata-kata gue
di wc kemaren? Tolong ya. kalo misalnya ini ga berhasil..”
“pasti
berhasil!” Potong Agni cepat.
“doa’in
aja yang terbaik,” Lanjut Cakka. Agni menggangguk.
Perlahan,
ranjang Cakka didorong oleh sang suster. Agni ingin menahan sang suster, tapi..
ia hanya diam. Tangan dan kakinya terpaku disana. Ia terus menatap ranjang itu
sampai masuk ke ruangan operasi itu.
***
Halo cantik #pastibangga. Ganti deh,
Halo monyet :p
Hehe, jangan marah, piss mas broku.
Eh, udah deh gausah basa-basi. Gue mau curhat? Mau denger? Berasa Vierra deh.
dengarkan curhatku, tentang Agni. Betapa manisnya, senyum bibirnya. Aseek..
Haha.
Udah ah serius, gue gak bisa serius
sebenernya. Malu #nutupmukapakebantalguling. Gue gak tau kenapa bisa nulis
surat terakhir ini. Ehehe, pengen aja kayak disinetron-sinetron gitu Ag. Gue
nulis surat, lo nangis, eh gataunya gue sembuh. Basi ya? emang. Kalo basi
diangetin aja.
Udah ah yang serius sekarang!
Seriously! Ag, gue juga gak ngerti kenapa gue disini. Nulis surat buat lo.
Ngeluarin unek-unek gue. dan buat lo --pasti-- nangis. Haha, gue Cuma mau
bilang. Jangan nangis terus. Masih banyak orang lain diluar sana yang ngga
seberuntung gue.
Gue itu dikategorikan sebagai orang
yang beruntung kali, kan. Ahaha. Gue akhirnya punya pendonor. Gue punya
orang-orang yang care sama gue. dan.. gue punya lo. Wkwk gombal sangat. Tapi,
gue beruntung di saat terakhir gue. gue tau.. ternyata orang yang gue sayang
itu sayang juga sama gue. makin cinta sama Agni. :*
Ag, gue udah gak tahan pengen ngomong
ini. Gue hampir gila gara-gara ini. Dan gue gila gara-gara lo. Wkwk.
AGNI, LO MAU GAK JADI PACAR GUE? Hehe
pede abis gue wleekkekek. Gue tunggu jawaban lo.
Haha, Agni. janji sama gue? kalo lo
baca bait ini. Jangan nangis ya. kalo gak bisa ditahan bilang sama gue. entar
gue yang tahan. Wkwk. Janji ya? Awas nangis!
Sempat tak ada lagi kesempatanku
Untuk bisa bersamamu
Kini ku tahu bagaimana caraku
Untuk dapat trus denganmu
Bawalah pergi cintaku
Ajak kemana engkau mau
Jadikan temanmu
Temanmu paling kau cinta
Di sini ku pun begitu
Trus cintaimu di hidupku
Di dalam hatiku
Sampai waktu yang pertemukan kita nanti
Yeay! Ag, nangis ya? Hiks.. Jangan
nangis ngapa? Gue ikut nangis nanti didalem. Agni, kalo misalnya gue gak
selamet dan gak punya nyawa lagi.. Jangan pernah nangis apalagi nyia-nyiain
hidup lo seperti di sinetron-sinetron norak itu. Gue maunya, liat Agni gue yang
periang lagi. Yang nyolot, yang cerewet, yang manja, yang perhatian, dan yang
selalu ada dihati gue.
POKOKNYA, APAPUN YANG TERJADI..
CAKKA CUMA UNTUK AGNI, AGNI CUMA UNTUK
CAKKA!! CUMA MAUT YANG MISAHIN KAMI BERDUA!! TITIK!!
With Love
Cakka Nuraga Nubuwati :*
***
Agni
memandang tulisan tersebut. Air matanya menetes di pipi chubbynya.
“Ag,
udah dong. lo malah bikin Cakka gatenang didalem. Dia lagi berjuang antara
hidup dan mati..” Ucap Rio, ia mengusap rambut Agni.
“Gue..
gue.. gak mau Cakka ninggalin gue.. gue.. takut..”
“Gak
akan, Cakka kawekas Nuraga, gak akan ninggalin Agni. Dia selalu ada buat Agni.
percayalah.” Bisikan itu terdengar di telinga Agni. agni terdiam. Seluruh
badannya panas dingin.
“Aku
takut. Kamu pergi.. Kamu hilang.. Kamu sakit.. Aku ingin.. Kau disini..
Disampingku.. Se.. la.. ma.. nya..”
Hitam.
Semua berubah menjadi hitam.
***
Agni
P. O. V.
Semua
orang memandangku dengan tatapan cemas. Aku mengedarkan pandanganku. Masih
ditempat dimana aku duduk dan membaca surat dari Cakka. Perlahan, aku mencoba
berdiri.
“Cakka
mana?” tanyaku, semua orang menunduk. Aku takut. Sesuatu yang tak kuinginkan
itu terjadi. Engga, Cakka pasti selamat.
“Cakka..”
Gabriel menggantungkan kalimatnya. Nampak Shilla menangis dan memelukku. Aku
ikut menangis.
“Cakka..
berhasil! Operasi Cakka berhasil Ag!” Lirih Rio, aku membulatkan mulutnya.
“Oh,”
Hanya itu yang bisa keluar dari mulutku, “Selamet gak?”
Mereka
memandangku, lalu.. hh.. menggangguk. Aku tersenyum. air mata bahagia keluar
dari mataku.
“tapi
Ag,,”
Aku
berdecak, “Apa?”
“Cakka
harus dibawa ke Australia selama 2 tahun. Proses penyembuhan,” Lanjut Gabriel.
Aku menunduk. Meremas baju kaos abu-abu yang kupakai saat jalan bersama Cakka
dan motor cakka bannya kempes.
“Gue
mau liat Cakka.” Pintaku.
“2
jam lagi baru boleh, Ag,” Aku menggangguk.
***
“AGNI!
BURUAN! LO GAK MAU LIAT CAKKA?” Teriak Gabriel dibawah. Agni yang tengah
menulis sesuatu berdecak, lalu buru-buru kembali menulis.
“BENTAR,
WOY!!”
Agni
tersenyum, lalu memasukkan sepucuk kertas itu di amplop berwarna biru cerah.
Dia kan bukan Cakka yang mengirim surat pakai warna pink.
“Love
you, muach!” Agni mencium figura foto bergambar wajah lelaki dengan senyum
manis dan mata bulatnya yang dominan dengan lelaki jahil.
“AG!
BURUAN APA GUE TINGGAL!”
“Waduh
ngancem. IYA BENTAR!” Agni menyambar jaket hitam yang belum sempat
dikembalikannya pada Cakka, lalu berlari tunggang langgang kebawah. Dengan
surat biru cerah pastinya ditangan kanannya.
“lama
banget,” Komen Gabriel kesel. Agni cengengesan.
“mangap
yak. Yuk, buruan.”
***
“Kka,
buruan. Kita gak punya waktu lagi..” Perintah abang Cakka, Elang. Cakka
menghela nafas, ia terus menatap lapangan kosong yang ada dihadapannya. Sudah
20 menit ia minta dispensasi waktu untuk menunggu Agni, tapi Agni tak kunjung
datang.
Cakka
tidak naik pesawat Garuda Indonesia seperti orang kebanyakan. Ia mengenakan
pesawat pribadi. Milik orang tuanya. Makanya, Cakka dengan leluasa mengatur
jadwal penerbangannya.
“Kka..”
“Mas..
bentar lagi, Agni pasti dateng. Cakka Cuma mau bilang ‘cinta’ ke dia. Masa gak
boleh?” Masnya berdecak,
“gak
bisa. Buruan naik.”
Cakka
mendengus kesal. dasar nyebelin. Ia meletakkan kaki kirinya di anak tangga
pertama. Ragu. Ia yakin, Agni pasti akan datang. Tapi ia terlambat.
Anak
tangga kedua. Belum ada tanda-tanda Agni datang. Ia menghela nafas. Begitu ia
ingin mendaratkan kakinya di anak tangga ketiga. Sebuah mobil CRV menghentikannya.
“CAKKA!”
Teriak gadis manis itu. Cakka tersenyum, lalu berlari menuju perempuan yang
merentangkan tangannya.
“Agni!
Lo pasti dateng!”
Hap! Cakka telah hangat dipelukan Agni. Agni
mengeratkan pelukan itu. Seolah tak ingin melepaskan pelukan itu.
Sempat. Tak ada lagi kesempatanku
untuk bisa bersamamu..
“Ag,
jaga selalu hatimu untuk gue..” Ucap Cakka. Agni menggangguk. Rasanya tak rela
melepaskan pelukan itu. Ia tak ingin melepaskan pelukan itu untuk yang kedua
kalinya.
“pasti.
Lo juga jangan macem-macem sama cewe bule ya, gue gorok lo.” Ancam Agni, Cakka
menggangguk sambil tertawa kecil.
Kini, kutahu bagaimana caraku untuk
dapat trus denganmu..
“Bro!
hati-hati ya, jangan macem-macem disana. Inget cewe yang lo sayang setia nunggu
lo disini..” Ucap Rio sambil menunjuk gadis yang ada dihadapannya.
“Yoi,
bro! gue pasti kangen sama lo! Cepet cari cewe ya, jomblo kaga enak idup lo..”
“sip.
Lo juga jomblo, kan belom diterima sama Agni. wkwk”
Cakka
manyun, lalu menatap Agni, Agni menunduk malu, “nih, balesan surat gue. gue
mutilasi kalo gak lo baca.”
“hehe,
galak amet neng. Takut abang..” Gidik Cakka, Agni mencibir.
“Kka,
buruan..” Perintah abangnya. Cakka mendengus.
“sabar.
Ag, gue pergi ya. Shill, yel. Baik-baik lo berdua. Jangan sering berantem. Yo,
cepetan punya cewe, dan Ag.. kau.. jaga selalu hatimu.. saat jauh dariku.. tunggu aku kembali..”
“nyanyi?”
“NANGIS!!”
“oh,
hehe. Iya. Lo juga ya. gue sayang lo.”
“gue
juga!”
Cakka
mulai melangkahkan kakinya menuju pesawat itu. Langkahnya berat, entah apa yang
membuatnya berat melangkah. Ia melihat surat Agni yang ada ditangannya. Oh iya,
lupa..
“Ag..”
Agni
mengangkat kepalanya, lalu tersenyum.
“apa?”
Cakka
mencium kening Agni lama. Merasakan ketenangan yang menusuk hati. Agni
memejamkan matanya, lalu membukanya ketika Cakka menepuk pundaknya.
“Ag..”
“Apalagi?”
Cakka
menunjuk pipinya, lalu meniru gaya orang nyium. Agni menggeleng, Cakka manyun.
“jelek
lo, Ag!”
“jelek-jelek
mau juga.”
“gue
tunggu ya jawabannya..”
“iya,
baca aja surat itu.”
“bye,
Agni..”
Agni
melambaikan tangannya, lalu tersenyum kecil. Cakka menaikki satu kakinya di
anak tangga pertama, lalu anak tangga kedua, dan akhirnya sampai diatas.
Cakka
melambaikan tangannya, lalu pintu pesawat itu ditutup. Agni menghela nafas.
Kehilangan lagi deh gue. agni tersenyum. sampai kapanpun, gue akan nunggu lo.
Walaupun gue harus menunggu 1000 tahun lamanya!!
***
To
Cakka Sutisna.
Haha
kurang ajar lo ngatain gue monyet. Noh bogem mentah buat lo! (-_-)----O)-_-)/
Hehe gak jelas deh Agni. wkwk.
Kka,
jujur ya. gue juga gak tau kenapa. Awalnya, gue pikir gue Cuma punya rasa
‘sayang’ sebagai temen sama lo. Ternyata engga, perasaan gue berubah menjadi
cinta. Ibarat lagu nih. Hehe. Oh ya, gue bales lagu lo yang bikin gue mewek
terus pingsan! Jelek lo bikin gue pingsan. Tapi Cuma bagian reffnya aja ya?
Wleek.
Mana pernah
bisa..
Ku menolak cinta,
bila CAKKA bila CAKKA yang memintanya.
Haruskah
kubilang? Bilang terus terang?
Dari pertama aku
sudah cintai.. CAKKA!
Noh,
gue jawab kan jawabannya? Asikk. Itu lagunya Mytha - Bila Dia Yang Meminta.
Lagu Afgan itu jadi lagu favorit gue sekarang! Ya gara-gara lo juga kali,
sutisna.
Eh,
eh, udah dulu ya. gue mau pergi nih. Pergi ketemu elo. Gue buatnya sebelum gue
ngunjungin elo. Biar berasa sinetronnya. Wekekeke. Pokoknya, Agni tetep cuyung
Cakka selamanya. Walaupun Agni nunggu 1000 tahun lamanya! I LOVE YOU, CAKKA
NURAGA! FOREVER! CIUM CIUM CIUM!!
With
Love.
Agni
Nubuwati Nuraga :*
***
Tamat.
Wess, akhirnya
tamat juga. Jelek lagi. Maaf ya.
Oh ya, yang gak
ketag maaf ya.
Full tag.
Sampai jumpa di
cerita-cerita Vania selanjutnya. Cium cium.
_ladypaniw_
seru deh bacanya keren banget kakak
ReplyDeletepromo alfa jsm